(Bagian ke-185 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Bertemu Raja Filasthin
Amer berkata, “Nama saya Amer. Kami tergolong kaum Arab yang mulia.”
Filasthin berkata, “Ya Amer, berarti kita masih kerabat, kita tidak baik jika berperang.”
Amer menjawab, “Memang kita dari keturunan yang sama, dan agama kakek kita juga sama. Tapi kami kaum Arab dan kalian kaum Romawi.”
Filasthin berkata, “Ya Amer, berarti kita masih kerabat, kita tidak baik jika berperang.”
Amer menjawab, “Memang kita dari keturunan yang sama, dan agama kakek kita juga sama. Tapi kami kaum Arab dan kalian kaum Romawi.”
Filasthin berkata, “Ya Amer, kakek kita adalah Adam AS, Nuh AS, Ibrahim AS, Ishu bin Ischaq. Ischaq AS adalah saudara Ismail AS putra Ibrahim AS. Perkelahian antar saudara tidaklah baik, sebaiknya kita justru saling menolong.”
Amer menjawab, “Memang ucapanmu benar, Ishu dan kami satu keturunan, kakek kami Nabi Isma’il AS. Namun ketika Nabi Nuch AS murka pada putranya bernama Cham (حام), pernah membagi bumi untuk tiga putranya. Nuch AS juga memberi tahu para putranya bahwa keturunan Cham nantinya akan berperang hingga suatu zaman untuk memperebutkan tanah. Dan tanah yang kalian tempati ini bukanlah milik kalian, tanah ini dulunya milik kaum Amaliqah (العَمالِقة). Karena Nuch AS membagi bumi menjadi tiga: untuk Sam, untuk Cham, dan untuk Yafits (يافِثُ):
1. Sam kakek kau Arab mendapatkan bagian wilayah Yaman hingga Syam hingga Chadhramaut dan Ghassan. Bangsa Arab adalah kaum Qachthan, Thasem, Jadits, dan Imlaq yang menurunkan kaum Amaliqah. Kaum Amaliqah pernah berkuasa di Syam dalam waktu lama. Sedangkan kami kaum Arab Aribah yang mempertahankan bahasa Arab.
2. Cham mendapat bagian negri Al-Ghurab dan Assachil.
3. Yafits mendapatkan bagian negri Masyriq hingga Maghrib. Namun menurut Allah ‘sungguh bumi ini hakikinya milik Allah, akan diwariskan pada orang yang dikehendaki dari hambaNya. Dan buah kemenangan akan diperuntukkan secara khusus pada orang-orang taqwa’.[1] Kami datang kemari untuk menarik milik kami yang kalian kuasai berupa kota-kota dan sungai-sungai. Kami telah lama menderita di tanah gersang yang banyak duri dan bebatuannya.”
Filasthin marah wajahnya memerah. Dan berkata, “Pembagian wilayah telah berlangsung pada zaman dahulu. Jika kalian akan merebut wilayah ini, justru berarti kalian jahat. Kakek kami dulu tidak berniat mengusir kalian, tetapi kalian terusir karena akibat dari peperangan besar.”
Amer membentak, “Ya raja! Kau sendiri yang berkata bahwa peperangan besar yang memaksa kami tersingkir karena kemenangan kalian. Sekarang kami yang hidup menderita dengan makanan sederhana, juga akan memerangi kalian yang makanannya lezat. Kami takkan berhenti memerangi kalian hingga kalian lepaskan negri yang kalian tempati untuk kami. Agar kalian menjadi bawahan kami, agar kami bisa berteduh di bawah pohon tinggi yang bercabang-cabang dan berbuah lebat. Kalau kalian bersikeras, pasukan kami pasukan yang lebih senang berperang mengalahkan senangnya kalian ingin hidup dalam kebahagiaan.”
Untaian kalimat itu di telinga Filasthin bagaikan petir yang meledak bertubi-tubi. Kemarahannya yang memuncak membuat tubuhnya bergetar. Pasukan yang menunggu-nunggu jawaban, terperangah setelah Filasthin memandang mereka dan berkata, “Sungguh orang Arab ini benar. Demi Gereja-Gereja dan yang dikurbankan. Demi Al-Masich dan Salib-salib. Kita takkan mampu melawan mereka.”
Filasthin dan pasukannya mengamati Amer berkata, “Ya bangsa Romawi! Sungguh Allah telah mendekatkan kalian pada yang kalian cari. Masuklah pada agama Islam! Karena agama Islam adalah pilihan Allah.”
Setelah diam, Filasthin berkata, “Ya Amer, kami takkan memisahi agama kami yang ditetapi oleh kakek-kakek kami.”
Amer menjawab, “Kalau begitu kau dan kaummu agar menyerahkan pajak pada kami dengan hina.”
Filasthin berkata, “Saya takkan membayar pajak pada kalian, karena rakyat saya pasti tidak akan mau. Dulu ayah saya juga pernah akan menyerahkan pajak pada kaum Arab tapi justru akan dibunuh oleh rakyat melalui perwakilan para bathriq.”
Amer berkata, “Yang pasti saya telah melaksanakan perintah mengajak Islam pada kalian. Jalan yang harus kita tempuh selanjutnya, bertempur. Allah telah tahu bahwa saya telah mengajak kalian pada jalan selamat, namun kalian sendiri yang membandel. Dulu kakek kalian bernama Ishu juga menentang ibunya sehingga keluar dari rahim mendahului kakaknya bernama Nabi Ya’qub AS. Kalian mengatakan kita adalah satu keturunan, padahal kami lepas dari kalian menuju Allah karena kalian kufur pada Yang Maha penyayang. Kalian keturunan Ishu bin Ischaq AS, dan kami keturunan Isma’il bin Ibrahim AS. Allah telah mengangkat nabi kami SAW dari sebaik-baik nasab sejak Nabi Adam AS. Allah telah menjadikan keturunan Isma’il sebaik-baik kaum yang berbahasa Arab. Sedangkan Ischaq AS menggunakan bahasa ayahnya. Lalu Allah menjadikan kaum Kinanah sebagi sebaik-baiknya kaum. Lalu Allah menjadikan kaum Quraisy sebagai kaum yang terbaik. Dari kaum Quraisy itu yang paling baik adalah keluarga Hasyim. Keluarga besar Hasyim yang paling pilihan adalah keturunan Abdul-Muthallib. Dari keluarga Muthallib itulah lahirnya nabi kami bernama Muhammad SAW yang diberi wahyu sebagai rasul oleh Jibril AS. Jibril AS pernah berkata pada nabi SAW ‘saya telah mengelilingi bumi mulai timur hingga barat. Ternyata tak ada orang yang lebih utama daripada kau’.”
Aneh sekali; ketika Amer menjelaskan tentang Nabi Muhammad SAW, tubuh mereka melentur dan kelihatan takut, terutama Filasthin. Bahkan Filasthin berkata, “Kau betul, semua nabi pasti diutus dari keluarga yang terbaik dari kaumnya.” Lalu bertanya, “Hai Amer! Apa di antara pasukanmu ada yang berbicaranya mudah dipahami dan tangkas di dalam menjawab pertanyaan?.”
Amer menjawab, “Saya lebih senang membawa pasukan saya kemari untuk memaksa kau agar tunduk padaku.” Lalu bergerak cepat mendekat untuk mengendarai kudanya yang segera membawa lari meninggalkan tempat.
Ucapan, “Al-Hamdu lillah,” dari pasukan Muslimiin yang menunggu kedatangan Amer menggemuruh. Karena bersyukur atas kedatangan dan keselamatan panglima mereka.
Malam itu mereka berkumpul untuk mendengarkan Amer berceria tentang pembicaraannya dengan Filasthin.
Seusai mengimami shalat subuh, Amer menyiapkan pasukan untuk bertempur melawan pasukan Romawi di bawah pimpinan Raja Filasthin. Tenda-tenda kaum Muslimiin sama kosong karena penghuninya telah berkumpul dan berbaris di atas kuda.
[1] إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ [الأعراف/128].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar