Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/07/11

KW 93: Para Pegawai Raja Dimutilasi

(Bagian ke-93 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Di saat Abu Ubaidah mempersiapkan pasukannya untuk pulang ke Chimsh (Homs); penguasa kota Ainul-Jauz (عين الجوز) datang menghadap untuk mengajukan permohonan damai. Abu Ubaidah mengabulkan permohonan itu dengan syarat mereka menyetorkan upeti setengah dari yang dibebankan atas penduduk Balbek. Dia mengangkat Salim bin Dzuaib As-Sulami (سالم بن ذؤيب السلمي) agar memerintah dan mengurusi kota Ainul-Jauz (عين الجوز). Pesan Abu Ubaidah yang disampaikan pada Salim bin Dzuaib, sama dengan yang disampaikan pada Rafi bin Abdillah As-Sahmi (رافع ابن عبد الله السهمي).

Abu Ubaidah dan pasukannya berangkat menuju kota Chimsh (Homs). Ketika dia dan pasukannya sampai di antara kota Ros (الرأس) dan kota Kafilah (الكفيلة), berhenti untuk menerima penguasa kota Jausiyah yang datang menghadap, membawa hadiyah berjumlah banyak sekali. Abu Ubaidah menerima hadiyah itu dan memperbaharui perjanjian damai dengannya. Selanjutnya meneruskan perjalanan ke Chimsh.
Setelah Abu Ubaidah pergi, Rafi bin Abdillah mulai memimpin pasukannya di luar beteng kota Balbek. Yang sangat diwaspadai oleh mereka adalah jalan pantai yang kemungkinan akan dilewati oleh bala tentara dari Romawi yang datang untuk membantu pasukan Balbek. Di antara pasukan Rafi bin Abdillah, ada tentara yang bernama Chiban bin Tamim Ats-Tsaqafi (حبان بن تميم الثقفي).
Rafi bin Abdillah dan pasukannya menyerang kaum Arab Nashrani tetangga kota Balbek yang tidak mengajukan permohonan damai. Saat yang paling menyenangkan penduduk Balbek adalah jika pasukan Muslimiin akan pergi meninggalkan kota untuk menyerang lawan: saat itu pasukan Muslimiin menjual barang-barang dengan harga murah. Yang menambah penduduk Balbek senang, karena pasukan Muslimiin tidak pernah bohong, curang, atau aniaya.
Di masa perdamaian itu ekonomi penduduk Balbek melonjak naik, sehingga mereka berbahagia, karena pasukan Muslimiin yang melindungi mereka dari luar beteng sangat menguntungkan secara ekonomi, hingga Harbis yang merasa belum mendapatkan keuntungan merasa iri. 


Lautan Manusia
Harbis mengumpulkan rakyatnya di Gereja kota yang sangat besar, pada waktu yang ditentukan. Di pertengahan lautan Jamaah Nashrani itu Harbis berkata pada para pedagang, “Kalian tahu sendiri bahwa sesungguhnya yang telah memprakarsai untuk ini semua adalah saya. Kini kalian menjadi orang-orang kaya dan aman dari musuh karena dijaga kaum Arab di luar beteng. Saya lah yang telah mengorbankan harta dalam jumlah banyak demi perdamaian ini. Bahkan demi ini semua senjataku telah dirampas dan pelayanku banyak yang mati terbunuh, demikian pula orang-orangku dan keluargaku. Yang paling beruntung justru kalian, karena mendapatkan laba dan kekayaan yang banyak dari kaum Arab! Betul kan?.”
Rakyatnya menjawab, “Betul,” menggemuruh. Banyak juga yang berkata, “Yang tuan katakan semuanya benar, lalu apa keinginan tuan?.”
Harbis menjawab, “Saya sebagai penguasa kalian ingin sekali menarik harta untuk menggati sebagaian hartaku yang telah kuserahkan pada kaum Arab untuk perdamaian ini.”
Mereka menjawab, “Maksudnya bagaimana?.”
Harbis menjawab, “Saya takkan memaksa kalian menyerahkan harta kalian dalam jumlah banyak. Saya hanya ingin dalam kalian berjualan pada kaum Arab, saya diberi sepersepuluh dari laba.”
Tak lama kemudian terjadi percekcokan antara yang setuju dan yang tidak setuju. Dan kericuhan makin memuncak higga membisingkan telinga. Ada suara keras, “Hai kaumku! Beliau adalah raja kita yang telah melindungi kita dengan mengorbankan harta dan dirinya! Beliau telah berkata jujur! Hormati dan taatilah!.”  
Mereka pulang setelah menyetujui permintan Harbis raja mereka. Dan Harbis mengangkat beberapa petugas yang akan menarik uang dari para pedagang. Harbis perintah agar orang-orangnya menarik uang dari para pedagang selama 40 hari. Ternyata hasilnya sangat banyak sekali. Hari-hari setelah itu perekonomian rakyat tetap dalam keadaan melambung tinggi.
Harbis berkata, “Sungguh rakyatku bergembira karena bisa membeli apa saja. Sejak dulu mereka belum pernah mendapat rizqi sebanyak ini.”
Harbis mengumpulkan rakyatnya di Gereja besar di tengah kota untuk berkata, “Saya juga ingin berbahagia seperti kalian! Sepersepuluh yang kalian berikan padaku belum seberapa dibanding harta kekayaan yang kuserahkan pada kaum Arab untuk perdamaian ini! Tambahilah agar hartaku segera pulih seperti dulu dengan cepat! Saya juga telah rugi karena kehilangan senjata dan pelayan-pelayan saya terbunuh dalam peperangan kemarin dulu.”
Karena Harbis bersikeras, kaumnya sama membantah dengan suara keras pula. Karena orang-orang Harbis mengamuk membela rajanya; rakyat yang berjumlah banyak sekali itu melawan dengan garang. Hiruk pikuk dan jeritan serta gertakan berceloteh keras mengusir sepi. Sejumlah rakyat membunuh dan memutilasi orang-orang Harbis yang semena-mena pada mereka. Terjadi keributan dan kericuhan berdarah menggila yang menggemparkan kota.

Pasukan Muslimiin di luar beteng menyesal kenapa kebaikan mereka justru berdampak kericuhan berdarah, walau tak tahu persis kejadian lengkapnya. Mereka berkumpul untuk berkata di hadapan Rafi bin Abdillah pimpinan mereka, “Yang mulia! Apakah kau tak mendengar suara gaduh, tangisan, dan teriakan keras di dalam beteng?.”  
Rafi menjawab, “Saya juga mendengar, tapi kita tidak bisa berbuat banyak, karena kita tidak boleh masuk ke dalam beteng ini. Ini sudah menjadi keputusan yang kita setujui bersama. Kita lah kaum yang paling berhak menetapi aturan yang dibuat di hadapan Allah. Kalau mereka mau keluar dari beteng, kita bisa menolong mereka.”   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar