Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/10/23

BB 1: Bedah Bukhari

Image result for ‫البخاري‬‎




Abdur Rohman bin Abi Laila (عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي لَيْلَى) termasuk Tabiin yang sangat agung. Karena agungnya, maka semua ucapannya dibenarkan oleh murid-muridnya yang jumlahnya banyak sekali. 
Allahumma rahmati dan ampunilah Bukhari, yang telah menyusun kitab tershahih sejagad setelah Al-Qur’an

Bukhari mencatat mengenai, "Kajian Ayat" yang membahas iddah janda melahirkan, ditinggal wafat oleh suami.
Kajian ini dibahas oleh enam orang agung:
1.   Abu Salamah.
2.   Muhammad bin Sirin.
3.   Ibnu Abbas.
4.   Abu Hurairah.
5.   Ummu Salamah istri Rasulillah SAW.
6.   Ibnu Masud RA: صحيح البخاري ـ م م - (ج 6 / ص 155)

بَاب وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا } وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ وَاحِدُهَا ذَاتُ حَمْلٍ
4909 - حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبُو هُرَيْرَةَ جَالِسٌ عِنْدَهُ فَقَالَ أَفْتِنِي فِي امْرَأَةٍ وَلَدَتْ بَعْدَ زَوْجِهَا بِأَرْبَعِينَ لَيْلَةً فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ آخِرُ الْأَجَلَيْنِ قُلْتُ أَنَا { وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ } قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَنَا مَعَ ابْنِ أَخِي يَعْنِي أَبَا سَلَمَةَ فَأَرْسَلَ ابْنُ عَبَّاسٍ غُلَامَهُ كُرَيْبًا إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ يَسْأَلُهَا فَقَالَتْ قُتِلَ زَوْجُ سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةِ وَهِيَ حُبْلَى فَوَضَعَتْ بَعْدَ مَوْتِهِ بِأَرْبَعِينَ لَيْلَةً فَخُطِبَتْ فَأَنْكَحَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ أَبُو السَّنَابِلِ فِيمَنْ خَطَبَهَا وَقَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ قَالَ كُنْتُ فِي حَلْقَةٍ فِيهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي لَيْلَى وَكَانَ أَصْحَابُهُ يُعَظِّمُونَهُ فَذَكَرُوا لَهُ فَذَكَرَ آخِرَ الْأَجَلَيْنِ فَحَدَّثْتُ بِحَدِيثِ سُبَيْعَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ فَضَمَّزَ لِي بَعْضُ أَصْحَابِهِ قَالَ مُحَمَّدٌ فَفَطِنْتُ لَهُ فَقُلْتُ إِنِّي إِذًا لَجَرِيءٌ إِنْ كَذَبْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ وَهُوَ فِي نَاحِيَةِ الْكُوفَةِ فَاسْتَحْيَا وَقَالَ لَكِنْ عَمُّهُ لَمْ يَقُلْ ذَاكَ فَلَقِيتُ أَبَا عَطِيَّةَ مَالِكَ بْنَ عَامِرٍ فَسَأَلْتُهُ فَذَهَبَ يُحَدِّثُنِي حَدِيثَ سُبَيْعَةَ فَقُلْتُ هَلْ سَمِعْتَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ فِيهَا شَيْئًا فَقَالَ كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ أَتَجْعَلُونَ عَلَيْهَا التَّغْلِيظَ وَلَا تَجْعَلُونَ عَلَيْهَا الرُّخْصَةَ لَنَزَلَتْ سُورَةُ النِّسَاءِ الْقُصْرَى بَعْدَ الطُّولَى { وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ }.
Arti (selain isnad)nya:
Mengenai, “Wa ulaatul achmaali ajalahunna an yadhana chamlahunna waman yattaqillaaha yajal lahuu min amrihhi yusraa {وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا}. 
Artinya:
Dan para pemilik kandungan, tempo (iddah) mereka, jika melahirkan kandungan mereka. Barangsiapa bertaqwa pada Allah, (Allah) menjadikan perkaranya mudah untuknya. [Qs Atthalaq : 4].

Seorang lelaki datang pada Ibnu Abbas yang sedang duduk berdampingan dengan Abu Hurairah RA. Lelaki itu berkata, “Berilah saya fatwa, tentang wanita melahirkan setelah 40 malam, dari wafat suaminya?.”
Ibnu Abbas berkata, “Dia harus melaksanakan iddah akhir dua tempo.” (Tempo pertama), 4 bulan 10 hari, dari kematian suami. (Tempo kedua) Atau hingga melahirkan.
Abu Salamah menyangkal, merujuk Firman Allah, “Wa ulaatul achmaali ajalahunna an yadhana chamlahunna waman yattaqillaaha yajal lahuu min amrihhi yusraa {وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا}.”
Artinya:
Dan para pemilik kandungan, tempo (iddah) mereka, jika melahirkan kandungan mereka. Barangsiapa bertaqwa pada Allah, (Allah) menjadikan perkaranya mudah, untuknya.
Abu Hurairah berkata, “Saya sefaham dengan anak saudaraku, yakni Abu Salamah.” 
Ibnu Abbas mengutus pelayannya bernama Kuraib, agar bertanya pada Ummu Salamah istri Rasulillah SAW, yang segera menjawab, “Suami Subaiah Al-Aslamiyah (سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةِ) wafat dibunuh; Subaiah sedang hamil tua. Dan dia melahirkan, 40 hari setelah kematian suaminya. Dia pun dilamar, maka Rasulallah SAW menikahkan dia. Konon Abussanabil (أَبُو السَّنَابِلِ) termasuk yang melamar dia."
Muhammad bin Sirin (مُحَمَّد بْن سِيرِينَ) berkata, “Saya pernah mengikuti pengajian yang dipimpin oleh Abdur Rohman bin Abi Laila (عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي لَيْلَى). Seorang Tabi yang rajin beribadah itu, sangat diagung-agungkan oleh para muridnya. Para muridnya menyampaikan pertanyaan, yang dia menjawab ‘jika wanita melahirkan ditinggalkan wafat oleh suami, maka iddahnya, akhir dua tempo’, (seperti penjelasan Ibnu Abbas RA di atas). Sontak saya menjelaskan 'Hadits Subaiah binti Al-Charits (سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةِ)' yang saya dapatkan dari Abdullah bin Utbah.
Sontak sebagian murid Abdur Rohman menyuruh saya diam. Saya pun segera sadar bahwa dia sangat agung, di mata para muridnya. (Dengan sopan), saya segera berkata ‘jika saya berani berbohong mengatas namakan Abdullah bin Utbah guru saya, berarti saya lancang lidah di wilayah Kufah’. 
Sontak Abdur Rohman grogi karena jawaban saya. Dia berkata ‘tapi (Abdullan bin Masud (عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ)) paman dia, tidak berpendapat demikian itu’. 
Saya menemui Abu Athiyah Malik bin Amir (أَبُو عَطِيَّةَ مَالِكَ بْنَ عَامِرٍ) untuk menanyakan ‘Hukum tersebut. Ternyata dia juga menjelaskan 'Hadits Subaiah'.
Kepadanya, saya bertanya ‘betulkah kau mendengar penjelasan tentang itu, dari Abdullah bin Masud?’.
Abu Athiyah berkata ‘kami pernah berada di sisi Abdullah bin Masud’. Dia menjelaskan ‘masyak kalian memberatkan pada dia (janda), tidak memberi hukum yang nyaman untuknya. Niscaya Surat Annisa yang pendek (سُورَة الطَّلَاق) turun setelah Surat Annisa yang panjang (سُورَة الْبَقَرَة)’. Maksud dia, dalam Surat Thalaq dijelaskan, “Wa ulaatul achmaali ajalahunna an yadhana chamlahunna waman yattaqillaaha yajal lahuu min amrihhi yusraa {وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا}.”
Artinya:
Dan para pemilik kandungan, tempo (iddah) mereka, jika melahirkan kandungan mereka. Barangsiapa bertaqwa pada Allah (Allah) menjadikan perkaranya mudah untuknya.”

Yang perlu dicatat:
1.   Suami Subaiah bernama Sadu bin Khaulah (سَعْدَ بْنَ خَوْلَةَ).
2.   Orang sehebat Ibnu Abbas Sahabat Nabi SAW yang ilmunya melaut, dan Abdur Rohman yang diagung-agungkan oleh muridnya, pernah juga keliru menghukumi. Hukum wanita melahirkan setelah suaminya wafat ini, dibahas oleh enam orang hebat: Abu Salamah murid Ibnu Abbas RA,  Muhammad bin Sirin, Abdur Rohman, Ibnu Abbas, Ummu Salamah istri Rasulillah SAW, dan Ibnu Masud RA.
4.   Lafal ‘fathanah (فَطَانَة)’ dan ‘fafathintu (فَفَطِنْتُ)’, yang di sini diartikan, “Saya pun segera sadar,” berasal dari kata yang sama. Biasanya diartikan cerdas atau pandai membawa diri. Namun arti paling tepat dalam kalimat ini, “Saya pun segera sadar,” berdasarkan kontek yang ada.
5.   Iddah wanita hamil yang ditinggal mati oleh suami adalah, ketika melahirkan. sebagaimana fatwa Abdullah bin Masud, dan Ummu Salamah  RA, istri Rasulillah SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar