Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/12/07

KW 159: Dakwah ke Negeri Athakiyah



 (Bagian ke-159 dari seri tulisan Khalid bin Walid)


Meskipun 200 pasukan Muslimiin ditawan oleh lawan, tetapi pasukan yang membawa rampasan perang selamat sampai Madinah.
Banyak orang menangis karena rombongan yang datang, melaporkan musibah yang menimpa kaum Muslimiin, pada Umar RA.

Tak lama kemudian Masjid dipenuhi oleh kaum Muslimiin.
Rabach pimpinan rombongan memasuki Masjid untuk mengucapkan salam pada Rasulallah dan Abu Bakr, di dalam kubur. Lalu shalat dua rakaat.
Rabach datang untuk bersalaman dan mencium tangan Umar, lalu menyerahkan surat Abu Ubaidah RA.
Umar membaca di hadapan kaum Muslimiin. Setelah surat selesai dibaca, Masjid dipenuhi suara tahlil, takbir dan shalawat untuk nabi SAW, menggemuruh. 

Umar menerima 1/5 rampasan perang kiriman dari Abu Ubaidah, lalu menulis surat balasan. Surat yang diantar oleh Rabach itu berisi perintah agar Abu Ubaidah segera pergi ke Anthakiyah.


Setelah surat diterima, Abu Ubaidah segera berangkat ke Anthakiyah

Di tempat yang beda, Yuqana dan Jabalah dikawal oleh pasukan berjumlah banyak sekali menuju Anthakiyah, membawa putri Hirqla.
Seorang memacu kuda dengan kecepatan tinggi menghadap Hirqla, untuk melaporkan bahwa rombongan putrinya akan segera tiba, bersama Yuqana yang membawa 200 tawanan perang dari Arab. 

Hiraqla akan merayakan kedatangan putrinya dengan besar-besaran. Seluruh kerajaan dan kotanya dihias agar semarak. Para pedagang dipersilahkan menggelar dagangan. Hari itu semua rakyatnya bergembira, terutama kaum fakir. Karena mendapatkan hadiah melimpah. Yang paling membuat mereka bahagia, ketika menyaksikan Raja Hiraqla dan kemenakannya berbusana mewah gemerlapan, bersama para pasukan pengawal. 
Upacara agung itu disaksikan oleh lautan manusia, dengan mata terperangah. 
Kursi agung untuk Putri Zitunah telah dipersiapkan.
Di depan sang putri, kaum yang paling diperhatikan oleh Allah dan para malaikat, yakni para sahabat Rasulillah SAW yang tangan mereka diikat erat, dikerumuni oleh sejumlah bathriq, dicemooh dan diludahi.

Putri Zaitunah menjadi pusat perhatian lautan manusia, memasuki Istana Hiraqla. 
Para sahabat Rasulillah SAW yang diikat penjadi perhatian Tuhan Rohman. 
Jabalah dan Yuqana memasuki istana, diiringi oleh sejumlah pengawal. 
Para sahabat Rasulillah SAW didatangkan dengan tangan terikat. 
Sejumlah orang kerajaan berteriak, “Bersujudlah ke lantai! Untuk menghormat Raja yang mulia!.” 
Namun para shahabat itu mengabaikan perintah. Padahal semua pejabat tinggi kerajaan telah bersujud pada Hiraqla. 
Pimpinan pengawal Raja Hiraqla membentak, “Semuanya agar bersujud pada Raja! Sebagai penghormatan!.” 
Dhirar menjawab, “Kami diharamkan bersujud pada makhluq. Nabi kami SAW melarang demikian!.”

Al-Chakam bin Mazin (الحكم بن مازن) yang saat itu menjadi pelaku sejarah, berkisah:
Ketika Dhirar dan teman-temannya dihadapkan pada Hiraqla, Hiraqla bertanya pada mereka tanpa penerjemah. Hiraqla sengaja membuat para bathriq dan para pengawalnya mendengarkan perkataannya. Pertanyaan Hiraqla berkisar Saat Nabi SAW Mulai Berjaya. Hiraqla pernah mengumpulkan para bathriq dan pasukan pengawal untuk menyatakan, “Inilah nabi utusan yang pernah diberitakan oleh Isa bin Maryam AS. Dialah sahabat waktu yang agamanya apasti akan Berjaya, hingga memenuhi Timur dan Barat.” 
Waktu itu Hiraqla akan memberikan pajak pada nabi SAW. Namun dia justru akan dibunuh oleh para bathriq dan pasukan pengawal. Mereka reda setelah Hiraqla menjelaskan bahwa tujuannya hanyalah untuk perdamaian bagi semuanya.

Beberapa orang terkejut oleh pertanyaan Raja Hiraqla pada Dhirar dan teman-temannya, “Siapa yang akan menjawab petanyaan saya tentang ilmu?.” 
Dhirar dan teman-temannya menunjuk, “Qais bin Ashim Al-Anshari (قيس بن عاصم الأنصاري) RA.”
Qais lelaki tua yang telah lama menjadi sahabat nabi SAW. Dia telah menyaksikan sejumlah Mukjizat, dan telah bergabung dalam sejumlah peperangan SAW. Dia berkata, “Silahkan Raja menanyakan apa saja.” 
Hiraqla bertanya, “Bagaimanakah Wahyu datang pada nabi kalian?.” 
Qais menjawab, “Dulu pernah ada lelaki Makkah bernama Al-Charits bin Hisyam (الحارث بن هشام) yang bertanya tentang ini. Dia bertanya ‘bagaimanakah Wahyu daang pada baginda?’. 
Rasulullah SAW bersabda ‘terkadang Wahyu datang padaku menyerupai suara lonceng. Ini wahyu yang lebih berat dari lainnya. Malaikat pergi namun saya sudah memahami Wahyu itu. Terkadang malaikat yang datang untuk memberi wahyu, menjelama lelaki, untuk mengatakan yang saya pahami’.
Qais berkata ‘sungguh beliau pernah mendapat Wahyu di musim hujan yang sangat dingin. Namun ketika malaikat pergi; pelipisnya bercucuran keringat’. Awal Wahyu yang diterima oleh Rasulillah SAW berupa mimpi kebenaran ketika beliau tidur. Mimpi yang datang selalu berbentuk munculnya sinar subuh. Lalu beliau senang menyendiri di gua Hira (حِرَاء) untuk beribadah beberapa malam. Akhirnya malaikat datang pada beliau, untuk berkata ‘membacalah!’.
Beliau bersabda ‘saya sejak dulu tidak bisa membaca’. 
Malaikat memeluk erat padanya hingga beliau capek, lalu melepaskan dan berkata ‘membacalah!’. 
Beliau bersabda ‘saya sejak dulu tidak bisa membaca’. 
Malaikat memeluk erat padanya hingga beliau capek, lalu melepaskan dan berkata ‘membacalah!’. 
Beliau bersabda ‘saya sejak dulu tidak bisa membaca’.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar