Cerita Islami Bersambung
Senang
dan susah datang silih berganti sepanjang masa. Demikian pula yang dialami oleh
nabi SAW dan para sahabatnya RA. Akhir bulan Syawal tahun 6 Hijriyah, hari berbahagia, karena
nabi SAW bercerita ‘telah bermimpi melakukan umrah ke Masjidal-Haram yang
dirindukan, dalam keadaan aman’.
Kepada Busr bin Sufyan
dari Makkah yang baru saja masuk Islam, nabi SAW berpesan, “Jangan pulang dulu!
Kita bersama-sama! Kami akan umrah ke Makkah!,” terang Al-Waqidi di dalam Al-Maghazi.
Nabi SAW dan para sahabat
berjumlah 1.400 orang, bersiap akan ke Makkah. Mereka yakin sepenuhnya bahwa
umrah akan berjalan lancar karena mimpi nabi SAW tersebut. Yang menggiring hadyu (الْهَدْيُ) dalam rombongan umrah tersebut: Nabi SAW,
Abu Bakr, Abdur Rohman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Thalchah bin Ubaidillah
RA.
Yang diperintah agar
memimpin sementara pada kaum Muslimiin di Madinah, Ibnu Umi Maktum (ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ) RA. Nabi SAW
meninggalkan Madinah pada tanggal 1 Dzul-Qa’dah (ذُو الْقَعْدَةِ) tahun 6 Hijriyah,
dengan berkendaraan unta bernama Qashwa (الْقَصْوَاءُ), diikuti oleh para sahabat.
Rombongan berhenti di
Dzil-Culaifah (ذِي
الْحُلَيْفَةِ) untuk shalat zhuhur. Unta-unta hadyu dihadapkan ke Kiblat untuk diberi
tanda beberapa sandal. Nabi SAW memanggil dan perintah pada Busr agar
memata-matai kaum yang memusuhi Islam. Nabi juga perintah pada 20 orang, di
bawah pimpinan Abbad bin Bisyr (عَبَّاد بْن بِشْر), agar memata-matai
kaum kafir.
Beberapa pasukan Abbad yang berkuda: Al-Miqdad bin Amer, Abu Ayyasy
Azzuraqi (أبو عياش
الزرقي), Al-Chubab
bin Al-Mundzir (الْحُبَاب
بْن الْمُنْذِر), Amir bin
Rabiah, Said bin Zaid, Abu Qatadah, dan Muhammad bin Maslamah.
Ada yang menjelaskan,
“Pimpinan mereka bernama Saed bin Zaid Al-Asyhali (سَعْد بْن زَيْد الْأَشْهَلِيّ).”
Rasulullah SAW memasuki
Masjid untuk melakukan shalat dua rakaat. Lalu minta agar untanya didekatkan
untuk dikendarai. Unta dihadapkan ke Ka’bah dan Rasulallah SAW berihram dan
membaca talbiyah, “LabbaiK
Allahumma labbaiK! LabbaiKa laa syariika laKa labbaiK! Innalhamda wannikmata
laKa walmulk! Laa syariika laK!.”[1]
Di antara arak-arakan
panjang itu ada empat wanita:
1.
Ummu Salamah (أُمُّ سَلَمَةَ)
istri Rasulillah SAW.
2.
Ummu Umarah (أُمّ عُمَارَة).
3.
Ummu Manik (أم منيع).
4.
Dan Ummu Amir Al-Asyhaliyah (أم عامر الأشهلية).
Dan 70 hingga 100 orang yang baru saja masuk Islam.
Ketika melewati daerah
Rauchak (الرَّوْحَاء),
rombongan bertemu keluarga besar Nahd yang sama menggiring kawanan binatang dan
kambing. Nabi SAW mengajak Islam; namun mereka menolak.
Tapi mereka mengirimkan
susu melalui utusan mereka, pada Rasulillah SAW. Nabi SAW bersabda, “Saya
takkan menerima hadiyah (pemberian) orang musyrik.”
Agar para sahabat dan
kaum yang mengirimi susu, sama-sama senang; nabi SAW perintah agar susu itu
dibeli. Sejumlah sahabat nabi SAW yang tidak ihram, juga shadaqah tiga
ekor dhob hidup, untuk dimasak. Sejumlah orang
yang ihram diberi daging tersebut, namun menolak. Sebagaian yang lain bertanya
pada Rasulallah SAW tentang kehalalan dhob tersebut.
Nabi SAW bersabda,
“Makanlah! Semua buruan halal untuk kalian yang ihram. Kecuali jika
kalian yang memburu,
atau buruan itu diburu,
untuk kalian.”
Mereka berkata, “Ya
Rasulallah! Demi Allah kami tidak memburu. Yang memburu kaum pedesaan itu,
untuk diri mereka sendiri. Kebetulan saja mereka bertemu kita. Mereka kaum
pengembara yang berpindah-pindah, mencari tempat yang terguyur hujan.
Nabi SAW perintah agar
seorang dari mereka didatangkan untuk ditanya, “Kalian akan kemana?.”
Berita tentang ‘nabi SAW
dan para sahabatnya akan segera sampai ke Makkah’ segera sampai pada penduduk
Makkah. Mereka berkumpul untuk bermusawarah. Sebagian mereka berkata, “Dia dan
pasukanya bertujuan umrah. Yang kita khawatirkan jika kaum Arab sama tahu
‘Muhammad dan pasukannya memasuki wilayah kita’. Kita akan dikira telah
dikalahkan oleh mereka. Bagaimana sebaiknya?.”
Dalam majlis itu dihadiri
oleh tokoh-tokoh penting: Shafwan bin Umayah (صَفْوَانُ بْنُ أُمَيَّةَ), Suhail bin Amer (سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو), Ikrimah bin Abi Jahl (عِكْرِمَةُ بْنُ أَبِي جَهْلٍ),
dan lainnya.
Shafwan berkata, “Sejak
dulu kita sepakat, takkan memutuskan
perkara kecuali melalui musyawarah. Sebaiknya kita mengutus lelaki perkasa
untuk memimpin 200 pasukan berkuda, agar pergi ke Kurak Al-Ghamim (كُرَاعَ الْغَمِيم).”
Hampir semua hadirin
menyetujui, “Kau betul! Ayo segera dilaksanakan!.”
Kaum Quraisy memberangkan
200 mata-mata berkuda,
di bawah pimpinan Ikrimah bin Abi Jahl atau Khalid bin Al-Walid. Mereka
bergerak cepat memacu kuda menuju pegunungan.
Di bawah pimpinan
Al-Chakam bin Abdi Manaf (الحكم بن عبد مناف), sepuluh orang dari rombongan tersebut
bergerak mendaki pegunungan,
untuk mengamati keadaan. Yang lain berhenti bersama Ikrimah atau Khalid, pimpinan
mereka.
Kaum Quraisy yang lain
juga terkejut ketika mendengar berita ‘nabi SAW dan rombongannya akan memasuki Makkah untuk umrah’. Mereka berkumpul di kota Baldach (بَلْدَحٌ), mendirikan
tenda-tenda.
Sejumlah wanita dan
anak-anak banyak sekali, juga ikut berkumpul, untuk bergabung pada mereka yang
menghalang-halangi rombongan nabi SAW.
Busr memasuki Makkah
untuk melihat dan mendengarkan pembicaraan kaumnya. Lalu bergegas menemui nabi
SAW di daerah Ghadir (غَدِير).
Begitu dia muncul; nabi SAW bertanya, “Hai Busr! Kau dikejar oleh siapa?.”
Busr menjawab, “Ya
Rasulallah! Ternyata kaum baginda bernama Kaeb bin Luai (كَعْبَ بْنَ لُؤَيٍّ) dan Amir bin Luai (عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ), telah tahu bahwa baginda akan masuk ke Makkah. Mereka bertekat
akan menghalang-halangi baginda dari Masjidil-Haram. Mereka telah menggerakkan
200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid. Dan mereka telah
bergerak sampai daerah Ghamim. Sejumlah mata-mata yang lain di atas pegunungan,
juga mengamati gerak-gerik kita.”
Nabi SAW bersabda,
“Bagaimana pendapat kalian mengenai kaum yang menghalang-halangi kita menuju
Masjidil-Haram ini? Sebaiknya kita teruskan perjalanan, dan kita perangi kaum yang menghalang-halangi kita? Atau
bagaimana?.”
Abu Bakr berdiri dan
berkata, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu mengenai langkah paling tepat.
Hanya kami berpandangan,
sebaiknya perjalanan ini kita lanjutkan. Orang yang menghalang-halangi kita, kita perangi.”
Abu Hurairah berkata,
“Saya belum pernah melihat tokoh yang lebih sering musyawarah dengan para
sahabatnya daripada Rasulillah SAW.”
Al-Miqdad bin Amer (الْمِقْدَادَ بْنَ عَمْرٍو)
berkata, “Ya Rasulallah! Kami takkan berbuat seperti Bani Israil yang berkata
pada Nabi Musa AS ‘baginda dan Tuhan baginda saja yang melawan mereka! Sungguh
kami akan duduk di sini saja!’ Kami mempersilahkan baginda berperang! Dan kami
akan mendampingi baginda! Bahkan demi Allah! Kalau baginda berjalan menuju
Barkil-Ghimad (بَرْك
الغِماد) pun, niscaya kami semuanya tetap mendampingi baginda hingga
tujuan.”
Usaid bin Chudhair (أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ)
berkata, “Ya Rasulallah! Sebaiknya perjalanan ini kita teruskan! Kaum yang
merintangi, kita perangi!.”
Rasulullah SAW bersabda,
“Tujuan dalam perjalanan ini bukan untuk berperang! Tujuan kita umrah!.”
Di saat yang menegangkan
itu, kaum Muslimiin sama menderita kehausan. Air sedikit yang berada di telaga
telah habis terkuras. Sejumlah orang melaporkan pada nabi SAW bahwa mereka
kehausan.
Nabi SAW mengambil
anak-panah dari busur, untuk ditancapkan pada telaga yang telah habis airnya.
Sontak airnya memancar hingga mereka mengambil, untuk diminum dan untuk keperluan yang lain.
Budail bin Warqak (بُدَيْلُ بْنُ وَرْقَاءَ)
dan teman-temannya dari Khuzaah (خُزَاعَةَ) menemui, untuk berkata pada nabi SAW: “Ya Muhammad! Selain kami yang
datang ini; masih ada lagi pasukan kami berjumlah banyak, di bawah pimpinan
Kaeb bin Luai (كَعْبَ
بْنَ لُؤَيٍّ) dan Amir bin Luai (عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ). Mereka bertempat di
dekat sejumlah perairan Hudaibiyah, dengan membawa unta-unta beranak yang
bersusu besar-besar. Mereka akan memerangi dan menghalang-halangi kalian dari
Masjidil-Haram.”
Nabi SAW bersabda, “Kami
datang bukan untuk berperang! Tetapi untuk umrah! Kaum Quraisy telah terkuras
tenaga dan harta mereka untuk berperang! Jika mereka setuju, saya akan mengajak
berdamai pada mereka! Agar saya dan mereka bebas melakukan aktifitas. Jika
nanti saya telah kokoh, mereka boleh Masuk Islam seperti selain mereka. Jika
mereka bersikeras tak mau Islam; lumayan punya kesempatan beristirahat dari
perang. Jika mereka bersikeras akan menghalang-halangi kami! Demi yang
menggenggam diriku! Mereka akan saya lawan untuk membela agama, meskipun leher
saya putus karenanya! Sungguh Allah niscaya akan mendukung AgamaNya!.”
Budail berkata, “Ucapanmu
akan saya sampaikan pada mereka!.”
Budail dan rombongannya
pergi menuju kaum Quraisy,
untuk berkata, “Kami telah mendatangi dan mendengarkan ucapan lelaki itu. Kalau
kalian tertarik, saya akan melaporkan.”
Beberapa orang menjawab,
sehingga menjadi ricuh. Sebagaian mereka berkata, “Kami tidak ingin mendengarkan
yang tidak penting” Sebagian
mereka berkata, “Katakan! Yang telah kau dengar!.”
Budail menjelaskan yang
telah disabdakan oleh Rasulullah SAW untuk mereka.
Urwah bin Masud (عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ)
berdiri untuk berkata, “Wahai semuanya! Bukankah kalian ini sebagai senior
saya?.”
Mereka menjawab, “Betul!.”
Urwah bertanya lagi,
“Bukankah saya ini yunior kalian?.”
Mereka menjawab,
“Betul!.”
Urwah bertanya lagi, “Apa
kalian tidak percaya pada saya?.”
Mereka menjawab,
“Percaya!.”
Urwah bertanya lagi,
“Bukankah kalian telah tahu bahwa saya yang telah menggerakkan penduduk Ukadz (عُكَاظ) untuk bergabung pada
kalian? Setelah mereka membangkang,
saya membawa keluarga, anak, dan kaum yang taat saya, untuk bergabung kemari?.”
Mereka berkata, “Betul!.”
Urwah berkata, “Lelaki
ini telah menawarkan aturan yang tepat! Terimalah! Dan perintahlah agar saya
datang padanya!.”
Mereka berkata,
“Datanglah padanya!.”
Urwah bergegas datang
pada nabi SAW, untuk meminta agar nabi
SAW pulang ke Madinah.
Nabi SAW bersabda pada
Urwah seperti bersabda pada Budail.
Urwah berkata, “Ya
Muhammad! Apa kau telah berpikir bahwa langkahmu ini justru akan membuat urusan
pengikutmu menjadi runyam? Apa ada tokoh Arab sebelummu yang merusak
pengikutnya sendiri? Jika peperangan ini kami menangkan, sepertinya pengikutmu akan lari meninggalkan kau.”
Abu Bakr Asshiddiq
membentak Urwah, “Kulum
kelentit Lata! Masyak kami akan lari meninggalkan baginda SAW?.”
Urwah bertanya, “Siapa
dia?.”
Kaum Muslimiin menjawab,
“Abu Bakr!.”
Pada Abu Bakr, Urwah
berkata, “Demi Allah! Kalau bukan karena jasamu yang
belum saya balas, niscaya kau telah saya tindak.”
Urwah mendekat, sambil
membelai jenggot nabi SAW yang diajak berdialog. Urwah terkejut karena
tangannya berkali-kali dipukul dengan gagang pedang oleh lelaki berhelm perang
bernama Al-Mughirah bin Syubah (الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ), yang posisi
berdirinya berada di atas. Agar tangannya disingkirkan, tidak membelai jenggot Rasulillah SAW.
Terdengar kalimat yang
meledak dari bibir Al-Mughirah: “Singkirkan tanganmu dari jenggot Rasulillah
SAW!.”
Urwah mengangkat wajah
lalu bertanya, “Siapa dia?.”
Mereka menjawab,
“Al-Mughirah bin Syubah.”
Urwah membentak, “Hai
keparat! Bukankah kau pernah saya tolong dalam melakukan kejahatan?!.”[2]
Nabi SAW bersabda, “Mengenai
Islam dia, saya terima. Sedangkan
harta rampasannya saya tidak berurusan.”
Urwah terheran-heran
ketika berkali-kali melihat para sahabat nabi SAW menangkap dan berebut ludah
nabi SAW dengan tangan mereka. Dengan gerak cepat lelaki yang berhasil menangkap
ludah itu mengusapkan
pada wajah dan kulitnya. Dan semua perintah nabi SAW dilaksanakan dengan
berebut oleh mereka. Mereka juga berebut sisa air bekas wudhu
nabi SAW. Yang tak kalah mengagumkan,
jika nabi SAW bersabda; semuanya diam untuk mendengarkan.
Urwah memacu kendaraannya
untuk pulang menuju para sahabatnya.
Rujukan Cerita Islami ini, Al-Maghazi, Bukhari dan Fatchul-Bari.
Penulis berdoa, “Semoga Allah memberi pahala pada kita semuanya. Dan semoga
Allah memberi kemampuan saya Bisa Meneruskan
tulisan ini.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar