Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/12/18

KW 164: Dakwah ke Negri Anthakiyah


 (Bagian ke-164 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Putra Rifaah yang bodoh juga ditawan bersama Rifaah. Namun dia tertarik pada kekafiran. Ketika ayah dia berdebat tentang ilmu dengan sang bathriq, adalah saat yang paling indah bagi dia. Dia terperangah menyaksikan kemewahan dan keramaian dalam perayaan itu. Yang paling menarik baginya adalah para wanita yang cantik molek menggiurkan. 

Dia mencium Salib untuk melakukan syirik, hingga Rifaah menangis sedih dan berkata, “Nak, kenapa kau kafir setelah iman? Kau tersingkir dari pintu gerbang sang Rohman? Kau mengkufuri yang menentukan segala aturan? Kau melawan kodrat baik untuk menjauhi hadirat Rohman? Saya menangis bukan hanya karena berpisah darimu, tetapi karena kita telah melewati jalan yang berbeda. Kau melewati jalan para Iblis bersama para rahib dan tokoh agama Nashani menuju neraka keenam. Saya mengikuti Muhammad SAW meniti jalan untuk bergabung pada arwah yang damai. Nak! Jangan tergiur dengan gebyar duniawi! Jangan mengikuti nafsu melalaikan akhirat! Apa alasan saya di hadapan yang Maha mulia Maha pemaksa nantinya? Nak, kau telah mempermalukan ayahmu yang beruban karena mengkufuri pada yang Maha Tahu segala rahasia. Nak! Kau telah tertipu oleh angan-anganmu! Saya heran kenapa kau bisa-bisanya merasa tenang berpisah dengan Muhammad Al-Mushthafa (محمد المصطفى) SAW? Nak! Kau akan minta syafaat pada siapa besok di hari kiamat? Kau tertipu oleh kekafiran hingga mengkufuri yang Maha Alim! Kau meninggalkan surga Naim menuju neraka Jachim! Apa kau tak malu pada Nabi Achmad SAW di hari kiamat nanti? Tak sadarkah kau bahwa ayahmu pagi ini susah karena kekufuranmu? Kau akan lari ke mana jika di hari yang dahsyat Allah memanggilmu? Dia akan murka ‘ya hambaKu! Kamu telah mengkufuri yang Maha Esa’. Hai anakku! Kini kau di dalam kehidupan yang hina! Sedangkan ayahanmu akan di dalam kejayaan yang baka.”
Seorang berkata pada Rifaah, “Hati putramu telah tertutup.”
Ikatan tangan putra Rifaah dilepas oleh sang bathriq. Lalu dia diperintah mencebur Air Amudiah (المعمودية). 

Sejumlah ulama dan tokoh Nashrani mengelilingi untuk mengolesi dia, parfum Bakhur. 
Seorang bathriq menyerahkan kuda gagah, gadis sangat menawan dan rumah mewah. 
Anak murtad itu diperintah agar bergabung pada Pasukan Raja Jabalah.

Sang bathriq berkata, “Hai kaum Arab! Kenapa kalian tidak masuk agama kami seperti ini?.” 
Mereka menjawab, “Karena agama kami yang benar, dan keyakinan kami tak tergoyahkan. Kalau kami takkan murtad meskipun harus dibunuh.” 
Sang bathriq membentak, “Kalian akan diusir oleh Al-Masih agar tersingkir.” 
Rifaah menjawab, “Allah yang tahu 'mana di antara kita' yang diusir jauh dari rahmat Allah.”

Hiraqla bertanya, “Hai kaum Arab! Kami mendapat laporan bahwa 'khalifah kalian' berbusana jelek yang ditambal. Padahal sudah mendapatkan harta kekayaan dari kami yang sangat banyak? Mestinya dia berbusana seperti raja?.” 
Rifaah menjawab, “Karena tujuan dia yang paling utama adalah akhirat.” 
Hiraqla bertanya, “Bagaimana bentuk rumah dinas yang dia tempati?.” 
Rifaah menjawab, “Dari bata yang direkatkan dengan tanah. Tidak dikawal oleh pasukan, sehingga Kaum Faqir dan miskin berani menemui.” 
Hiraqla bertanya, “Alas dia dari apa?.” 
Rifaah menjawab, “Keadilan dan kenyamanan.” 
Hiraqla bertanya, “Singgasananya dari apa?.” 
Rifaah menjawab, “Akal sehat dan keyakinan yang benar.” 
Hiraqla bertanya, “Dasar Kerajaannya apa?.” 
Rifaah menjawab, “Zuhud dan aturan sehat.” 
Hiraqla bertanya, “Apa kekayaan yang diandalkan?.” 
Rifaah menjawab, “Berdekatan pada Rabbul aalamiin.” 
Hiraqla bertanya, “Siapa saja Pasukan Tempurnya?.” 
Rifaah menjawab, “Kaum yang mentauhidkan Allah. Tak tahukah kau bahwa Kaum Umar bertanya ‘yang mulia, baginda telah merebut kekayaan para kaisar Romawi dan telah menundukkan para Bathriq maupun raja-raja Persia. Kenapa berpakaian sangat sederhana?.” 
Beliau menjawab, “Kalian menghendaki perhiasan duni yang nyata, sedangkan saya menghendaki pada Tuhan dunia dan akhirat. Dan mendalil ‘alladziina in makkannaahum fil ardhi aqaamus shalaata wa aatuz zakaata wa amaruu bil maruufi wa nhau anil munkar’.”[1]

Hiraqla perintah agar para tawanan Muslimiin dimasukkan ke dalam penjara dekat biara Qisan. Lalu keluar menuju pasukannya. Hiraqla naik panggung, lalu ditutup pagar oleh para bathriq, untuk dilindungi. Lalu dia menaiki kuda untuk mengelilingi Pasukan Berkudanya yang melaut. 

Ketika akan kembali ke istana, Hiraqla terkejut oleh datangnya pasukan berkuda berwajah ketakutan. Pasukan pengawal raja bertanya pada mereka, “Ada apa?.” 
Hiraqla dan pasukan pengawalnya mengamati mereka menjawab, “Jisrul-Chadid kita telah dikuasai dan dilewati oleh pasukan Arab." 
Hiraqla terkejut dan jantungnya berdetak cepat, bagai kentongan dipukul bertalu-talu. Dia makin yakin bahwa kerajaannya akan segera direbut oleh Kaum Arab. 
Dia bertanya, “Bagaimana mungkin Kaum Arab bisa menguasai Jisrul-Chadid yang dijaga oleh 300 Bathriq kuat berpasukan banyak?.” 
Mereka menjawab, “Yang mulia, memang jembatan itu diserahkan oleh pasukan kita yang paling depan.”  


[1] الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ [الحج/41]. 
Artinya: Orang-orang yang jika mereka Kami beri tempat di dalam bumi, menetapi shalat, menunaikan zakat, amar maruf dan mencegah dari kemungkaran. Dan milik Allah lah akibat segala perkara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar