Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/09/03

KW 123: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-123 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Walau begitu Hind bintu Utbah masih menyaksikan adanya pasukan berkuda Muslimiin yang lari kencang ke belakang menghindari serangan musuh. Bahkan dalam rombongan itu ada suaminya bernama Abu Sufyan.
Hind bintu Utbah berteriak, “Kalian akan lari ke mana? Akan meninggalkan Allah dan surga-Nya kah? Padahal saat ini Allah justru sedang melihat kalian?.”
Hind bintu Utbah bergerak cepat untuk memukul wajah kuda suaminya dengan tongkat lalu berteriak, “Hai putra Shakhr! Mau ke mana? Berperanglah untuk melebur dosa ketika kau dulu pernah menggerakkan kaum untuk menyerang Rasulallah SAW!.”

Zubair bin Al-Awwam (الزبير بن العوام) berkisah:
Begitu saya mendengar ucapan Hind, saya ingat peristiwa Perang Uhud, saat saya di hadapan Rasulillah SAW. Abu Sufyan dan pasukan Muslimiin lainnya pun kembali maju lagi, bahkan para wanita Muslimaat banyak yang turun untuk berperang. 
Ada beberapa wanita Muslimaat yang maju ke depan membawa tongkat dan mengamuk di antara kaki-kaki kuda. Bahkan ada wanita Muslimah yang menyerang musuh berkuda yang tinggi besar. Wanita itu memegangi dengan erat dan menyerang dengan garang hingga musuh itu jatuh dari kudanya lalu dihajar hingga tewas. Wanita itu berkata, “Ini bukti bahwa Allah menolong kaum Muslimiin.” [1]

Pasukan Muslimiin menyerang dengan garang pada pasukan Romawi, dengan tekat mencari keridhoan Allah dan Rasul-Nya SAW. Dentingan pedang dan hiruk-pikuk mereka menghapus sepi.  
Suku Al-Azd berperang bersama Abu Hurairah RA. Suku inilah yang paling banyak korbannya sebagai syuhada, karena yang pertama kali diserang dengan ganas oleh pasukan Romawi yang melaut.
Peperangan paling seru yang di bagian sayap kanan pasukan Muslimiin. Terkadang mereka mundur karena terdesak, terkadang maju untuk menyerang. 
Khalid terkejut karena mereka telah terdesak mundur menuju tengah karena serangan yang membabi-buta. Dia berteriak agar pasukan khususnya yang berjumlah sekitar 6.000 itu menyerang. 
Serangan pasukan Khalid yang membabi-buta dan bertubi-tubi membuat pasukan Romawi berhamburan kabur, kecuali yang tewas oleh tebasan pedang atau tusukan tombak. Khalid berteriak hingga serangan pasukannya yang ganas membuat sisa-sisa pasukan Romawi kabur untuk bergabung dengan pasukan induk di belakang.
Khalid berteriak, “Hai orang iman dan Islam! Hai penganut Al-Qur’an! Hai para sahabat Rasulillah SAW! Kalian telah menyaksikan pasukan Romawi morat-marit berkat pertolongan Allah! Ayo diserbu lagi! Semoga Allah menyayang kalian! Demi yang menguasai Khalid! Saya yakin kalian akan mampu mengalahkan mereka!.”
Pasukan Muslimiin hiruk-pikuk dari segala penjuru meminta agar Khalid memimpin lagi pada serangan mematikan: “Menyeranglah! Kami akan mendampingimu.”
Khalid mengayunkan pedang lalu bergerak maju untuk menyerang dengan garang; sejumlah pasukan mendampingi dia melawan. 
Pasukan Romawi yang diserbu berantakan berhamburan bagai kawanan kambing ketakutan singa jantan yang akan memangsa. Serangan utama Khalid ditujukan pada bagian sayap kanan pasukan Romawi, yang tak lama kemudian sama tewas berguguran dan kabur. 
Pasukan Romawi yang disatukan dengan rantai lah yang tidak berlari. Mereka membawa busur untuk melindungi pasukan mereka dengan anak panah.
Beruntung sekali saat itu Jarjir dan Qanathir dua raja Romawi berselisih dan bersitegang. Raja Jarjir pemimpin pasukan sayap kanan, membawahi kaum Armenia. Raja Qanathir berkedudukan di bawah Raja Jarjir, memimpin pasukan sayap kiri.
Jarjir membentak Qanathir, “Serbulah kaum Arab itu! Jangan tenang-tenang!.”
Qanathir membalas bentakan, “Kok kau justru perintah saya!? Sedangkan kau juga hanya tenang-tenang?!.”
Jarjir membentak lebih keras, “Kau saya perintah karena kau bawahanku!.”
Qanathir menentang, “Kau salah! Saya lah yang berhak memimpinmu! Justru kau yang harus taat pada saya!.”
Dua raja itu berdebat keras. Walau begitu Jarjir menggerakkan pasukan untuk menyerang pasukan Muslimiin yang terdiri dari kaum Kinanah, Qais, Khatsam, Judzam, Qudhoah, Amilah, dan Ghassan. Pasukan Muslimiin yang berada di sayap kiri dan tengah itu kini terdesak mundur jauh. Hanya pasukan pembawa bendera yang bertahan melawan dengan membabi-buta. Mereka yang sama berlari dikejar oleh pasukan Romawi. 
Ketika pasukan berkuda Muslimiin berlari jauh ke belakang, disambut oleh para wanita dengan pukulan tongkat yang mendarat pada wajah kuda, dan dengan lemparan batu. Para wanita itu berteriak, “Hai umat Islam! Kalian akan lari kemana? Apakah ibu-ibu, saudara-saudara perempuan, anak-anak lelaki dan perempuan ini, akan kalian serahkan pada kaum kafir?.”
Bentakan wanita Muslimaat itu berpengaruh besar sekali pada pasukan berkuda yang tadinya berlari ke belakang. Mereka memutar kuda dan berembuk untuk menyerang lagi. Mereka memacu kuda untuk menyerbu lagi.
Qatamah bin Asy-yam Al-Kinani (قتامة بن أيشم الكناني) tergolong pimpinan pasukan Muslimiin. Dia mengamuk hingga dua pedangnya patah. 
Ketika lawan bergerak menjauh; dia menyerang mereka dengan tombaknya. Tiga tombaknya telah dipatahkan oleh musuh; namun semangat juangnya tak surut. Tombak pasukannya dipinjam untuk mengamuk lagi. Ketika lawan sama kabur, dia membaca syair:
Saya akan menyerang anjing-anjing jalang
Akan kupukul dengan pedang
Saya ingin membuat Rasulallah SAW ridha
Nabi SAW yang menunjukkan pada Al-Huda

Qatamah mengamuk bagai orang kesetanan hingga musuh sama berhamburan dan berguguran. Serangannya sangat ganas, tetapi keganasan pedangnya dipatahkan oleh pedang musuh yang jauh lebih kuat: “Tang!.”
Tiap kali pedangnya patah, berkata pada temannya, “Beri saya  pedang! Agar kau diberi pahala oleh Allah!.”
Keringatnya bercucuran, dan semangatnya tidak surut.
Qatamah berteriak, “Hai orang-orang Qais! Rebutlah pahala dan tabahlah! Tabah akan membuahkan kejayaan dan kemuliaan di dunia. Dan membuahkan rahmat serta keutamaan di akhirat. ‘Bersabar dan selalulah bersabar, dan terus-meneruslah dalam beramal, dan bertaqwalah pada Allah, agar kalian berbahagia’.”[2]
 
Kaum Qatamah mentaati perintah Qatamah, menyerang dengan garang atas pasukan Romawi yang dipimpinan oleh Raja Qanathir. Peperangan berkecamuk menggila; dentingan pedang; tusukan tombak; tangkisan perisai; teriakan; bentakan; jeritan, riuh; ribut membisingkan telinga.
Khalid dan 2.000 pasukan berkuda meninggalakan ribuan mayat berserakan yang tewas. Dia mendengar seorang Muslim berteriak, “Semoga Allah membalas baik dan mensyukuri kebaikan Qatamah bin Asy-yam (قتامة بن الأيشم) yang telah berjuang untuk Islam.”[3]
Dzirah bintu Al-Charits (ذرعة ابنة الحارث) mengira Khalid lari ke belakang karena takut serangan musuh. Dzirah turun dari gunung untuk menghadap Khalid. Di hadapan Khalid, dia nasehat, “Hai putra Al-Walid! Kau lelaki Arab yang pemberani!? Kenapa berlari? Pasukan pasti akan mengikuti pimpinan. Jika pemimpin tabah, pasti mereka juga tabah. Jika kau berlari, pasti mereka juga berlari.”
Khalid menjawab, “Saya tidak berlari sama sekali.”
Dzirah berteriak, “Hai orang-orang yang berlari meninggalkan pimpinannya! Allah akan mempermalukan kalian!.” 
Abdur Rohman putra Abu Bakr RA berkata, “Ketika Khalid menyerang di depan, kami berada di belakangnya. Sandi kami saat itu kalimat ‘ya Muhammad, ya manshur, ummatuk’
Serangan Khalid yang dahsyat membelah dan menggugurkan sejumlah lawan yang diterjang. Serangan yang bertubi-tubi itu tak dihentikan hingga kami maju terus sampai ke pertengahan musuh dan bertemu Raja Dirjan. 
Dirjan membawa Salib gemerlapan dari jauhar menempati tempat yang telah ditentukan oleh Raja Mahan. Pasukan Dirjan menunggu perintah agar mereka menyerang pasukan Muslimiin.” 
Sejumlah bathriq bawahan Raja Dirjan terkejut melihat Khalid dan pasukannya mengamuk dan maju terus hingga ke petengahan mereka. Mereka mendatangi Dirjan untuk memohon, “Yang mulia! Marilah kita menyerang mereka bersama-sama.”
Dirjan perintah, “Seranglah mereka!” Lalu perintah seorang agar membalut kepalanya dengan sutra Dibaj agar tidak melihat peperangan itu. “Ngeri! Saya tak mau melihat,” katanya.
Pasukan Raja Dirjan terdesak dan berguguran; Dhirar bergerak cepat untuk membunuh Dirjan.

Pimpinan tertinggi lautan pasukan Romawi bernama Raja Mahan menyadari keadaan sayap kanan dari pasukannya terancam. Dia berteriak, “Serbu!.”
Sejumlah pasukan Romawi menyerbu pasukan Muslimiin. Seorang lelaki tinggi besar dari Romawi berkuda putih tinggi, muncul. Dia berjalan ke tempat yang luas untuk menantang perang satu lawan satu. 
Seorang pemuda dari suku Al-Azd muncul untuk mengabulkan tantangannya. Namun pemuda itu gugur setelah diserang dengan beberapa jurus. 
Ketika lelaki berkuda itu menantang perang lagi, Muadz bin Jabal bergerak untuk mengabulkan tantangannya. Langkah kuda Muadz terhenti oleh teriakan Abu Ubaidah, “Hai Muadz! Demi kebenaran Rasulillah SAW saya minta agar kau bertempat di situ saja! Saya lebih bangga kau di situ membawa panji daripada berkelahi melawan dia.”[4]
Muadz mundur dan berteriak, “Siapa berani melawan dia! Silahkan mengendarai kuda saya dan mempergunakan pedang saya!.”
Putra Muadz yang belum baligh bernama Abdur Rohman maju dan berkata, “Ayah, saya yang akan melawan.”
Abdur Rohman menerima pedang dan mengendarai kuda lalu berkata, “Saya akan berjuang untuk membunuh dia agar mendapat anugrah dari Allah. Jika saya nanti tewas, semoga Ayah mendapat keselamatan. Kalau Ayah ingin menyampaikan pesan pada Rasulillah SAW, akan saya sampaikan pada beliau.”
Dengan berlinang air mata Muadz berkata, “Sampaikan salam saya pada baginda. Katakan pada baginda ‘semoga Allah membalas kebaikan atas jasa baginda pada umat baginda!’.”[5] Lalu berkata, “Hai anakku, semoga Allah memberi kau bimbingan menuju yang Dia ridhoi dan Dia senangi.”
Abdur Rohman bin Muadz berangkat mengendarai kuda ayahnya. 
Beberapa orang terkejut melihat pedang Abdur Rohman bergerak cepat untuk menebas musuhnya. Musuhnya menghindar lalu mendekat dan menebaskan pedangnya pada kepala Abdur Rohman. Abdur Rohman menghindar tapi terlambat. Surban dan kepalanya robek hingga berdarah banyak. Abdur Rohman yang sempoyongan dikira akan tewas, sehingga dibiarkan saja. Ternyata Abdur Rohman yang bermandi darah itu membelokkan kudanya untuk dipacu menuju ayahnya.
Muadz bertanya, “Bagaimana lukamu, Nak?.”
Abdur Rohman menjawab, “Orang kafir itu telah menyerang saya.”
Muadz bertanya, “Apa yang kau harapkan dari dunia yang hina ini, Nak?,” sambil mengobati luka putranya.
Abdur Rohman akan menyerang lagi, namun keluarga besar Al-Azd melarang.
Muadz bertanya, “Siapa yang akan meneruskan melawan dia?.”
Amir bin Atthufail Addausi (عامر بن الطفيل الدوسي) muncul. Dia tergolong orang yang bertugas membawa panji, yang pernah mendampingi Khalid dalam Perang Yamamah.
Di dalam perang Yamamah itulah dia bermimpi melihat wanita menjumpainya agar dia memasuki farji di celah pahanya. Anak laki-laki Amir akan mengikuti masuk; namun Amir bangun dari tidurnya. 
Ketika dia menceritakan dan menanyakan takwil mimpi itu pasukan Muslimiin, tak seorang pun bisa menjawabnya.
Amir berkata, “Saya sendiri yang akan menakwilkan mimpi ini.”
Orang-orang bertanya, “Apa artinya?.”
Amir bertanya, “Berarti saya akan tewas. Saya memasuki farji wanita, artinya memasuki bumi. Anak laki-laki saya akan mengikuti saya masuk, artinya anak saya akan terkena musibah hingga tewas dan menyusulku.”
Namun begitu pada waktu Perang Yamamah berlangsung, Amir tidak menyandang luka meskipun telah berperang mati-matian. 
Di dalam Perang Yarmuk, dia ikut berperang lagi. Bahkan bertekat membunuh lelaki yang telah melukai kepala putra Muadz bernama Abdur Rohman. 
Kudanya dipacu agar mendekati bathriq yang diincar itu. Tombak kesayangan yang telah dibawa perang berkali-kali itu patah oleh tebasan pedang sang bathriq. Amir menghunus pedang untuk ditebaskan sekuat tenaga pada pundak sang bathriq: “Crak!” Tahu-tahu pundak itu terbelah bahkan hingga isi perut sang batriq berhamburan bersama darah tumpah. Bathriq roboh dari kudanya bermandi darahnya sendiri. Amir menangkap dan melemparkan mayat sang bathriq pada putranya, lalu kembali lagi ke tengah medan pertempuran untuk mengamuk kekanan dan ketengah, lalu kekiri.
Amukan Amir diteruskan hingga berhasil memporak-porandakan lawan dan menewaskan seorang berkuda. Dialah tokoh besar pasukan Romawi.
Langkah kaki kuda Amir terhenti oleh datangnya Raja Jabalah bin Aiham berkendaraan kuda tampan besar. Busana perang Jabalah bagian luar, sutra Dibaj yang gemerlapan karena dihiasi emas. Di balik baju gemerlapan itu terdapat baju perang kebanggaan yang diwaris turun-temurun sejak dari raja-raja Tubak (Yaman) yang mashur
Bagi kaum Arab Nashrani Ghassan, munculnya Raja Jabalah berhelm perang gemerlapan, sangat menarik perhatian. Kuda Jabalah itu tak mungkin dilepas dengan harga setinggi apapun, karena kuda kebanggaan itu bersilsilah yang jelas sebagai keturunan kuda kaum Ad kaumnya Nabi Hud AS. 
Jabalah bertanya pada Amir, “Siapakah kau?.”
Amir menjawab, “Orang Daus.”
Jabalah berkata, “Berari kita masih kerabat. Mundurlah jangan berambisi membunuh saya!.”
Amir menjawab, “Saya telah mengenalkan diri! Kau siapa?.”
Jabalah berkata, “Saya pimpinan tertinggi kaum Ghassan! Nama saya Jabalah bin Aiham Al-Ghassani (جبلة بن الأيهم الغساني)! Adanya saya kemari karena melihat kau telah membunuh bathriq bertubuh besar dan hebat ini. Kehebatan dia dalam urusan tempur sebanding dengan Raja Mahan dan Raja Jarjir. Karena kehebatanmu itulah maka saya geregetan ingin membunuhmu. Mayatmu akan kupersembahkan pada Raja Mahan dan Raja Hiraqla.” 
Amir berkata, “Mengenai besarnya tubuh dan kehebatan bathriq itu dalam urusan perang, sebetulnya sangat remeh dibanding kehebatan Allah yang telah dan akan menumpas raja-raja aniaya. Mengenai rencanamu akan membunuh saya untuk dipersembahkan pada Hiraqla dan Mahan; saya juga berencana membunuhmu untuk saya persembahkan pada Tuhan seluruh alam.”
Amir bergerak cepat menyerang Jabalah yang telah siap menangkis dan menyerang. Tebasan pedang Amir meleset karena dihindari; tebasan pedang Jabalah memotong ujung kepala hingga mendarat lagi ke belikat Amir: “Crak!.”
Amir roboh bersimbah darah lalu diinjak-injak oleh Jabalah. 
Jabalah membusungkan dada dan menantang perang pada Muslimiin lainnya. 
Putra Amir bernama Jundab muncul untuk membalaskan kematian ayahnya. Jundab menghadap untuk menyerahkan panji pada Abu Ubaidah dan berkata, “Yang mulia, ayah saya telah dibunuh. Saya ingin membalaskan kematiannya. Serahkanlah panji ini pada orang kepercayan kau dari Daus.”
Abu Ubaidah menerima panji untuk diberikan pada lelaki dari Daus. Jundab bergegas mendatangi Jabalah sambil membaca syair tantangan perang:
Kubertekat diriku kuserahkan untuk berjihad selamanya
Karna berharap ampunan Tuhan yang mulia
Pedangku akan saya tebaskan pada lawan yang ada
Tuk memberantas penguasa aniaya hina
Karena keabadian surga adalah nyata
Untuk semua yang bertaqwa

Jundab menggertak Jabalah, “Hai yang telah membunuh ayahku! Jangan lari! Kau akan saya bunuh!.”
Jabalah bertanya, “Hubunganmu dengan dia sebagai apanya?.”
Jundab membentak, “Anaknya!.”
Jabalah bertanya, “Kenapa kaummu membunuh bangsa dan kelurga kalian sendiri yang hukumnya haram?.”
Jundab menjawab, “Berperang di Jalan Allah adalah terpuji menurut Allah, dan akan mendapatkan derajat surga yang tinggi.”
Jabalah mencibir dan berkata, “Saya tidak sudi berkelahi denganmu.”
Jundab membentak, “Tetapi saya takkan kembali karena marah atas gugurnya ayahku. Saya akan membalaskan kematiannya, meskipun harus mati!“ Lalu bergerak cepat menyerang Jabalah yang telah mempersiapkan tangkisan dan serangan balasan.
Jundab dan Jabalah berwajah dan bermata merah, melotot. Hati Jabalah berdebar saat menyaksikan serangan Jundab yang ganas sekali membuat dirinya terdesak. Kawan-kawan Jundab berteriak; para pasukan Jabalah juga berteriak. 
Luar biasa, amukan Jundab yang menggila membuat Jabalah kuwalahan dan mundur ke belakang lagi. Para pasukan Jabalah berkata, “Pemuda yang menyerang raja kita ini luar biasa. Agar raja kita tidak kalah kita harus segera menolongnya.”
Kaum Ghassan telah bersiap-siap membantu Jabalah, raja mereka yang kuwalahan menghadapi serangan Jundab. 
Pasukan Muslimiin senang; namun Abu Ubaidah menangis dan berdoa, “Inilah orang yang menyerahkan dirinya di Jalan Allah. Ya Allah terimalah perjuangannya.” 
Pedang Jundab menebas Jabalah; pedang Jabalah menebas keras hingga menggugurkan Jundab. 
Jablah menginjak-injak mayat Jundab dan membusungkan dada sambil menantang perang. Namun pasukannya memohon agar dia mundur. Jabalah mundur dengan sombong menuju naungan Salibnya. 
Lalu datang pada Raja Mahan untuk menerima penghargaan. 
Gugurnya Amir dan puranya yang bernama Jundab membuat pasukan Muslimiin terutama kaum Daus marah. Mereka berteriak, “Surga! Surga! Balaskan kematian pimpinan kita.”
Kaum Al-Azd juga mendukung, “Betul! Ayo kita balaskan!.”
Dua kaum dari pasukan Muslimiin itu menyerbu kaum Nashrani Ghassan, Lakhm, dan Judzam. 
Abu Ubaidah berteriak mengingatkan, “Hai semuanya! Bergegaslah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga![6] Dan agar kalian bisa memeluk bidadari bermata indah di dalam surga Naim. Tidak ada tempat yang lebih menyenangkan bagi Allah untuk kalian daripada ini tempat. Dan sungguh orang-orang sabar diutamakan oleh Allah mengalahkan yang lainnya!.” 
Setelah Abu Ubaidah menyampaikan nasehat, kaum Al-Azd dan Daus semakin kompak dalam melancarkan serangan mematikan. Agar tidak keliru mengenai teman atau musuh, mereka menyepakati bersandi lafal, “Surga!.”
Sandi dari 41.000 pasukan berkuda Muslimiin ada tujuh macam:
1.     Abu Ubaidah sandinya, “Amit.”
2.     Jamaah Abs, “Ya lal Abs.”
3.     Jamaah Yaman, “Ya Anshar Allah.”
4.     Khalid dan pasukannya, “Ya Chizb Allah.”
5.     Jamaah Chimyar, “Al-Fatch.”
6.     Jamaah Darim dan Sakasik, “Asshabr.”
7.     Jamaah Murad, “Ya Nashr Allah, anzil.”
 
Kaum Nashrani Ghassan, Lakhm, dan Judzam morat-marit ketika diserbu dengan sengit oleh pasukan Muslimiin dari Daus dan Al-Azd. Mereka lari terbirit-birit menuju Salib agar mendapat perlindungan. 
Seorang lelaki Muslim menyerang lelaki Nashrani pembawa Salib berkuda. Serangannya yang ganas berhasil menewaskan dan menggugurkan lawan dari kudanya.
Ketika pasukan Nashrani Ghassan berlarian menuju Salib, pasukan Muslimiin menyerbu dengan sengit hingga berhasil menewaskan dari mereka banyak sekali.


[1] Nama Zubair bin Al-Awwam saat itu sangat masyhur, karena pada zaman Perang Uhud lah yang diperintah oleh Rasulallah SAW untuk menggerakkan pasukan berkuda Muslimiin melawan Khalid bin Al-Walid. Selain itu dia juga termasuk 10 orang yang dipastikan masuk surga berdasarkan sabda Rasulillah SAW. Abu Dawud meriwayatkan: سنن أبي داود - (ج 12 / ص 254)
4031 - حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ النَّمَرِيُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحُرِّ بْنِ الصَّيَّاحِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَخْنَسِ
أَنَّهُ كَانَ فِي الْمَسْجِدِ فَذَكَرَ رَجُلٌ عَلِيًّا عَلَيْهِ السَّلَام فَقَامَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ فَقَالَ أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي سَمِعْتُهُ وَهُوَ يَقُولُ عَشْرَةٌ فِي الْجَنَّةِ النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ مَالِكٍ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَلَوْ شِئْتُ لَسَمَّيْتُ الْعَاشِرَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَسَكَتَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَقَالَ هُوَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ
Arti (selain isnad)nya:
Dari Abdur Rohman bin Al-Akhnas (عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَخْنَسِ). Sungguh dia pernah di dalam Masjid. Ternyata di dalamnya ada lelaki yang menggunjing Ali AS. Sontak Said bin Zaid berdiri untuk berkata, “Saya bersaksi atas Rasulillah SAW bahwa sungguh saya pernah mendengar beliau bersabda ‘sepuluh orang di dalam surga: 1), Nabi di dalam surga. 2), Abu Bakr di dalam surga. 3), Umar di dalam surga. 4), Utsman di dalam surga. 5), Ali di dalam surga. 6), Thalchah (طَلْحَةُ) di dalam surga. 7), Zubair bin Al-Awwam di dalam surga. 8), Saed bin Malik di dalam surga. 9), Abdur Rohman bin Auf di dalam surga’. Kalau saya mau bisa saja menyebutkan orang yang kesepuluh.”
Orang-orang bertanya, “Siapa dia?.” Said diam.
Mereka bertanya, “Siapa dia?.”
Said menjawab, “Dialah Said bin Zaid.”
[2] اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [آل عمران/200].
[3] Dalam Futuchus-Syam dijelaskan: فتوح الشام - (ج 1 / ص 160)
فرأى الناس يقولون جزى الله قتامة بن الأيشم خيراً عن الإسلام شكره وجزاه خيراً
[4] Mungkin Muadz tidak tahu bahwa bersumpah menggunakan selain Nama Allah terlarang.
[5] Dalam Futuchus-Syam dijelaskan: فتوح الشام - (ج 1 / ص 161)
فقال له معاذ: يا بني أقرئه مني السلام وقل له: جزاك الله عن أمتك خيرا
[6] سَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ [آل عمران/133].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar