Di hadapan orang banyak, seorang berkata benar, “Suami istri mestinya sering musyawarah." Lalu dia melanjutkan, “Sedangkan mengenai menyusui anak saja, suami istri harus musyawarah kok, saking pentingnya musyawarah suami istri,” yang ini perlu dikaji lebih dalam. Dia meneruskan, “Dalilnya ada dalam Al-Qur’an: ‘فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا’[1].
Artinya: Maka jika mereka berdua hendak menyapih dari saling ridho dan musyawarah dari mereka berdua, maka tiada dosa atas mereka berdua.”
Dalam satu sisi dia benar, tapi bisa jadi dia lupa atau tidak tahu bahwa sebetulnya yang dimaksud dalam Ayat itu, bagi suami mencerai ketika istri masih menyusui anaknya, sehingga penjelasan dia kurang tepat.
Artinya: Maka jika mereka berdua hendak menyapih dari saling ridho dan musyawarah dari mereka berdua, maka tiada dosa atas mereka berdua.”
Dalam satu sisi dia benar, tapi bisa jadi dia lupa atau tidak tahu bahwa sebetulnya yang dimaksud dalam Ayat itu, bagi suami mencerai ketika istri masih menyusui anaknya, sehingga penjelasan dia kurang tepat.
Ayat itu diletakkan setelah, “الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ,” ke bawah lagi. Ini menunjukkan bahwa maksud suami istri musyawarah dalam Ayat itu, yang bercerai namun mempunyai anak kecil masih menyusu.
[1] Al-Baqarah 233. Bacaannya: Fa in arooda fishoolan 'an taroodhin min humaa wa tasyaawurin falaa junaacha 'alaihimaa.
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar