(Bagian ke-76 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Sa’id bin Amir Al-Anshari (سعيد بن عامر الأنصاري) susah karena pelayannya luka parah. Sa’id memboncengkan dia di belakangnya untuk dibawa pulang. Di tengah perjalanan Sa’id terkejut oleh derap sekelompok pasukan berkuda yang mengejar dari belakang, cepat sekali. Ternyata mereka orang-orang Ghasan yang membawa tombak panjang.
Mereka berteriak, “Kamilah pasukan dari Ghasan pembela Salib dan rahib!.”
Sa’id berteriak, “Saya termasuk sahabat Muhammad (المختار) Al-Mukhtar SAW.” [1]
Sebagian mereka bergegas mendekat untuk menyerang Sa’id, dengan pedang. Sa’id berteriak, “Celaka kalian! Menyerang lelaki dari kaum kalian sendiri.”
Ada seorang yang berkata, “Berasal dari mana kau?.”
Sa’id menjawab, “Saya berasal dari keluarga Khazraj yang mulia.”
Dia menyarungkan pedangnya dan berkata, “Kau orang yang dicari oleh tuan besar kami, Jabalah bin Al-Aiham (جبلة بن الأيهم)! Demi kebenaran Al-Masih.”
Sa’id berkata, “Bagaimana mungkin Jabalah mengenalku hingga mencariku?.”
Dia menjawab, “Dia mencari orang Yaman pendukung Muhmmad bin Abdillah.” Lalu dia perintah, “Ayo ikut kami! Jika membangkang akan kami paksa!.”
Sa’id bin Amir digiring oleh arak-arakan pasukan berkuda, untuk bergabung pada pasukan induk mereka yang berjumlah lebih banyak lagi.
Panji dan Salib yang dipasang di depan pasukan induk itu banyak. Sa’id dibawa masuk menyeberangi kerumunan orang, hingga memasuki rumah mewah yang di dalamnya ada Raja Jabalah. Sosok yang sangat dihormati itu duduk di atas kursi emas berbusana sutra Dibaj medel Romawi. Di kepalanya bertengger mahkota yang gemerlapan oleh taburan mutira lu’lu’ (اللؤلؤ). Yang menggelayut di kalungnya adalah mutiara yaqut (الياقوت) gemerlapan indah menawan.
Raja Jabalah mengangkat wajah untuk bertanya pada Sa’id, “Kamu orang Arab mana?.”
Sa’id menjawab, “Saya keturunan Charitsah putra Tsa’labah putra Amer putra Amir putra Charitsah putra Tsa’labah putra Imru’ul-Qais putra Abdillah putra Al-Azwar (الأزور) pura Auf putra Malik putra Kahlan putra Saba’.”
“Kalau dirunut dari tokoh, kamu dari keluarga siapa?,” tanya Jabalah.
Sa’id menjawab, “Saya keturunan Al-Khazraj putra Charitsah, termasuk pembela Muhammad putra Abdillah SAW.”
Jabalah berkata, “Saya termasuk keluarga besarmu dari Ghasan yang telah keluar dari Islam. Pimpinamu bernama Umar tidak mau jika saya membela ini agama, kecuali jika saya dikisos karena telah menampar rakyat jelata yang hina. Saya ini raja Yaman yang paling dihormat di negri Ghasan.”
Sa’id menjawab, “Hai Jabalah! Sungguh Hak Allah harus lebih dilaksanakan daripada hakmu. Agama kami tidak melakukan kecuali kebenaran. Umar bin Al-Khatthab RA tidak takut cacian orang yng mencaci, demi Allah semata.”
Jabalah bertanya, “Siapa namamu?.”
Sa’id menjawab, “Saya Sa’id bin Amir Al-Ansahri (سعيد بن عامر الأنصاري).”
Bagi kaum Ghasan berdiri di hadapan raja justru sopan. Sa’id duduk setelah dipersilahkan oleh Jabalah. Jabalah bertanya, “Apa kamu mengenal Chasan bin Tsabit Al-Anshari?.”
Sa’id menjawab, “Dia penyair Rasulullah yang pernah mendapatkan sabda ‘kaulah Chasan. Lidahmu Chasam’.”[2]
Jabalah bertanya, “Telah berapa lama kau bertemu dia?.”
Sa’id menjawab, “Dia baru saja mengundangku untuk makan-makan, lalu perintah pada pelayan perempunnya agar membaca syair mengenai kau:
Yang beruntung golongan yang telah kau tinggalkan
Di hari Jillaq di awal zaman
Berkerumun hingga anjing mereka tak
menyalak
Mereka tak bertanya tentang
Ribuan pasukan yang datang
Berwajah putih dari keluarga terpandang
Berhidung mancung menawan
Umatnya yang faqir berkumpul dengan
Jutawan
Peduli pada anak yatim dan janda
(Dan seterusnya)
Lalu kami pergi ke Syam dan perpisah dengannya. Itulah pertemun terakhirku dengan dia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar