Abu Qilabah dan Anbasah, murid Anas bin Malik RA. Tetapi Anbasah mengakui bahwa Abu Qilabah ‘lebih Dhabith’ mengenai Hadits Al-Qasamah daripada dirinya. Bukhari meriwayatkan tentang ini.
Dalam
Pengajian Akbar yang diselenggarakan oleh raja terbesar sejagad di Syam,
tersingkap Mutiara Hikmah yang tidak pernah diketahui oleh
kebanyakan orang. Tentu saja hal itu membuat Raja (terbesar sejagad) Umar bin Abdil-Aziz dan Umaroul Ajnad, bahkan
umumnya hadirin, terkesima. [1]
Awalnya Abu Qilabah menunjukkan Mutiara Hikmah, ditentang keras oleh
keluarga raja. Tetapi akhirnya menang dalam berhujah, karena dia benar-benar
menguasai (Dhabith) pada Dalil yang disampaikan.
Umar bin Abdil-Aziz, raja pengganti Sulaiman bin Abdil-Malik, pada tahun 99 Hijriah
(716 M), karena usulan Roja bin Chaiwah (رجاء
بن حيوة). [2]
Umar bin Abdil-Aziz sangat Wirai (hati-hati di dalam menentukan
kebijakan). Karena rajin mengaji, pada masa pemerintahannya banyak Mutiara Hikmah yang terungkap, sehingga agama Islam
benar-benar hidup. Termasuk Mutiara Hikmah yang terungkap saat itu, 'Hukum Membunuh Orang Iman ‘dengan dasar sumpah 50 Penuduh’.
Sejak zaman Jahiliah, seorang yang dituduh, "Telah membunuh orang" dengan sumpah 50 orang, bisa didenda 100 unta.
Sejak zaman Jahiliah, seorang yang dituduh, "Telah membunuh orang" dengan sumpah 50 orang, bisa didenda 100 unta.
Sekitar tahun 7 Hijriah Nabi SAW juga menyatakan, “Kalau 50
orang kalian berani bersumpah bahwa kaum Yahudi itu telah membunuh saudara
kalian, mereka akan saya tarik denda (100 unta).”
Atas
dasar Sabda itu, banyak yang salah dalam Beristimbath
(menyimpulkan hukum), yakni
beranggapan bahwa sumpah 50 penuduh, bisa dijadikan alasan membunuh atau
menghukum orang yang dituduh. Penyimpulan hukum itu terungkap kesalahannya pada
zaman Umar bin Abdil-Aziz, di dalam pengajian akbar. Berkat kepandaian (keDhabithan) Abu Qilabah, murid Anas bin Malik RA.
Bukhari
meriwayatkan 'Pengajian Akbar' itu, di dalam kitab shahihnya. Saat itu Pengajian
dihadiri oleh pejabat tinggi yang disebut Umaroul
Ajnad atau Ruusul Ajnad. Diperkirakan yang menghadiri pengajian saat itu, ratusan ribu:
6899- حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ إِسْمَاعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ الأَسَدِيُّ ، حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ ،
حَدَّثَنِي أَبُو رَجَاءٍ مِنْ آلِ أَبِي قِلاَبَةَ ، حَدَّثَنِي أَبُو قِلاَبَةَ
أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ أَبْرَزَ سَرِيرَهُ يَوْمًا لِلنَّاسِ ثُمَّ
أَذِنَ لَهُمْ فَدَخَلُوا فَقَالَ مَا تَقُولُونَ فِي الْقَسَامَةِ قَالَ نَقُولُ
الْقَسَامَةُ الْقَوَدُ بِهَا حَقٌّ وَقَدْ أَقَادَتْ بِهَا الْخُلَفَاءُ قَالَ
لِي مَا تَقُولُ يَا أَبَا قِلاَبَةَ وَنَصَبَنِي لِلنَّاسِ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ عِنْدَكَ رُؤُوسُ الأَجْنَادِ وَأَشْرَافُ الْعَرَبِ أَرَأَيْتَ
لَوْ أَنَّ خَمْسِينَ مِنْهُمْ شَهِدُوا عَلَى رَجُلٍ مُحْصَنٍ بِدِمَشْقَ أَنَّهُ
قَدْ زَنَى لَمْ يَرَوْهُ أَكُنْتَ تَرْجُمُهُ. قَالَ : لاَ قُلْتُ أَرَأَيْتَ
لَوْ أَنَّ خَمْسِينَ مِنْهُمْ شَهِدُوا عَلَى رَجُلٍ بِحِمْصَ أَنَّهُ سَرَقَ
أَكُنْتَ تَقْطَعُهُ وَلَمْ يَرَوْهُ قَالَ : لاَ قُلْتُ فَوَاللَّهِ مَا قَتَلَ
رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَطُّ إِلاَّ فِي إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ
رَجُلٌ قَتَلَ بِجَرِيرَةِ نَفْسِهِ فَقُتِلَ ، أَوْ رَجُلٌ زَنَى بَعْدَ
إِحْصَانٍ ، أَوْ رَجُلٌ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَارْتَدَّ ، عَنِ
الإِسْلاَمِ فَقَالَ الْقَوْمُ أَوَلَيْسَ قَدْ حَدَّثَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَطَعَ فِي السَّرَقِ وَسَمَرَ الأَعْيُنَ ثُمَّ
نَبَذَهُمْ فِي الشَّمْسِ فَقُلْتُ أَنَا أُحَدِّثُكُمْ حَدِيثَ أَنَسٍ ،
حَدَّثَنِي أَنَسٌ أَنَّ نَفَرًا مِنْ عُكْلٍ ثَمَانِيَةً قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ
اللهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعُوهُ عَلَى الإِسْلاَمِ فَاسْتَوْخَمُوا الأَرْضَ
فَسَقِمَتْ أَجْسَامُهُمْ فَشَكَوْا ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه
وسلم قَالَ : أَفَلاَ تَخْرُجُونَ مَعَ رَاعِينَا فِي إِبِلِهِ فَتُصِيبُونَ مِنْ
أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا قَالُوا بَلَى فَخَرَجُوا فَشَرِبُوا مِنْ
أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا فَصَحُّوا فَقَتَلُوا رَاعِيَ رَسُولِ اللهِ صلى الله
عليه وسلم وَأَطْرَدُوا النَّعَمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمْ فَأُدْرِكُوا فَجِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ بِهِمْ
فَقُطِّعَتْ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ وَسَمَرَ أَعْيُنَهُمْ ثُمَّ نَبَذَهُمْ
فِي الشَّمْسِ حَتَّى مَاتُوا قُلْتُ وَأَىُّ شَيْءٍ أَشَدُّ مِمَّا صَنَعَ
هَؤُلاَءِ ارْتَدُّوا ، عَنِ الإِسْلاَمِ وَقَتَلُوا وَسَرَقُوا فَقَالَ
عَنْبَسَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَاللَّهِ إِنْ سَمِعْتُ كَالْيَوْمِ قَطُّ فَقُلْتُ
أَتَرُدُّ عَلَيَّ حَدِيثِي يَا عَنْبَسَةُ قَالَ : لاَ وَلَكِنْ جِئْتَ
بِالْحَدِيثِ عَلَى وَجْهِهِ وَاللَّهِ لاَ يَزَالُ هَذَا الْجُنْدُ بِخَيْرٍ مَا
عَاشَ هَذَا الشَّيْخُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ قُلْتُ وَقَدْ كَانَ فِي هَذَا سُنَّةٌ
مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم دَخَلَ عَلَيْهِ نَفَرٌ مِنَ الأَنْصَارِ
فَتَحَدَّثُوا عِنْدَهُ فَخَرَجَ رَجُلٌ مِنْهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ فَقُتِلَ
فَخَرَجُوا بَعْدَهُ فَإِذَا هُمْ بِصَاحِبِهِمْ يَتَشَحَّطُ فِي الدَّمِ
فَرَجَعُوا إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ
صَاحِبُنَا كَانَ تَحَدَّثَ مَعَنَا فَخَرَجَ بَيْنَ أَيْدِينَا فَإِذَا نَحْنُ
بِهِ يَتَشَحَّطُ فِي الدَّمِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ
بِمَنْ تَظُنُّونَ ، أَوْ تَرَوْنَ قَتَلَهُ قَالُوا نَرَى أَنَّ الْيَهُودَ
قَتَلَتْهُ فَأَرْسَلَ إِلَى الْيَهُودِ فَدَعَاهُمْ فَقَالَ آنْتُمْ قَتَلْتُمْ
هَذَا ؟ قَالُوا : لاَ قَالَ أَتَرْضَوْنَ نَفَلَ خَمْسِينَ مِنَ الْيَهُودِ مَا
قَتَلُوهُ فَقَالُوا مَا يُبَالُونَ أَنْ يَقْتُلُونَا أَجْمَعِينَ ثُمَّ
يَنْتَفِلُونَ قَالَ أَفَتَسْتَحِقُّونَ الدِّيَةَ بِأَيْمَانِ خَمْسِينَ مِنْكُمْ
قَالُوا مَا كُنَّا لِنَحْلِفَ فَوَدَاهُ مِنْ عِنْدِهِ قُلْتُ وَقَدْ كَانَتْ
هُذَيْلٌ خَلَعُوا خَلِيعًا لَهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَطَرَقَ أَهْلَ بَيْتٍ
مِنَ الْيَمَنِ بِالْبَطْحَاءِ فَانْتَبَهَ لَهُ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَحَذَفَهُ
بِالسَّيْفِ فَقَتَلَهُ فَجَاءَتْ هُذَيْلٌ فَأَخَذُوا الْيَمَانِيَ.
Arti (selain isnad)nya:
Pada Abu Roja (أَبُو رَجَاءٍ), Abu Qilabah bercerita, “Sungguh Umar bin
Abdil-Aziz pernah mengeluarkan singgasana (dari balairung), untuk menerima
kehadiran rakyat (Jamaah Pengajian Akbar).
Beliau
mempersilahkan agar rakyat masuk (aula), dan bertanya, “Bagaimana kalian
berpandangan ‘kedudukan Qosamah’ di dalam hukum?.”
Para
hadirin menjawab, “Penarikan denda (100 unta dari tertuduh), atas dasar Qosamah, benar. Sungguh para Khalifah
telah menarik denda (100 unta dari tertuduh) dengan dasar qosamah.”
Umar
bin Abdil-Aziz berkata, “Bagaimana menurutmu tentang pengertian ini, ya Aba Qilabah?” Sambil menyuruh Abu Qilabah berdiri, agar dilihat oleh
pejabat dan rakyat.
Abu
Qilabah menjawab, “Ya Amiral
Mukminiin, di sisi tuan, Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ
الأَجْنَادِ) dan para tokoh masyarakat. Bagaimana
pandangan tuan kalau 50 orang dari mereka menyampaikan persaksian bahwa
‘seorang lelaki berstatus nikah di Damaskus, telah berzina’. Namun mereka tidak
menyaksikan sendiri (tidak ada buktinya). Beranikah baginda merajam lelaki
tertuduh itu?.”
Umar
menjawab, “Tidak berani.”
Abu
Qilabah bertanya, “Bagaimana
pendapat baginda, kalau 50 orang, menyampaikan persaksian (dengan besumpah)
bahwa ‘lelaki di Chims (Homs) telah mencuri’. Apakah tuan berani memotong
tangan orang tertuduh itu? Padahal 50 penuduh yang bersumpah itu, tidak
menyaksikan (menunjukkan bukti)?.”
Beliau
menjawab, “Tidak berani.”
Abu
Qilabah berkata, “Demi Allah,
Rasulullah SAW pun mutlak belum pernah membunuh orang iman, kecuali karena tiga
perkara:
1.
Telah
membunuh secara nyata.
2.
Berzina setelah setatus nikah.
3.
Memerangi Allah dan Rasul-Nya dan murtad dari Islam.”
Sejumlah
kaum membantah Abu Qilabah,
“Bukankah Anas bin Malik RA, pernah menyampaikan Hadits ‘sungguh Rasulullah SAW telah
memotong (tangan) dan menyelaki mata kaum (dengan besi panas), lalu membuang mereka
ke terik matahari, karena kasus pencurian?’.”
Abu
Qilabah menjawab, “Justru saya yang akan menjelaskan Hadits Anas bin Malik itu pada kalian:
‘Anas pernah bercerita padaku bahwa, sungguh sekelompok orang
dari kampung Ukl berjumlah delapan, telah datang untuk berbaiat sebagai
pernyataan Islam, pada Rasulallah SAW’.
Mereka merasa kurang nyaman pada cuaca di kota itu, hingga badan
mereka sakit. Mereka melaporkan pada Rasulallah SAW yang segera bersabda ‘maukah kalian keluar bersama
penggembala kami, menuju kawanan untanya, agar kalian bisa mengambil susu dan kencingnya
(sebagai obat)’?.
Mereka menjawab ‘tentu’.
Mereka keluar bersama penggembala, untuk minum susu dan kencing
unta. Setelah sehat, mereka membunuh penggembala Rasulillah SAW, dan
menggiring binatang ternak (15 ekor) itu. [3]
Setelah berita itu diterima, Rasulallah SAW mengutus agar pasukan
mengejar mereka. [4] Mereka didatangkan untuk diadili. Beliau
SAW perintah agar tangan-tangan dan kaki-kaki mereka dipotong. Mata mereka dicelaki
dengan
besi panas, dan dibuang ke terik matahari, hingga tewas.”
Abu
Qilabah bertanya, “Mana lagi
kejahatan yang lebih dahsyat daripada perbuatan mereka:
1. Murtad
dari Islam.
2. Membunuh.
3. Merampok?.”
Dengan takjub, Ambasah bin Sa’id berkata, “Demi Allah! Mutlak saya belum pernah mendengar
penjelasan Hadits yang sejelas ini.”
Abu
Qilabah bertanya, “Masyak kau
akan membantah Hadits yang saya sampaikan ini ya Anbasah?.”
Anbasah menjawab, “Tidak, karena kau telah
menyampaikan Hadits
ini dengan tepat sekali. Demi Allah Pasukan ini tak henti-henti baik, selama
Syaikh (Abu Qilabah) ini hidup, di pertengahan mereka.”
Abu Qilabah berkata, “Memang ada Sunnah
Rasulillah SAW mengenai hal ini:
Sekelompok
kaum Anshor masuk ke rumah Rasulillah SAW, untuk
berbincang-bincang di sisi beliau. Tiba-tiba seorang lelaki dari mereka keluar,
namun ternyata dibunuh oleh orang. Sekelompok kaum Anshor tersebut keluar,
untuk mencari kawan yang terbunuh. Ternyata korban yang dicari itu, wafat dalam
keadaan berlumuran darah.
Mereka kembali menghadap Rasulallah SAW, untuk berkata, “Ya
Rasulallah, sahabat kami yang ikut berbincang-bincang tadi, keluar (dan hilang)
dari perkumpulan kami. Setelah kami temukan, ternyata dia wafat, berlumuran
darah.”
Rasulullah SAW keluar untuk bersabda, “Siapakah yang kalian tuduh sebagai
pelakunya?” Atau, “Pembunuhnya?.”
Mereka menjawab, “Jelas kaum Yahudi, yang telah membunuh.”
Rasulullah SAW perintah agar kaum Yahudi didatangkan untuk
ditanya, “Bukankah kalian yang membunuh ini?.”
Pada para sahabat, Rasulullah bertanya, “Apa kalian rido terhadap sumpah 50 kaum Yahudi; ‘mereka tidak membunuh?’.”
Kaum Anshor menjawab, “Membunuh pada kita semuanya pun, mereka tak peduli. Dan pasti mereka ingkar (tidak mengakui).”
Rasulullah SAW bertanya, “Maukah kalian mendapatkan hak 'menarik
denda?' Dengan sumpah 50 orang kalian?.”
Mereka menjawab, “Kami jelas tidak mau bersumpah (pada yang
tidak kami saksikan).”
Rasulullah SAW memberi denda pada korban itu, dari dirinya SAW.”
Abu
Qilabah berkata, “Di zaman
Jahiliah dulu, kaum Hudzail juga pernah mengeluarkan seorang dari kumpulan.
Pada malam hari, orang itu mendatangi sebuah keluarga di Yaman, yang tinggal di
Batcha (dataran rendah).
Ada lelaki terjaga yang melemparkan pedang, untuk membunuh orang Hudzail tersebut.
Kaum Hudzail berdatangan untuk menangkap lelaki Yaman, pembunuh orang mereka.
Setelah
berganti zaman, mereka datang pada Umar bin Al-Khatthab, di Musim Haji. Untuk
melaporkan lelaki dari Yaman itu: “Dia telah membunuh orang kami.”
Lelaki
Yaman membantah, “Sungguh mereka (tidak berhak membela, karena) telah
mengeluarkan dia dari kumpulan mereka.”
Umar bin Al-Khatthab berkata, “Agar ada 50 kaum Hudzail bersumpah, ‘belum pernah melepaskan korban
yang wafat itu, dari kelompok mereka’.”
Empatpuluh sembilan lelaki Hudzail, bersumpah bahwa 'orang Yaman
itu' telah membunuh orang mereka.
Lelaki dari Syam yang datang, diminta agar ‘bergabung bersumpah’.
Namun dia menebus sumpah, dengan uang seribu dirham.
Mereka
memasukkan lelaki lain, agar mewakili sumpah lelaki penyetor uang serubu
dirham. Tangan lelaki penerima uang serubu dirham itu, digandengkan dengan tangan
saudara lelaki keluarga korban.
Kaum
Hudzail berkata, “Kami pergi bersama 50 lelaki yang bersumpah.”
Ketika
telah sampai daerah Nakhla (نَخْلَةَ), hujan melanda mereka. Mereka masuk ke dalam gua di gunung,
untuk berteduh. Mulut gua runtuh menimpa, hingga 50 orang yang telah bersumpah,
tewas semuanya. Dua lelaki yang bergandengan tangan itu, lepas dan lari. Namun
sebuah batu dari atas gunung, jatuh terpental, menimpa mereka berdua. Saudara
lelaki korban tertabrak batu, hingga kakinya patah. Dia bertahan hidup selama
setahun, lalu wafat.
Abu
Qilabah berkata, “Memang sungguh
Abdul-Malik bin Marwan dulu, pernah mempersilahkan 'Kisos' atas seorang lelaki,
dengan dasarQosamah. Namun lalu menyesal setelah tindakannya. [5]
Lalu perintah agar daftar nama 50 orang yang telah bersumpah, dihapus dari
kitab besar (Diwan / الدِّيوَانِ). Dan
mempersilahkan mereka pulang ke Syam.”
Yu
Sane dan Liti berkata, “Sejak itu raja dan kaum Muslimiin tahu 'bahwa membunuh
orang iman' hukumnya haram. Kecuali membunuh orang yang telah melakukan
kesalahan satu, dari tiga pelanggaran tersebut di atas.”
Dila
dan Tina berkata, “Sebelum itu, pejabat tinggi kerajaan, ada yang beranggapan
'membunuh orang' yang menentang pimpinan ‘halal’. Sehingga Chajjaj bin Yusuf (الْحَجَّاجُ بْنُ يُوسُفَ) berani membunuh
120.000 orang.” [6]
Tengah
bertanya, “Apa dasar perkiraan
pengikut pengajian itu 'ratusan ribu?'.”
Tina
menjawab:
1.
“Dalam
Hadits di atas, disebutkan oleh Abu
Qilabah, bahwa 'Pengajian Itu' dihadiri oleh Ruusul
Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) dan para tokoh masyarakat.
2.
Kesenangan
kaum Muslimiin pada Pengajian saat itu, tinggi. Kehadiran sejumlah tokoh besar
membuat masyarakat bertambah 'semangat' mengikuti pengajian. Begitu pula,
kehadiran Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ
الأَجْنَادِ) di dalam pengajian itu.
3.
Apa
lagi pengajian itu dipimpin langsung oleh raja terbesar sejagad saat itu.”
Elan
dan Iti bertanya, “Siapakah Ruusul
Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) saat itu?.”
Liti
menjawab, “Allahu a’lam, yang pasti kalau pada zaman Umar bin
Al-Khatthab Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ
الأَجْنَادِ) yang terkadang diistilahkan Umaraul Ajnad (أمراء
الأجناد):
1.
Abu
Ubaidah bin Al-Jarrach.
2.
Yazid bin Abi Sufyan.
3.
Khalid bin Al-Walid.
4.
Syurachbil bin Chasanah.
5.
Amer bin Al-Ash.
Setelah
itu tentunya Ruusul Ajnad berganti, mengikuti kebijakan raja.
Pada
zaman Abu Bakr, yang memimpin Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ
الأَجْنَادِ), Khalid bin Al-Walid. Beberapa saat
setelah dibai’at menjadi Khalifah, Umar mengganti Abu Ubaidah sebagai pimpinan Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ
الأَجْنَادِ), dan mengeser kedudukan Khalid di
bawahnya. Penggantian itu ditentang keras oleh keluarga Khalid, dengan alasan
Khalid telah berjasa besar merebut wilayah Syam yang sangat luas, dengan
pedang, keberanian, dan kecerdasannya. Beberapa saat setelah itu, Umar
menjelaskan dengan kelembutan, cinta kasih dan bijaksana, mengenai ‘alasan
penggantiannya’. Hingga semua bisa menerima dengan senang hati.”
فِي رِوَايَة اِبْن عَوْن " قَالَ لَا هَكَذَا حَدَّثَنَا
أَنَس " وَهَذَا دَالّ عَلَى أَنَّ عَنْبَسَةَ كَانَ سَمِعَ حَدِيث
الْعُكْلِيِّينَ مِنْ أَنَس . وَفِيهِ إِشْعَار بِأَنَّهُ كَانَ غَيْر ضَابِط لَهُ
عَلَى مَا حَدَّثَ بِهِ أَنَس فَكَانَ يَظُنّ أَنَّ فِيهِ دَلَالَة عَلَى جَوَاز
الْقَتْل فِي الْمَعْصِيَة وَلَوْ لَمْ يَقَع الْكُفْر ، فَلَمَّا سَاقَ أَبُو
قِلَابَةَ الْحَدِيثَ تَذَكَّرَ أَنَّهُ هُوَ الَّذِي حَدَّثَهُمْ بِهِ أَنَس
فَاعْتَرَفَ لِأَبِي قِلَابَةَ بِضَبْطِهِ ثُمَّ أَثْنَى عَلَيْهِ.
Artinya:
Di
dalam riwayat Ibnu Aun tertulis:
“Dia berkata ‘tidak!
Anas menceritakan Hadits pada kami, demikian ini’. Ini menunjukkan 'bahwa Anbasah pernah mendengar Hadits' tentang Kaum Ukl itu, dari Anas. Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa Anbasah tidak Dhabith (menguasai) Hadits yang
disampaikan oleh Anas. Dia tadinya meyakini bahwa Hadits itu, merupakan Dalil
'boleh membunuh' orang yang maksiat, walaupun kemaksiatan, belum sampai pada
kekufuran. Begitu Abu Qilabah membedah
Hadits itu; dia ingat bahwa Hadits yang dibedah itulah, yang pernah disampaikan
oleh Anas pada dia dan teman-temannya. Dia pun mengakui dan menyanjung ‘Abu Qilabah dhabith’.”
[1] Istilah pejabat tinggi militer bagi kaum Muslimiin saat
itu. Adapun artinya, para
Pimpinan Tinggi Pasukan.
ما ترى في
ولدي دواد؟ قال الرجاء: رأيك. قال: فكيف ترى في عمر بن العزيز؟ قال رجاء: فقلت:
أعلمه والله خيراً فاضلاً سليماً. قال سليمان: هو على ذلك ولئن وليته ولم أول
أحداً سواه لتكونن فتنة ولا يتركونه أبداً يلي عليهم إلا أن يجعل أحدهم بعده، وكان
عبد الملك قد عهد إلى الوليد وسليمان أن يجعلا أخاهما يزيد ولي عهد، فأمر سليمان
أن يجعل يزيد بن عبد الملك بعد عمر، وكان يزيد غائباً في الموسم.
[6] Tentang hal itu, Tirmidzi menulis: أَحْصَوْا مَا
قَتَلَ الْحَجَّاجُ صَبْرًا فَبَلَغَ مِائَةَ أَلْفٍ وَعِشْرِينَ أَلْفَ قَتِيلٍ.
Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar