Jamal artinya unta. Diistilahkan demikian karena ‘A’isyah RA, tokoh besar yang didukung
dalam perang ini, berkendaraan unta. Dan setelah untanya disembelih, maka
peperangan bubar. Perang Jamal adalah peperangan 'A'isyah melawan 'Ali RA.
Imam
Hanafi, dan kaum wirai (hati-hati dalam urusan agama) yang lain
berkata, “Segala perang yang dilancarkan oleh Ali RA, pasti Ali di fihak yang
benar.”
Musthofa
Al-Bagho termasuk ulama wirai (hati-hati). Beliau berkata, “Menurut
Agama Allah yang kami fahami, dua belah fihak yang bertempur dalam Perang
Jamal, mendapatkan pahala semuanya. Karena mempraktikkan ilmu yang difahami,
dan sebagai ijtihad, dan bermaksud islah (perdamaian).” [1]
Dalam Al-Bidayah,
Ibnu Katsir menjelaskan:
“Mubarak bin Fadhalah
menyampaikan pernyataan Al-Hasan bin Abi Bakrah, ‘ketika Perang Jamal meledak’,
Ali RA menyaksikan para tokoh agama 'emosi'. Beliau memegang dan memeluk Al-Hasan
ke dadanya. Lalu berkata ‘sungguh kita milik Allah, hai Hasan! Mana lagi
kebaikan yang diharapkan setelah ini?’.
Ketika dua kubu (yang melaut) telah
saling mendekat, beliau mencari Tholhah dan Azzubair yang berada di kubu
‘A’isyah RA. Untuk mengadakan pembicaraan. Di atas kuda, mereka bertiga
berkumpul. Ada yang melaporkan ‘Ali berkata’ pada mereka berdua RA, ‘saya
menyaksikan kalian berdua telah mengumpulkan pasukan berkuda, sejumlah tokoh,
dan sejumlah masa. Apa kalian berdua telah mempersiapkan alasan? Di
hari Kiamat nanti? Takutlah Allah! Jangan seperti wanita yang merusak tenunannya
yang telah kuat! (Maksudnya melanggar baiat) Bukankah saya yang akan
menghakimi darah (kematian) kalian berdua? Kalian mengharamkan darah
(membunuh) saya. Saya mengharamkan darah (membunuh) kalian ? Apa ada Hadits
yang menjelaskan bahwa darah saya halal untuk kalian ?’.
Tholhah menjawab ‘kau yang
memutuskan hubungan saya dari Utsman!’.
Ali membaca dalil, “Yaumaidzin
yuwaffiihimullohu diinahumul-chaqq. (Di hari itu, Allah memberi balasan
dalam agama mereka dengan benar. (Annur 25))." Lalu berkata, “Semoga
Allah melaknat kaum pembunuh Utsman!.” Lalu bertanya, “Hai Tholhah! Masyak kau
datang kemari membawa istri Rasulillah SAW? Kau gunakan sebagai penyemangat
perang? Sementara istrimu justru kau simpan di rumah? Bukankah kau dulu telah
berbaiat padaku?’.
Tholhah menjawab, “Dulu saya
berbaiat dengan memanggul pedang, kan?.”
Di pertengahan masa, Ali
bertanya pada Azzubair RA, “Apa yang mendorong kau ikut berperang?.”
Azzubair menjawab, “Kau yang membuat
saya kemari! Menurut saya bukan kau yang lebih berhak memimpin! Kita sama-sama!.”
Pada Azzubair, Ali Ra
bertanya, “Apa kau tak ingat 'ketika kita di kampung Bani Ghanmin?' Saya
bejalan bersama Rasulillah SAW. Karena beliau memandang dan tersenyum padaku,
maka saya juga tersenyum pada beliau SAW. Saat itu, kau berkata ‘(Ali RA) Putra
Abi Tholib (ini) takkan meninggalkan sesepohnya’. Rasulillah SAW menjawab
padamu, ‘dia memang bukan anak nakal! Sungguh suatu saat nanti, kau akan
memerangi dia! Saat itu penganiayaanmu, menguntungkan dia!?’.”
Azzubair menjawab, “Alloohumma
betul! Kalau kemarin ingat, pasti saya tidak ikut dalam peperangan ini! Demi Allah,
saya takkan memerangi kau!.”
Namun
riwayat ini perlu dikaji lagi dengan teliti. Riwayat tentang kisah ini, yang
terjaga kesohihannya, yang dari Hafidz Abu Yakla Al-Mushili, yang isnadnya
sampai Abu Jarwin Al-Mazini:
“Ketika Ali dan Azzubair
bertemu (dalam Perang Jamal), saya menyaksikan. Ali berkata pada Azzubair, ‘hai
Zubair! Aku bertanya dengan sumpah pada Allah!’ Bukankah kau pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda ‘sungguh kau (Zubair) akan memerangi saya (Ali)? Saat itu
kau aniaya?’.
Azzubair menjawab ‘betul! Saya
tidak pernah ingat Sabda tersebut, kecuali di tempat ini!” Lalu berpaling dan
pergi. [2]
والذي ندين
الله تعالى به أن كلا من الفريقين كان مأجورا لأن اقتتالهما كان عن تأويل واجتهاد
وبقصد الإصلاح].
وَقَالَ
مُبَارَكُ بْنُ فضالة عن الحسن بن أَبِي بَكْرَةَ: لَمَّا اشْتَدَّ الْقِتَالُ يَوْمَ
الْجَمَلِ، ورأى علي الرؤوس تَنْدُرُ أَخَذَ عَلِيٌّ ابْنَهُ الْحَسَنَ فَضَمَّهُ إِلَى
صَدْرِهِ ثُمَّ قَالَ: إِنَّا لِلَّهِ يَا حَسَنُ! أَيُّ خَيْرٍ يُرْجَى بَعْدَ هَذَا؟
فَلَمَّا رَكِبَ الجيشان وترآى الجمعان وطلب علي طلحة والزبير لِيُكَلِّمَهُمَا، فَاجْتَمَعُوا
حَتَّى الْتَفَّتْ أَعْنَاقُ خُيُولِهِمْ، فَيُقَالُ إِنَّهُ قَالَ لَهُمَا: إِنِّي
أَرَاكُمَا قَدْ جَمَعْتُمَا خَيْلًا وَرِجَالًا وَعَدَدًا، فَهَلْ أَعْدَدْتُمَا عُذْرًا
يَوْمَ القيامة؟ فَاتَّقِيَا اللَّهَ وَلَا تَكُونَا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا
من بعد قوة أنكاثاً، ألم أكن حاكماً في دمكما تحرمان دمي وأحرم دمكما، فهل من حديث
أَحَلَّ لَكُمَا دَمِي؟ فَقَالَ طَلْحَةُ: أَلَّبْتَ عَلَىَّ عُثْمَانَ فَقَالَ عَلِيٌّ * (يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ
دِينَهُمُ الْحَقَّ) * [النور: 25] ، ثُمَّ قَالَ: لَعَنَ اللَّهُ قَتَلَةَ
عُثْمَانَ، ثمَّ قَالَ: يَا طَلْحَةُ! أَجِئْتَ بِعِرْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقَاتِلُ بِهَا، وَخَبَّأْتَ عِرْسَكَ فِي الْبَيْتِ؟
أَمَا بَايَعْتَنِي؟ قَالَ: بَايَعْتُكَ وَالسَّيْفُ عَلَى عُنُقِي. وَقَالَ
لِلزُّبَيْرِ: مَا أَخْرَجَكَ؟ قَالَ: أَنْتَ، وَلَا أَرَاكَ بِهَذَا الْأَمْرِ
أَوْلَى بِهِ مِنِّي. فَقَالَ لَهُ عَلِيٌّ: أما تذكر يَوْمَ مَرَرْتُ مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَنِي غَنْمٍ فَنَظَرَ
إِلَيَّ وَضَحِكَ وَضَحِكْتُ إِلَيْهِ، فَقُلْتَ: لَا يَدَعُ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ
زَهْوَهُ، فَقَالَ لَكَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلَّم: "
أَنَّهُ ليس بمتمرد لتقاتلنَّه وَأَنْتَ ظَالِمٌ لَهُ "؟ فَقَالَ الزُّبير:
اللَّهُمَّ نَعَمْ! وَلَوْ ذَكَرْتُ مَا سِرْتُ مَسِيرِي هَذَا، وَوَاللَّهِ لَا
أُقَاتِلُكَ. وَفِي هَذَا السِّيَاقِ كُلِّهِ نظر، والمحفوظ منه الحديث، فقد رواه
الحافظ أبو يعلى الموصلي فقال: حدثنا أبو يوسف يعقوب بن إبراهيم الدوري،
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
الْمَلِكِ بْنِ مُسْلِمٍ الرَّقَاشِيِّ، عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ أَبِي
جَرْوٍ الْمَازِنِيِّ. قَالَ: شَهِدْتُ عَلِيًّا وَالزُّبَيْرَ حِينَ تَوَاقَفَا،
فَقَالَ لَهُ عَلِيٌّ: يَا زُبَيْرُ! أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلَّم يَقُولُ: " إنَّك تقاتلني وأنت ظالم
"؟ قال: نعم! لم أَذْكُرْهُ إِلَّا فِي مَوْقِفِي هَذَا، ثُمَّ انْصَرَفَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar