Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/07/16

Kejutkan Raja Sejagad



Image result for ‫البخاري‬‎

Dalam Pengajian Akbar yang diselenggarakan oleh raja terbesar sejagad di Syam, tersingkap Mutiara Hikmah yang tidak pernah diketahui oleh kebanyakan orang. Tentu saja hal itu membuat Raja (terbesar sejagad) Umar bin Abdil-Aziz dan Umaroul Ajnad, bahkan umumnya hadirin, terkesima. [1]
Awalnya Abu Qilabah menunjukkan Mutiara Hikmah, ditentang keras oleh keluarga raja. Tetapi akhirnya menang dalam berhujah, karena dia benar-benar menguasai (Dhabith) pada Dalil yang disampaikan.

Umar bin Abdil-Aziz, raja pengganti Sulaiman bin Abdil-Malik, pada tahun 99 Hijriah (716 M), karena usulan Roja bin Chaiwah (رجاء بن حيوة). [2]
Umar bin Abdil-Aziz sangat Wirai (hati-hati di dalam menentukan kebijakan). Karena rajin mengaji, pada masa pemerintahannya banyak Mutiara Hikmah yang terungkap, sehingga agama Islam benar-benar hidup. Termasuk Mutiara Hikmah yang terungkap saat itu, 'Hukum Membunuh Orang Iman ‘dengan dasar sumpah 50 Penuduh’. 
Sejak zaman Jahiliah, seorang yang dituduh, "Telah membunuh orang" dengan sumpah 50 orang, bisa didenda 100 unta. 
Sekitar tahun 7 Hijriah Nabi SAW juga menyatakan, “Kalau 50 orang kalian berani bersumpah bahwa kaum Yahudi itu telah membunuh saudara kalian, mereka akan saya tarik denda (100 unta).”
Menghukumi dengan dasar sumpah 50 penuduh, zaman dulu diistilahkan Al-Qosamah (الْقَسَامَة).
Atas dasar Sabda itu, banyak yang salah dalam Beristimbath (menyimpulkan hukum), yakni beranggapan bahwa sumpah 50 penuduh, bisa dijadikan alasan membunuh atau menghukum orang yang dituduh. Penyimpulan hukum itu terungkap kesalahannya pada zaman Umar bin Abdil-Aziz, di dalam pengajian akbar. Berkat kepandaian (keDhabithan) Abu Qilabah, murid Anas bin Malik RA.

Bukhari meriwayatkan 'Pengajian Akbar' itu, di dalam kitab shahihnya. Saat itu Pengajian dihadiri oleh pejabat tinggi yang disebut Umaroul Ajnad atau Ruusul Ajnad. Diperkirakan yang menghadiri pengajian saat itu, ratusan ribu:

6899- حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الأَسَدِيُّ ، حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ ، حَدَّثَنِي أَبُو رَجَاءٍ مِنْ آلِ أَبِي قِلاَبَةَ ، حَدَّثَنِي أَبُو قِلاَبَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ أَبْرَزَ سَرِيرَهُ يَوْمًا لِلنَّاسِ ثُمَّ أَذِنَ لَهُمْ فَدَخَلُوا فَقَالَ مَا تَقُولُونَ فِي الْقَسَامَةِ قَالَ نَقُولُ الْقَسَامَةُ الْقَوَدُ بِهَا حَقٌّ وَقَدْ أَقَادَتْ بِهَا الْخُلَفَاءُ قَالَ لِي مَا تَقُولُ يَا أَبَا قِلاَبَةَ وَنَصَبَنِي لِلنَّاسِ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ عِنْدَكَ رُؤُوسُ الأَجْنَادِ وَأَشْرَافُ الْعَرَبِ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ خَمْسِينَ مِنْهُمْ شَهِدُوا عَلَى رَجُلٍ مُحْصَنٍ بِدِمَشْقَ أَنَّهُ قَدْ زَنَى لَمْ يَرَوْهُ أَكُنْتَ تَرْجُمُهُ. قَالَ : لاَ قُلْتُ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ خَمْسِينَ مِنْهُمْ شَهِدُوا عَلَى رَجُلٍ بِحِمْصَ أَنَّهُ سَرَقَ أَكُنْتَ تَقْطَعُهُ وَلَمْ يَرَوْهُ قَالَ : لاَ قُلْتُ فَوَاللَّهِ مَا قَتَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَطُّ إِلاَّ فِي إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ رَجُلٌ قَتَلَ بِجَرِيرَةِ نَفْسِهِ فَقُتِلَ ، أَوْ رَجُلٌ زَنَى بَعْدَ إِحْصَانٍ ، أَوْ رَجُلٌ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَارْتَدَّ ، عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ الْقَوْمُ أَوَلَيْسَ قَدْ حَدَّثَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَطَعَ فِي السَّرَقِ وَسَمَرَ الأَعْيُنَ ثُمَّ نَبَذَهُمْ فِي الشَّمْسِ فَقُلْتُ أَنَا أُحَدِّثُكُمْ حَدِيثَ أَنَسٍ ، حَدَّثَنِي أَنَسٌ أَنَّ نَفَرًا مِنْ عُكْلٍ ثَمَانِيَةً قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعُوهُ عَلَى الإِسْلاَمِ فَاسْتَوْخَمُوا الأَرْضَ فَسَقِمَتْ أَجْسَامُهُمْ فَشَكَوْا ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : أَفَلاَ تَخْرُجُونَ مَعَ رَاعِينَا فِي إِبِلِهِ فَتُصِيبُونَ مِنْ أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا قَالُوا بَلَى فَخَرَجُوا فَشَرِبُوا مِنْ أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا فَصَحُّوا فَقَتَلُوا رَاعِيَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأَطْرَدُوا النَّعَمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمْ فَأُدْرِكُوا فَجِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ بِهِمْ فَقُطِّعَتْ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ وَسَمَرَ أَعْيُنَهُمْ ثُمَّ نَبَذَهُمْ فِي الشَّمْسِ حَتَّى مَاتُوا قُلْتُ وَأَىُّ شَيْءٍ أَشَدُّ مِمَّا صَنَعَ هَؤُلاَءِ ارْتَدُّوا ، عَنِ الإِسْلاَمِ وَقَتَلُوا وَسَرَقُوا فَقَالَ عَنْبَسَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَاللَّهِ إِنْ سَمِعْتُ كَالْيَوْمِ قَطُّ فَقُلْتُ أَتَرُدُّ عَلَيَّ حَدِيثِي يَا عَنْبَسَةُ قَالَ : لاَ وَلَكِنْ جِئْتَ بِالْحَدِيثِ عَلَى وَجْهِهِ وَاللَّهِ لاَ يَزَالُ هَذَا الْجُنْدُ بِخَيْرٍ مَا عَاشَ هَذَا الشَّيْخُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ قُلْتُ وَقَدْ كَانَ فِي هَذَا سُنَّةٌ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم دَخَلَ عَلَيْهِ نَفَرٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَتَحَدَّثُوا عِنْدَهُ فَخَرَجَ رَجُلٌ مِنْهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ فَقُتِلَ فَخَرَجُوا بَعْدَهُ فَإِذَا هُمْ بِصَاحِبِهِمْ يَتَشَحَّطُ فِي الدَّمِ فَرَجَعُوا إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ صَاحِبُنَا كَانَ تَحَدَّثَ مَعَنَا فَخَرَجَ بَيْنَ أَيْدِينَا فَإِذَا نَحْنُ بِهِ يَتَشَحَّطُ فِي الدَّمِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ بِمَنْ تَظُنُّونَ ، أَوْ تَرَوْنَ قَتَلَهُ قَالُوا نَرَى أَنَّ الْيَهُودَ قَتَلَتْهُ فَأَرْسَلَ إِلَى الْيَهُودِ فَدَعَاهُمْ فَقَالَ آنْتُمْ قَتَلْتُمْ هَذَا ؟ قَالُوا : لاَ قَالَ أَتَرْضَوْنَ نَفَلَ خَمْسِينَ مِنَ الْيَهُودِ مَا قَتَلُوهُ فَقَالُوا مَا يُبَالُونَ أَنْ يَقْتُلُونَا أَجْمَعِينَ ثُمَّ يَنْتَفِلُونَ قَالَ أَفَتَسْتَحِقُّونَ الدِّيَةَ بِأَيْمَانِ خَمْسِينَ مِنْكُمْ قَالُوا مَا كُنَّا لِنَحْلِفَ فَوَدَاهُ مِنْ عِنْدِهِ قُلْتُ وَقَدْ كَانَتْ هُذَيْلٌ خَلَعُوا خَلِيعًا لَهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَطَرَقَ أَهْلَ بَيْتٍ مِنَ الْيَمَنِ بِالْبَطْحَاءِ فَانْتَبَهَ لَهُ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَحَذَفَهُ بِالسَّيْفِ فَقَتَلَهُ فَجَاءَتْ هُذَيْلٌ فَأَخَذُوا الْيَمَانِيَ.



Arti (selain isnad)nya:
Pada Abu Roja (أَبُو رَجَاءٍ), Abu Qilabah bercerita, “Sungguh Umar bin Abdil-Aziz pernah mengeluarkan singgasana (dari balairung), untuk menerima kehadiran rakyat (Jamaah Pengajian Akbar).
Beliau mempersilahkan agar rakyat masuk (aula), dan bertanya, “Bagaimana kalian berpandangan ‘kedudukan Qosamah’ di dalam hukum?.”
Para hadirin menjawab, “Penarikan denda (100 unta dari tertuduh), atas dasar Qosamah, benar. Sungguh para Khalifah telah menarik denda (100 unta dari tertuduh) dengan dasar qosamah.”
Umar bin Abdil-Aziz berkata, “Bagaimana menurutmu tentang pengertian ini, ya Aba Qilabah?” Sambil menyuruh Abu Qilabah berdiri, agar dilihat oleh pejabat dan rakyat.
Abu Qilabah menjawab, “Ya Amiral Mukminiin, di sisi tuan, Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) dan para tokoh masyarakat. Bagaimana pandangan tuan kalau 50 orang dari mereka menyampaikan persaksian bahwa ‘seorang lelaki berstatus nikah di Damaskus, telah berzina’. Namun mereka tidak menyaksikan sendiri (tidak ada buktinya). Beranikah baginda merajam lelaki tertuduh itu?.”
Umar menjawab, “Tidak berani.”
Abu Qilabah bertanya, “Bagaimana pendapat baginda, kalau 50 orang, menyampaikan persaksian (dengan besumpah) bahwa ‘lelaki di Chims (Homs) telah mencuri’. Apakah tuan berani memotong tangan orang tertuduh itu? Padahal 50 penuduh yang bersumpah itu, tidak menyaksikan (menunjukkan bukti)?.”
Beliau menjawab, “Tidak berani.”
Abu Qilabah berkata, “Demi Allah, Rasulullah SAW pun mutlak belum pernah membunuh orang iman, kecuali karena tiga perkara:
1.     Telah membunuh secara nyata.
2.     Berzina setelah setatus nikah.
3.     Memerangi Allah dan Rasul-Nya dan murtad dari Islam.”

Sejumlah kaum membantah Abu Qilabah, “Bukankah Anas bin Malik RA, pernah menyampaikan Hadits ‘sungguh Rasulullah SAW telah memotong (tangan) dan menyelaki mata kaum (dengan besi panas), lalu membuang mereka ke terik matahari, karena kasus pencurian?’.” 
Abu Qilabah menjawab, “Justru saya yang akan menjelaskan Hadits Anas bin Malik itu pada kalian:
‘Anas pernah bercerita padaku bahwa, sungguh sekelompok orang dari kampung Ukl berjumlah delapan, telah datang untuk berbaiat sebagai pernyataan Islam, pada Rasulallah SAW’.
Mereka merasa kurang nyaman pada cuaca di kota itu, hingga badan mereka sakit. Mereka melaporkan pada Rasulallah SAW yang segera bersabda ‘maukah kalian keluar bersama penggembala kami, menuju kawanan untanya, agar kalian bisa mengambil susu dan kencingnya (sebagai obat)’?.
Mereka menjawab ‘tentu’.
Mereka keluar bersama penggembala, untuk minum susu dan kencing unta. Setelah sehat, mereka membunuh penggembala Rasulillah SAW, dan menggiring binatang ternak (15 ekor) itu. [3]
Setelah berita itu diterima, Rasulallah SAW mengutus agar pasukan mengejar mereka. [4] Mereka didatangkan untuk diadili. Beliau SAW perintah agar tangan-tangan dan kaki-kaki mereka dipotong. Mata mereka dicelaki dengan besi panas, dan dibuang ke terik matahari, hingga tewas.”
Abu Qilabah bertanya, “Mana lagi kejahatan yang lebih dahsyat daripada perbuatan mereka:
1.     Murtad dari Islam.
2.     Membunuh.
3.     Merampok?.”
Dengan takjub, Ambasah bin Sa’id berkata, “Demi Allah! Mutlak saya belum pernah mendengar penjelasan Hadits yang sejelas ini.”
Abu Qilabah bertanya, “Masyak kau akan membantah Hadits yang saya sampaikan ini ya Anbasah?.”
Anbasah menjawab, “Tidak, karena kau telah menyampaikan Hadits ini dengan tepat sekali. Demi Allah Pasukan ini tak henti-henti baik, selama Syaikh (Abu Qilabah) ini hidup, di pertengahan mereka.”
Abu Qilabah berkata, “Memang ada Sunnah Rasulillah SAW mengenai hal ini:
Sekelompok kaum Anshor masuk ke rumah Rasulillah SAW, untuk berbincang-bincang di sisi beliau. Tiba-tiba seorang lelaki dari mereka keluar, namun ternyata dibunuh oleh orang. Sekelompok kaum Anshor tersebut keluar, untuk mencari kawan yang terbunuh. Ternyata korban yang dicari itu, wafat dalam keadaan berlumuran darah. 
Mereka kembali menghadap Rasulallah SAW, untuk berkata, “Ya Rasulallah, sahabat kami yang ikut berbincang-bincang tadi, keluar (dan hilang) dari perkumpulan kami. Setelah kami temukan, ternyata dia wafat, berlumuran darah.”
Rasulullah SAW keluar untuk bersabda, “Siapakah yang kalian tuduh sebagai pelakunya?” Atau, “Pembunuhnya?.”
Mereka menjawab, “Jelas kaum Yahudi, yang telah membunuh.”
Rasulullah SAW perintah agar kaum Yahudi didatangkan untuk ditanya, “Bukankah kalian yang membunuh ini?.”
Pada para sahabat, Rasulullah bertanya, “Apa kalian rido terhadap sumpah 50 kaum Yahudi; ‘mereka tidak membunuh?’.”
Kaum Anshor menjawab, “Membunuh pada kita semuanya pun, mereka tak peduli. Dan pasti mereka ingkar (tidak mengakui).”
Rasulullah SAW bertanya, “Maukah kalian mendapatkan hak 'menarik denda?' Dengan sumpah 50 orang kalian?.”
Mereka menjawab, “Kami jelas tidak mau bersumpah (pada yang tidak kami saksikan).”
Rasulullah SAW memberi denda pada korban itu, dari dirinya SAW.”

Abu Qilabah berkata, “Di zaman Jahiliah dulu, kaum Hudzail juga pernah mengeluarkan seorang dari kumpulan. Pada malam hari, orang itu mendatangi sebuah keluarga di Yaman, yang tinggal di Batcha (dataran rendah). Ada lelaki terjaga yang melemparkan pedang, untuk membunuh orang Hudzail tersebut.
Kaum Hudzail berdatangan untuk menangkap lelaki Yaman, pembunuh orang mereka.

Setelah berganti zaman, mereka datang pada Umar bin Al-Khatthab, di Musim Haji. Untuk melaporkan lelaki dari Yaman itu: “Dia telah membunuh orang kami.”
Lelaki Yaman membantah, “Sungguh mereka (tidak berhak membela, karena) telah mengeluarkan dia dari kumpulan mereka.” 
Umar bin Al-Khatthab berkata, “Agar ada 50 kaum Hudzail bersumpah, ‘belum pernah melepaskan korban yang wafat itu, dari kelompok mereka’.”
Empatpuluh sembilan lelaki Hudzail, bersumpah bahwa 'orang Yaman itu' telah membunuh orang mereka.
Lelaki dari Syam yang datang, diminta agar ‘bergabung bersumpah’. Namun dia menebus sumpah, dengan uang seribu dirham.
Mereka memasukkan lelaki lain, agar mewakili sumpah lelaki penyetor uang serubu dirham. Tangan lelaki penerima uang serubu dirham itu, digandengkan dengan tangan saudara lelaki keluarga korban.
Kaum Hudzail berkata, “Kami pergi bersama 50 lelaki yang bersumpah.”
Ketika telah sampai daerah Nakhla (نَخْلَةَ), hujan melanda mereka. Mereka masuk ke dalam gua di gunung, untuk berteduh. Mulut gua runtuh menimpa, hingga 50 orang yang telah bersumpah, tewas semuanya. Dua lelaki yang bergandengan tangan itu, lepas dan lari. Namun sebuah batu dari atas gunung, jatuh terpental, menimpa mereka berdua. Saudara lelaki korban tertabrak batu, hingga kakinya patah. Dia bertahan hidup selama setahun, lalu wafat.

Abu Qilabah berkata, “Memang sungguh Abdul-Malik bin Marwan dulu, pernah mempersilahkan 'Kisos' atas seorang lelaki, dengan dasarQosamah. Namun lalu menyesal setelah tindakannya.  [5] Lalu perintah agar daftar nama 50 orang yang telah bersumpah, dihapus dari kitab besar (Diwan / الدِّيوَانِ). Dan mempersilahkan mereka pulang ke Syam.”

Yu Sane dan Liti berkata, “Sejak itu raja dan kaum Muslimiin tahu 'bahwa membunuh orang iman' hukumnya haram. Kecuali membunuh orang yang telah melakukan kesalahan satu, dari tiga pelanggaran tersebut di atas.”
Dila dan Tina berkata, “Sebelum itu, pejabat tinggi kerajaan, ada yang beranggapan 'membunuh orang' yang menentang pimpinan ‘halal’. Sehingga Chajjaj bin Yusuf (الْحَجَّاجُ بْنُ يُوسُفَ) berani membunuh 120.000 orang.” [6]

Tengah bertanya, “Apa dasar perkiraan pengikut pengajian itu 'ratusan ribu?'.”
Tina menjawab:
1.     “Dalam Hadits di atas, disebutkan oleh Abu Qilabah, bahwa 'Pengajian Itu' dihadiri oleh Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) dan para tokoh masyarakat.
2.     Kesenangan kaum Muslimiin pada Pengajian saat itu, tinggi. Kehadiran sejumlah tokoh besar membuat masyarakat bertambah 'semangat' mengikuti pengajian. Begitu pula, kehadiran Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) di dalam pengajian itu.
3.     Apa lagi pengajian itu dipimpin langsung oleh raja terbesar sejagad saat itu.”
Elan dan Iti bertanya, “Siapakah Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) saat itu?.”
Liti menjawab, “Allahu a’lam, yang pasti kalau pada zaman Umar bin Al-Khatthab Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) yang terkadang diistilahkan Umaraul Ajnad (أمراء الأجناد):
1.     Abu Ubaidah bin Al-Jarrach.
2.     Yazid bin Abi Sufyan.
3.     Khalid bin Al-Walid.
4.     Syurachbil bin Chasanah.
5.     Amer bin Al-Ash.

Setelah itu tentunya Ruusul Ajnad berganti, mengikuti kebijakan raja.
Pada zaman Abu Bakr, yang memimpin Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ), Khalid bin Al-Walid. Beberapa saat setelah dibai’at menjadi Khalifah, Umar mengganti Abu Ubaidah sebagai pimpinan Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ), dan mengeser kedudukan Khalid di bawahnya. Penggantian itu ditentang keras oleh keluarga Khalid, dengan alasan Khalid telah berjasa besar merebut wilayah Syam yang sangat luas, dengan pedang, keberanian, dan kecerdasannya. Beberapa saat setelah itu, Umar menjelaskan dengan kelembutan, cinta kasih dan bijaksana, mengenai ‘alasan penggantiannya’. Hingga semua bisa menerima dengan senang hati.”  

Ibnu Chajar mengulas keDhabithan Abu Qilabah: فتح الباري لابن حجر - (ج 19 / ص 350)
فِي رِوَايَة اِبْن عَوْن " قَالَ لَا هَكَذَا حَدَّثَنَا أَنَس " وَهَذَا دَالّ عَلَى أَنَّ عَنْبَسَةَ كَانَ سَمِعَ حَدِيث الْعُكْلِيِّينَ مِنْ أَنَس . وَفِيهِ إِشْعَار بِأَنَّهُ كَانَ غَيْر ضَابِط لَهُ عَلَى مَا حَدَّثَ بِهِ أَنَس فَكَانَ يَظُنّ أَنَّ فِيهِ دَلَالَة عَلَى جَوَاز الْقَتْل فِي الْمَعْصِيَة وَلَوْ لَمْ يَقَع الْكُفْر ، فَلَمَّا سَاقَ أَبُو قِلَابَةَ الْحَدِيثَ تَذَكَّرَ أَنَّهُ هُوَ الَّذِي حَدَّثَهُمْ بِهِ أَنَس فَاعْتَرَفَ لِأَبِي قِلَابَةَ بِضَبْطِهِ ثُمَّ أَثْنَى عَلَيْهِ.
Artinya:
Di dalam riwayat Ibnu Aun tertulis:
“Dia berkata ‘tidak! Anas menceritakan Hadits pada kami, demikian ini’. Ini menunjukkan 'bahwa Anbasah pernah mendengar Hadits' tentang Kaum Ukl itu, dari Anas. Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa Anbasah tidak Dhabith (menguasai) Hadits yang disampaikan oleh Anas. Dia tadinya meyakini bahwa Hadits itu, merupakan Dalil 'boleh membunuh' orang yang maksiat, walaupun kemaksiatan, belum sampai pada kekufuran. Begitu Abu Qilabah membedah Hadits itu; dia ingat bahwa Hadits yang dibedah itulah, yang pernah disampaikan oleh Anas pada dia dan teman-temannya. Dia pun mengakui dan menyanjung ‘Abu Qilabah dhabith’.




[1] Istilah pejabat tinggi militer bagi kaum Muslimiin saat itu. Adapun artinya, para Pimpinan Tinggi Pasukan. 
[2]   Di dalam Al-Kamil dijelaskan mengenai itu: الكامل في التاريخ - (2 / 363)
ما ترى في ولدي دواد؟ قال الرجاء: رأيك. قال: فكيف ترى في عمر بن العزيز؟ قال رجاء: فقلت: أعلمه والله خيراً فاضلاً سليماً. قال سليمان: هو على ذلك ولئن وليته ولم أول أحداً سواه لتكونن فتنة ولا يتركونه أبداً يلي عليهم إلا أن يجعل أحدهم بعده، وكان عبد الملك قد عهد إلى الوليد وسليمان أن يجعلا أخاهما يزيد ولي عهد، فأمر سليمان أن يجعل يزيد بن عبد الملك بعد عمر، وكان يزيد غائباً في الموسم.

[3] Penggembala itu bernama Yassar (يسار).
[4]  Pasukan dipimpin oleh Kurzu bin Jabir (كُرْز بْن جَابِرٍ).
[6]  Tentang hal itu, Tirmidzi menulis: أَحْصَوْا مَا قَتَلَ الْحَجَّاجُ صَبْرًا فَبَلَغَ مِائَةَ أَلْفٍ وَعِشْرِينَ أَلْفَ قَتِيلٍ.




Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar