Mengirimkan pasukan
tempur berjumlah satu juta enampuluh
ribu, pada tahun sekitar 15 Hijriah tidaklah
mudah. Hanya raja terbesar sejagad bernama Hiraqla
yang bisa melakukan demikian. Ini bukan khayalan, tetapi merujuk kitab Futuchussyam karya Al-Waqidi yang sering
dirujuk oleh Muarrikhiin (Ulama Sejarah) karena shahih.
Awalnya Hiraqla
hanya mengirimkan 800.000 pasukan berkuda untuk menggempur kekuatan
Islam yang dipimpinan oleh Abu
Ubaidah bin Al-Jarrach, yang
didampingi oleh Khalid bin Walid RA, di dalam Perang Yarmuk
itu. Tetapi lalu ditambahi lagi hingga menjadi satu juta enampuluh ribu, karena dua pertimbangan:
2. Arak-arakan Pasukan putra Hiraqla bernama Qusthanthin yang menyerbu pasukan Muslimiin dari
belakang, diobrak-abrik oleh pasukan elit Khalid yang bernama Jaisyuzzachf (Pasukan
Obrak-Abrik).
Hiraqla yakin bahwa pasukan yang jumlahnya banyak sekali, dan
telah terlatih itu, akan kalah. Karena telah membaca
kitab kuno bahwa, kerajaannya
akan direbut oleh umat Muhammad SAW. Oleh karena itu, ketika
lautan pasukan tersebut telah mengalir menuju Yarmuk, Hiraqla
berbisik “Pasukan kita tetap akan kalah” pada Panglima
Besar yang memimpin mereka.
Panglima Besar Raja
Mahan Gundah
Mahan
kembali menuju lautan pasukan
yang telah bertambah lebih dari sejuta pria. Dalam dewan perang itu, sejumlah
pejabat tinggi, para Bathriq, para Rahib, dan para Ulama Nasrani, berkumpul
untuk menemani
makan Mahan. Di pesta mewah yang dihadiri oleh
pejabat tinggi itu, Mahan
tak menyentuh makanan sama
sekali. Hatinya gundah karena mimpi yang dialami dan disampaikan dengan
berbisik oleh bathriq itu, terus
hadir dalam benaknya.
Sebetulnya sejak awal, Mahan
lebih senang jika tidak
ditunjuk sebagai Panglima Besar, yang harus memimpin Perang Akbar (dalam Hadits
disebut Malhamah). Dia
lebih senang berdamai dengan kaum Arab, meskipun harus membayar pajak dan hina.
Tetapi hampir semua petinggi militer memohon, agar peperangan melawan kaum Arab dilaksanakan. Sejumlah petinggi
militer dan tokoh besar agama, memberanikan diri mendekati, untuk bertanya,
“Apa yang membuat yang Mulia tidak berselera makan? Kalau karena pasukan tuan
berjumlah banyak, yang gugur, besok kita akan mengamuk agar menang.
Memang terkadang perang dimulai kalah duluan. Kalau pasukan kita telah menyerbu dengan
serempak, pasti mereka akan tewas semuanya" pada Raja
Mahan.
Perkataan Mahan sangat berwibawa, “Saya juga yakin kalian bisa
menang. Karena di antara kalian, ada yang tidak memurnikan agama dan berbuat
aniaya, maka pasukan Arab bisa mengalahkan pasukan kita.”
Lelaki bertangan buntung menyela mengejutkan, “Yang mulia, saya
telah hidup lama, beragama seperti tuan. Saya pemilik 100 ekor kambing yang
digembala oleh anak laki-laki saya. Seorang
Bathriq bawahan tuan, telah
memukulkan tiang pagar rumahnya, pada kambing saya, untuk dirampas. Untuk
memenuhi kebutuhannya. Pasukan si
Bathriq itu menyerang
sisa-sisa kawanan kambing saya yang sedang merumput. Istri saya melaporkan pada
anak laki-laki saya, bahwa semua kambing dirampas oleh
pasukan Bathriq. Si Bathriq aniaya itu menangkap istri saya untuk dimasukkan
ke rumahnya. Karena lama tidak keluar, anak laki-laki saya mendekati rumah itu.
Ternyata si Bathriq itu memperkosa istri saya. Anak saya berteriak minta
tolong, namun justru dihajar untuk dibunuh. Saya datang untuk menyelamatkan
anak dan istri, namun saya justu ditebas dengan pedang. Tangan saya putus
ketika menangkis pedang itu. Lihat ini potongan tangan saya.”
Lelaki itu menunjukkan potongan tangannya pada Raja
Mahan.
Kemarahan
Mahan meledak menakutkan
hadirin. Pada lelaki yang tergolong kaum Taklukan beragama Nashrani itu, Mahan
bertanya, “Kau tahu Bathriq
mana yang telah menganiaya kau?!.”
Lelaki itu berkata, “Ini orangnya!” Sambil menunjuk seorang.
Mata
Mahan melotot mengamati si
Bathriq dengan marah.
Si Bathriq marah karena dilaporkan pada atasannya. Sejumlah
Bathriq juga marah karena membela atasan mereka dan karena juga
dilaporkan.
Lelaki malang itu dihajar oleh kawanan Bathriq. Meskipun
telah terkulai dan bermandi darah, lelaki itu ditebas pedang, bahkan
dipotong-potong oleh kawanan Bahriq yang kesetanan.
Mahan
menyaksikan kekejaman itu
dengan matanya. Kemarahannya memuncak dan meledak-ledak, “Kalian hina! Demi
kebenaran Al-Masih kalian akan rusak! Kalian
ingin mengalahkan pasukan
Arab, namun perbuatan kalian memalukan! Tak takutkah kalian jika besok di hari
Kiamat dikisos? Allah juga akan menindak dan mengambil
kebaikan kalian, diberikan pada kaum yang memerintahkan kebaikan dan
menghalang-halangi kemungkaran? Demi
Allah derajat kalian di
hadapanku, seperti anjing-anjing! Kalian akan merasakan akibat penganiayaan
kalian ini semuanya, hingga kalian akan mendapatkan kehinaan!.”
Mahan
berpaling dari mereka dengan
wajah dan mata merah.
Majlis itu telah sepi, tinggal seorang bathriq yang mendekat dan
berbicara pada Mahan,
“Yang mulia, demi Allah pasukan
ini akan bernasib seperti yang tuan katakan. Kita akan kalah. Sungguh semalam
saya telah bermimpi melihat sejumlah lelaki turun dari langit, berkendaraan
kuda kelabu. Mereka mengelilingi pasukan Arab, dengan membawa pedang istimewa
yang terhunus. Kita berada di dekat mereka. Pasukan kita yang keluar dari
barisan, ditebas pedang oleh mereka, hingga kebanyakan pasukan kita tewas.”
Mahan
terperangah karena sebelumnya juga
ada seorang Bahriq, yang bermimpi seperti itu. Mulai dari sejak itu hingga
malam kelam, dia kesulitan tidur karena berpikir keras, mengenai yang harus
dilakukan atas pasukan Muslimiin.
Di pagi yang gelap itu, barisan pasukan Muslimiin telah rapi.
Mereka melihat pasukan Romawi bimbang dan grogi. Keyakinan mereka Akan Menang
semakin besar menguat. Walau begitu Abu
Ubaidah RA mengingatkan,
“Biarkan, jangan diserang! Menyerang orang lemah, kelakuan orang rendah!.”
Empat raja bawahan
Raja Mahan berkumpul:
1.
Raja Qanathir.
2.
Raja Jarjir.
3.
Raja Dirjan.
4.
Raja Qurin.
Empat raja itulah yang diperintah oleh Raja Mahan, agar memimpin pasukan
berjumlah lebih sejuta. Mereka berempat menunggu kehadiran Raja Mahan yang akan
dimintai Ijin Segera
Menyerang, atas pasukan
Arab.
Jawaban
Mahan mengejutkan, “Bagaimana mungkin saya akan menyerang kaum, dengan
pasukan Aniaya? Jika kalian hebat! Seranglah mereka untuk membela kerajaan dan
menyelamatkan wanita kalian!.”
Mereka menjawab, “Hari ini kami bertekat akan menyerang mereka.
Demi kebenaran Al-Masih! Mereka semua, akan kami sapu dari kota Syam! Meskipun untuk itu, kami harus mati! Sumpah
dan utuslah kami sekarang juga, agar menyerang mereka! Jika tuan ingin melihat
siapa kami berempat yang lebih lihai dalam memimpin perang, utuslah kami
bergantian! Agar bisa dinilai. Jika pasukan Arab kalah, harta mereka akan kami
rampas untuk dikembalikan lagi pada tempat semula. Hanya untuk sementara
peperangan diistirahatkan,
biar pasukan Arab sengsara.”
Mahan
berkata, “Ya! Usulan kalian
saya terima. Sekarang istirahatlah hingga saya kirim surat pada Raja Hiraqla
mengenai rencana ini.”
Amma ba’du: Yang mulia, saya berdoa semoga
Allah menolong tuan dan dan memberi kejayaan. Tuan telah mengutus saya memimpin
pasukan yang jumlah mereka tidak bisa dihitung. Saya telah bergerak menuju
halaman pasukan Arab untuk memberi makanan, namun mereka tidak mau menerima.
Saya telah minta damai, namun mereka tidak mau. Saya telah menyuap agar mereka
pergi, namun mereka bersikeras. Sungguh pasukan raja grogi sekali melihat
mereka. Saya takut jika rasa grogi ini berkembang, karena pasukan kami telah
melakukan sejumlah penganiayaan. Saya telah mengumpulkan orang-orang pandai
demi abadinya kerajaan tuan, untuk menyatukan
tekat bulat. Akhirnya kami sepakat:
1.
Akan menyerbu
mereka dengan serempak, dengan serbuan bertubi-tubi, sehari penuh.
2. Kami tidak boleh lari,
meskipun harus mati menerima Keputusan
Allah. Jika Allah nanti membuat musuh menglahkan kami, maka terimalah
keputusan Allah itu. Sadarilah bahwa dunia pasti akan menjauhi tuan. Jangan
menyesali yang lepas dari kekuasaan tuan. Jangan merasa memiliki sepenuhnya
pada yang tuan kuasai. Sekarang silahkan tuan mengungsi ke kastil dan negeri
tuan yang di Qusthanthiniyah (القسطنطينية).
Lindungilah rakyat tuan dengan baik, niscaya Allah berbuat baik pada tuan.
Sayangilah rakyat tuan, niscaya Allah menyayang tuan. Merendahlah karena Allah,
niscaya Allah mengangkat derajat
tuan. Allah
tidak senang kaum Sombong.
Sebetulnya pimpinan Arab bernama Khalid telah saya panggil untuk dibunuh, tapi
akhirnya saya menyadari bahwa pelaku kecurangan justru akan celaka. Akhirnya
saya menyadari bahwa pasukan
Arab akan menang, karena menegakkan Keadilan dan Kebenaran.
والسلام
Surat dilipat, lalu diberikan sejumlah orang, agar diantarkan pada
Raja Hiraqla.
Telah seminggu peperangan istirahat. Abu Ubaidah menyuruh sejumlah
mata-mata, agar mempelajari
penyebab pasukan Romawi tidak melancarkan serangan.
Selama sehari semalam mata-matanya pergi ke kubu Romawi.
Mata-mata melaporkan, “Karena Raja Mahan telah kirim surat pada Raja
Hirqla, dan sedang menunggu jawabannya.”
Khalid berkata, “Itu berarti Mahan takut kita! Sekarang mari kita
serbu!.”
Pasukan Muslimiin menyaksikan Abu
Ubaidah RA menjawab, “Jangan tergesa-gesa! Tergesa-gesa pengaruh Syaitan.”
Setelah istirahat perang telah delapan
hari, Mahan memanggil lelaki dari Lakhm (لَخْم)
untuk diperintah, “Menyusuplah pada kaum Arab
itu! Untuk mengumpulkan berita penting yang harus kau laporkan!.”
Mata-mata telah masuk ke pertengahan pasukan Muslimiin.
Mengumpulkan berita, selama sehari semalam. Tugas bisa dilakukan dengan baik, karena kaum Muslimiin
tidak ada yang mencurigai padanya.
Ternyata kaum Muslimin mementingkan kedamaian. Yang mereka amalkan: shalat, membaca Al-Qur’an, dan bertasbih. Tidak ada pertikaian maupun penganiayaan. Dia memberanikan diri mendekati Abu Ubaidah RA. Ternyata panglima perang itu justru kelihatan lemah. Terkadang Abu Ubaidah hanya duduk, terkadang berbaring. Jika waktu shalat tiba, Abu Ubaidah berwudhu; para Muadzin mengumandangkan Adzan. Abu Ubaidah mengimami shalat mereka.
Mata-mata heran ketika melihat gerakan shalat Abu Ubaidah diikuti
oleh jamaahnya. Lalu berkata dalam hati, “Ini ketaatan baik yang akan berdampak
kemenangan.”
Mata-mata kembali menghadap Mahan untuk melaporkan, “Yang mulia!
Ternyata mereka berpuasa di siang hari, shalat di malam hari. Memerintahkan
kebaikan, dan melarang perbuatan mungkar. Kalau malam seperti Rahib, kalau siang seperti
singa jantan. Mereka menegakkan hukum. Seandainya seorang tokoh mencuri, pasti telah dipotong
tangannya. Kalau ada yang zina,
pasti telah dirajam. Nafsu mereka dipaksa agar mengikuti kebenaran. Panglima
mereka justru seperti orang yang tak berdaya, tapi sangat ditaati. Yang menarik
perhatian, ketika mereka shalat:
Jika pimpinannya berdiri; semua berdiri. Jika duduk; semua duduk.
Hobi mereka justru berperang, cita-cita mereka Mati Syahid. Ternyata mereka
tidak segera menyerbu,
karena menunggu serangan kita."
Mahan berkata, “Mereka ada kemungkinan menang. Namun saya akan
melancarkan tipu muslihat atas mereka.”
Mata-mata bertanya, “Apa rencana tuan?.”
Mahan menjawab, “Bukankah kau sendiri yang telah berkata ‘mereka
takkan mendahului menyerang kita?’ Agar kita berbuat aniaya?.”
Mata-mata menjawab, “Betul.”
Mahan berkata, “Saya takkan menyerang mereka, untuk mengulur waktu, agar mereka lengah. Saat
itulah kita akan meyerang mendadak.”
Mahan mengumpulkan para pejabat tinggi, untuk membagikan panji
dan Salib. Membagi panji dan
Salib sejumlah 120, memakan waktu lama. Tiap tokoh yang diberi Salib, memimpin 10.000
pasukan, yang berderet memanjang
ke belakang.
Qanathir raja yang pangkatnya sama dengan Raja Mahan, menerima
Salib pertama kali. Dia ditugaskan memimpin pasukan sebelah kanan.
Salib kedua diberikan pada Raja Dirjan, yang diperintah agar memimpin kaum Armenia, Najed, Nubia, Rusia,
dan Shaqaliqah.
Salib ketiga diberikan pada putra saudara perempuan Mahan, yang
diperintah memimpin kaum Perancis, Hiraqliah, Qayashirah, Yarful, dan Dauqas.
Kepada Raja Jabalah yang memimpin kaum
Nashrani dari Lakhm, Judzam, Ghassan, dan Dhabbah, Raja Mahan memberi panji dan Salib.
Dan perintah jika terjadi peperangan, agar Jabalah yang menyerang pertama kali.
Pada Jabalah, Mahan berpesan, “Kalian kaum Arab; musuh kita kaum
Arab. Yang mematahkan besi, besi yang lebih kuat.”
Lalu Mahan membagi panji pada masing-masing barisan.
Ketika fajar telah menyingsing, dan ufuk timur memerah, tugas
Mahan telah selesai. Selanjutnya dia
perintah agar dibuatkan bangunan darurat, di atas gunung. Untuk
mengawasi pasukan Muslimiin dan pasukan Mahan sendiri. Tempat itu dijaga oleh
1.000 pasukan berkuda di kanannya, yang memanggul pedang terhunus. Di sebelah
kiri tempat itu, juga dijaga pasukan
berkuda, yang berjumlah sama, juga berpedang terhunus. Hanya pasukan berkuda
yang di kiri, para pejabat militer yang duduk di atas kursi.
Mahan berkata, “Pasti pasukan Arab, benci melihat kehebatan kita
ini! Persiapan kita lengkap, sedangkan mereka tak memiliki yang patut
dibanggakan! Jika kalian melihat mereka lengah! Seranglah dengan serempak dari
segala penjuru! Jumlah mereka sangat sedikit dibanding jumlah pasukan kita!.”
Pagi indah datang lagi; ufuk timur, disinari oleh sang fajar;
seorang lelaki menyerukan iqamat. Abu Ubaidah yang tak tahu bahwa
keamanannya terancam itu,
mengimami shalat subuh. Orang yang selalu menyerahkan urusannya pada Allah itu,
setelah membaca Al-Fatichah, membaca surat Al-Fajr. Dalam Surat Al-Fajr yang agung
itu Allah menanyakan pada Nabi
SAW mengenai:
1.
Apakah beliau
pernah mengerti Kisah Kaum Ad (Iram) yang
kekuatannya, mutlak tak ada manusia yang membandingi.
2.
Kaum Tsamud yang
mampu memotong batu besar di jurang.
3.
Kaum Firaun yang
memiliki pasak-pasak siksa. Kejahatan tiga kaum itu telah membuat sejumlah
penduduk negara menderita. Akhirnya Tuhan
Nabi menuangkan Cambuk Siksa atas mereka.
Bacaan yang indah menggetarkan itu aneh sekali. Dalam kekhusukan yang
penuh itu, Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin terkejut oleh suara misterius,
“Kalian akan menaklukkan lawan! Demi Tuhan kejayaan! Siasat yang mereka
lancarkan takkan bermanfaat sedikikitpun! Allah memberi kabar gembira ‘kalian
akan menang’ melalui Surat
yang dibaca oleh Imam kalian ini!.”
Abu Ubaidah dan pasukannya
menjalankan shalat dengan kekhusukan maksimal. Di rakaat kedua Abu Ubaidah
membaca Al-Fatichah dan Surat As-Syams. Pembacaan yang dilantunkan dengan memukau itu menggetarkan semua
Jamaah shalat subuh. Surat As-Syams berisi Sumpah Allah:
Demi matahari dan
terangnya
Demi bulan ketika
mendekatinya.
Demi siang apabila
menampakkannya
Demi malam ketika
menutupinya
Demi langit dan yang
membangunnya.
Demi bumi dan yang
menyempurnakannya
Demi jiwa dan yang
menyempurnakannya
Lalu memberikan ilham
jelek dan dan taqwanya
Sungguh beruntung orang
yang mensucikan dirinya
Dan sungguh rugi orang
yang membuat dirinya durhaka
Kaum Tsamut telah
mendustakan karena kedurhakaan mereka
Ketika itu lebih
celakanya mereka berbuat aniaya
Namun Rasulullah berkata
pada mereka
Perhatikan Unta Allah
ini dan minumannya
Namun mereka mendustakan
dia dan menyembelih unta
Akhirnya Tuhan mereka
menghancurkan meratakan mereka
Dan tak mengkhawatirkan
akibat mereka.
Lagi-lagi Abu Ubaidah dan pasukannya yang sedang khusuk di dalam shalat
subuh, terkejut oleh suara, “Kalimat harapan itu sempurna! Dan tindakan akan
segera terwujud. Ini sebagai pertanda yang pasti.”
Seusai shalat subuh pasukan Muslimiin riuh.
Abu Ubaidah bertanya, “Apakah kalian mendengar kalimat tadi?.”
Mereka menjawab, “Mendengar” dengan serempak.
Ada yang berkata, “Kami mendengar perkataan dalam dua rekaat
(‘begini begini’).”
Abu Ubaidah berkata, “Ini Bisikan Kemenangan!
Berbahagialah menyambut Petolongan Allah! Demi Allah, Allah akan menolong
kalian dengan mengujankan Cambuk
Adzab atas mereka, sebagaimana dulu
Allah pernah mengadzab bangsa kuno yang durhaka.”
Mereka memperhatikan Abu Ubaidah berkata, “Semalam saya bermimpi
yang saya takwilkan bahwa,
perang ini akan kita menangkan. Karena kita akan dibantu oleh para Malaikat.”
Muslimiin sama bertanya, “Mimpi itu bagaimana? Semoga Allah
berbuat baik pada tuan.”
Abu Ubaidah berkata, “Dalam mimpi itu, saya melihat kita di dekat musuh. Tiba-tiba kita dikerumuni oleh
sejumlah pasukan berwajah tampan,
berbusana putih. Busana mereka membiaskan cahaya yang menyilaukan mata. Mereka
bersurban hijau, membawa panji-panji berwarna kuning, berkuda kelabu. Mereka
berkata ‘kalian mampu mengalahkan mereka. Allah akan menolong kalian’.
Sejumlah pasukan kita dipanggil untuk diberi minum dari gelas yang
mereka bawa. Begitu pasukan kita menggempur, pasukan Romawi porak-poranda dan
berlarian.”
Mungkin suara misterius itu berasal dari malaikat chafadlah yang mendengarkan bacaan Al-Qur'an. Karena Abu Ubaidah dan kaumnya sangat dekat pada Allah, maka diberi inayah oleh Allah sehingga bisa mendengarkan seruan misterius itu.
BalasHapusSubhanalloh
BalasHapusHimmah jihad fisabilillah,dengan taqwa sebenar²nya taqwa, mk tiada musuh yg sanggup menghadapi org² muslim yg haq.
BalasHapus