(Bagian ke-108 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Keberanian yang di Luar Logika
Di saat yang mendebarkan itu Abu Ubaidah sedang berbincang-bincang dengan
Ubadah bin Shamit mengenai yang telah diperdebatkan dengan Raja Jabalah.
Pasukan Muslimiin terkejut oleh datangnya pasukan Raja Jabalah yang terdiri
dari kaum Arab Nashrani. Pasukan Muslimiin sama ribut karena kedatangan mereka
yang berjumlah banyak sekali. Abu Ubaidah berteriak, “Hai Muslimiin semua! Kaum
Arab Nashrani telah datang kemari untuk menyerang kita! Bagaimana sebaiknya?.”
Pasukan Muslimiin menjawab, “Kami akan melawan dengan harapan semoga Allah
menolong kita menaklukkan mereka dan lainnya.”
Sejumlah pasukan Muslimiin telah siaga penuh dengan senjata; namun Khalid
bin Al-Walid berteriak, “Tunggu! Semoga Allah menyayang kalian! Akan saya makar
dulu agar mereka celaka.”
Khalid berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia! Kaum Arab Nashrani berjumlah
banyak sekali! Jika kita lawan kita kewalahan. Saya akan mengutus seorang agar
menyampaikan jawaban kita pada mereka, untuk menjebak dan menghancurkan mereka
dan kaum musyrik umumnya dengan cepat. Namun jika mereka bersikeras akan
memerangi kita; kita justru akan menghadapi mereka dengan pasukan berjumlah
sedikit, dengan kedahsyatan Allah azza wa jalla.”
Abu Ubaidah terkejut dengan pandangan yang di luar dugaan itu, dan berkata,
“Hai ayah Sulaiman! Laksanakanlah keinginanmu.”
Khalid memanggil Qais bin Saed, Ubadah bin Shamit, Jabir bin Abdillah, Abi
Ayub. Di hadapan mereka Khlid berkata, “Hai penolong-penolong Allah dan
Rasul-Nya! Pasukan Arab Nashrani yang keluaga kalian sendiri ini akan memerangi
kalian! Datangilah mereka dan ajaklah berbicara agar mereka menggagalkan serangan!
Jika berhasil ya sudah! Namun jika gagal! Pedangku dan pedang kalian kita
tebaskan pada mereka.”
Sesampai di tujuan, Khalid dan kawan-kawannya melihat pasukan Jabalah
sedang berkemas-kemas mempersiapkan perjalanan untuk mendekat dan menyerang
pasukan Muslimiin. Jabir bin Abdillah bereriak, “Hai orang Lakhm, Ghasan, dan
Judzam! Kami datang kemari untuk bersilatur rahim pada kalian.”
Raja Jabalah mempersilahkan pasukan Muslimiin memasuki tendanya yang paling
mewah di antara tenda-tenda lainnya. Untuk itu, pasukan Muslimiin harus menyeberangi
kerumunan orang banyak sekali, untuk menuju tenda utama yang terbuat dari sutra
Dibaj berlantai permadani berbahan sutra kuning. Raja Jabalah dikelilingi dan
dihormat oleh raja-raja bawahannya.
Raja Jabalah berkata, “Hai para putra paman! Kalian masih keluarga dan
kerabat kami. Saya dan pasukan saya berasal dari lautan pasukan yang berada di
sana, yang rencananya akan memerangi kalian. Namun seorang pria dari kalian telah
menjumpaiku dan berbicara kasar padaku. Sekarang apa tujuan kalian kemari?.”
Yang pertama menjawab Jabir, “Hai anak paman! Jangan menindak kami karena
ucapan saudara kami. Agama kami memang mengutamakan kebenaran dan nasehat.
Nasehat pada kau hukumnya wajib, karena sebagai famili dan kerabat. Kedatangan
kami untuk mengajak kau masuk Islam agar seagama dengan kami, agar hak dan
kewaiban kita sama. Agama kami mulia, nabi kami suci.”
Raja Jabalah berkata, “Saya tidak senang Islam, saya cinta agama saya. Hai
kaum Aus dan Khazraj!. Kalian cinta agama kalian; kami cinta agama kami, agama
kita terserah kita.”
Jabir menjawab, “Jika kau tidak mau keluar dari agamamu menyingkirlah dari
peperangan ini! Agar kami merampungkan dan memenangkan peperangan ini! Jika
kami telah menang silahkan kau masuk Islam! Akan kami terima sebagai keluarga
dan saudara. Kalau kau tidak mau Islam; kami akan menarik pajak darimu,
selanjutnya kau boleh pulang ke rumah.”
Jabalah berkta, “Jika saya tidak memerangi kalian lalu ternyata kalian
ditaklukkan kaum Romawi, saya pasti tidak akan aman bertempat tinggal di
negriku. Karena kaum Romawi telah mengutus agar saya memerangi kalian. Mereka
telah mengangkatku sebagai pimpinan tertinggi kaum Arab. Kalau saya masuk agama
kalian, pasti saya dipandang hina oleh mereka dan rakyatku akan meninggalkanku.”
Jabir berkata, “Jika kau tidak menerima tawaran kami; kami akan membunuhmu
jika telah memenangkan peperangan. Sekarang menyingkirlah! Karena pedang kami
bisa membelah kepala dan mematahkan tulang! Berperang melawan selain kalian
lebih kami senangi daripada dengan kalian.”
Tujuan kaum Anshar menakut-nakuti, agar Jabalah menyingkir pergi; namun
Jabalah bersikeras dan berkata, “Demi kebenaran Al-Masih dan Salib! Saya akan
memerangi kalian untuk kaum Romawi! Meskipun kalian adalah keluarga kami
sendiri yang jumlahnya memenuhi bumi.”
Qais bin Sa’ed berkata, “Hai Jabalah! Kau ingin syaitan bersarang di hatimu
agar menjerumuskanmu ke dalam neraka hingga kau binasa?! Sungguh tujuan kami
mengajak kau masuk Islam karena demi kerabat. Kalau kau membangkang, akan menyaksikan
serangan kami yang dahsyatnya mampu membuat anak kecil menjadi beruban!.”
Qais bergerak cepat dan berteriak pada pasukan Muslimiin, “Bersiaplah untuk
berperang dengan barakah dan pertolongan untuk mentaati Allah!. Jabalah lah
yang jauh dari rahmat!.”
Jabalah segera mempersiapkan senjata; kaum Anshar berlari dengan kuda untuk
melaporkan pada Abu Ubaidah dan Khalid bin Al-Walid RA, mengenai Jabalah yang
bersikeras akan memerangi pasukan Muslimiin.
Khalid berteriak, “Demi kehidupan yang telah dijalani oleh Rasulullah tuan
besar para rasul SAW! Niscaya Jabalah akan menyaksikan sungguh pada serangan
kita.”[1]
Khalid berkata lagi, “Hai Muslimiin semuanya! Ketahuilah bahwa jumlah
mereka 60.000 pasukan berkuda dari Arab Nashrani. Mereka pasukan syaitan. Jumlah
kita Pasukan Berkuda Rohman 30.000 orang. Kalau kita memerangi pasukan Jabalah
dengan seluruh pasukan ini maka tugas kita terlalu ringan. Tetapi yang akan
menghadapi mereka semua hanyalah beberapa jagoan saja.”
Abu Sufyan
bin Charb (أَبُو سُفْيَانَ بْنُ حَرْب) berkata pada Khalid, “Kau ditolong oleh
Allah hai ayah Sulaiman. Sungguh pandanganmu telah tepat! Maka laksanakanlah!
Tunjuklah siapa saja yang ditugaskan di antara kami.”
Pasukan
Muslimiin memandang Khalid berkata, “Saya berencana mengutus tigapuluh pasukan
berkuda agar masing-masing orang memerangi 2.000
pasukan berkuda Arab Nashrani.”
Semua pasukan Muslimiin terbengong-bengong
mendengar keputusan Khalid yang di luar akal. Mereka menyangka itu gurauan
Khalid. Yang pertama kali bertanya Abu Sufyan, “Hai putra Walid! Ini serius
atau gurauan?.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar