(Bagian ke-64 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Khalid berteriak keras, “Hai teman-teman! Serang musuh-musuh itu! Pertolongan dari Tuhan langit telah datang!.”
Lalu dia dan pasukannya menyerang dengan ganas sekali.
Tadinya Watsilah bin Al-Asqa’ tergolong pasukan Abdullah bin Ja’far yang telah lemas dan berputus asa. Tiba-tiba dia dan teman-temannya melihat Khalid dan pasukan berkudanya muncul untuk membantu. Serangan Khalid dan pasukan berkudanya ganas mematikan.
Mulai sejak serangan dimulai hingga waktu isyak mereka mengamuk pasukan Romawi dengan menggila. Pasukan Romawi berguguran dan bercerai-berai berlarian ketakutan. Yang paling ganas serangan Khalid, membuat pasukan Romawi berlarian menjauh bagai ombak lari ke pantai. Hal itu mempermudahkan pasukan Muslimiin membunuh dan menangkap mereka.
Yang termasuk paling menonjol kegigihan Abu Dzarr, Dhirar bin Al-Azwar, dan Al-Musayyab bin Najiyah Al-Fazari. Merekalah yang menggerakkan pasukan Muslimiin untuk melancarkan serangan. Mereka pula yang mengamuk dan membunuh secara besar-besaran pada pasukan Romawi.
Malam itu, Dhirar terkejut melihat di kegelapan; dua pergelangan tangan Abdullah bin Ja’far berdarah banyak. Dhirar menghibur, “Allah pasti akan membalasmu hai putra paman Rasulillah. Demi Allah dendam ayahmu telah terbalas dan kau telah puas.”
Abdullah bertanya, “Siapa yang berbicara padaku di malam yang gelap ini?.”
Dhirar diam tidak segera menerangkan jati dirinya. Setelah menjawab, “Saya Dhirar sahabat Rasulillah SAW,”; Abdullah senang dan berkata, “Selamat atas kedatanganmu! Ayo bantu kami!.”
Kedatangan Khalid dan pasukannya yang ganas sekali, sangat berpengaruh dalam peperangan itu. Khalid mensyukuri perjuangan Abdullah bin Unais, “Semoga Allah membalas kau dengan seindah-indah balasan.”
Abdullah berkata, “Hai Dhirar! Pasukan elit dan para bathriq Romawi berada di perumahan itu, untuk menjaga keamanan putri penguasa Tharabulus (طرابُلُس) yang sedang menjadi pengantin. Mereka membawa harta kekayaan yang sangat banyak, namun dijaga ketat oleh pasukan ganas. Kalau kau sanggup menyerang bersamaku akan saya antar ke sana.”
Dhirar menjawab, “Mana mereka?.”
Adullah berkata, “Amatilah itu di sana.”
Bathriq Tharabulus mengomando pasukan elit untuk menjaga putrinya yang sedang menjalani upacara pengantin. Sejumlah obor berkobar-kobar menerangi mereka dan Salib-salib yang gemerlapan. Di situlah pertahanan mereka yang paling kuat, seakan-akan tak mungkin bisa ditembus.
Dhirar berkata, “Semoga Allah menunjukkanmu pada kebaikan! Engkau telah menunjukkanku! Saya akan menyerang mereka bersamamu.”
Abdullah menyerang mereka dengan garang; Dhirar bin Al-Azwar juga menyerang dengan anas. Serangan mereka berdua mendesak hingga mereka mundur ke belakang. Bathriq Tharabulus maju ke depan menakukan. Dia meneriakkan kalimat kafir lalu menyerang dengan garang dengan pedang. Dhirar menyambut serangannya yang membahayakan.
Perkelahian mematikan dengan senjata berlangsung seru. Dhirar grogi melihat musuhnya lebih besar dan lebih tinggi, bahkan serangannya ganas sekali. Kecepatan gerak pedang dan kokohnya tangkisan perisai menunjukkan kekuatan bathriq Tharabulus sempurna. Kini Dhirar dan sang bathriq bertempur menggila di atas kuda. Dhirar di pertengahan pasukan Romawi sendirian bertempur melawan sang bathriq.
Beberapa pasukan berlari cepat untuk membantu bathriq Tharabulus melawan Dhirar. Dhirar meloncatkan kudanya untuk menghindari serangan serempak mereka. Seorang Romawi di dalam gelap menyodorkan kayu untuk menjegal kuda dan agar Dhirar terlempar. “Prak! Grubyuk!” Dhirar terlempar lalu bangkit berdiri secepat-cepatnya untuk menaiki kudanya yang ternyata belum berdiri. Dhirar siaga penuh dengan pedang dan perisainya untuk melawan sejumlah pasukan yang berdatangan untuk melancarkan serangan berbahaya.
Dari atas kuda, Bathriq Tharabulus melemparkan tongkat; Dhirar menghindari lalu bergerak cepat menyerang. Dua kaki kuda bathriq dipukul, lalu matanya juga dipukul, “Prak! Prak” Hingga kuda itu roboh ke tanah bersama pengendaranya. “Grubyuk.”
Bathriq Tharabulus kesulitan berdiri karena terhalang oleh tali yang terkait pada pelana kudanya. Dhirar sontak menyerang sebelum pasukan elit datang membantu sang bathriq. Pedang Dhirar yang ditebaskan, “Crang” Tak mampu memotong leher sang bathriq, karena terhalang anyaman besi keras. Dhirar menarik agar sang bathriq terjun ke bawah.
Dhirar terjun untuk mengikuti sang bathriq di bawah. Dhirar menindih sang bathriq yang terlentang, lalu menghunus dan menusukkan belati made in Yaman pada leher setelah anyaman besi penghalang sang bathriq disingkapkan. Bathriq Tharabulus tewas.
Dhirar bergerak cepat untuk merampas dan mengendarai kuda bathriq Tharabulus yang telah berdiri. Kuda itulah yang paling gagah gemerlapan oleh banyaknya perhiasan: emas, perak, dan batu-batu mulia yang sangat mahal.[1]
Dhirar memacu kuda dan bertakbir lalu menyerang dan mencerai-beraikan kaum musyrik; Abdullah telah menguasai perumahan Abu-Quds dan seluruh orang maupun barang-barang yang di dalamnya. Walau begitu Abdullah dan teman-temannya tidak mengambil barang-barang itu karena menunggu Khalid datang.
Khalid sedang mengejar pasukan Romawi yang berlari menuju sungai sangat luas lagi dalam di pinggir kota Tharabulus. Khalid berhenti di situ; sebagian pasukan Muslimiin pulang.
Perumahan Abul-Quds tempat upacara pengantin telah dikuasai pasukan Muslimiin sepenuhnya. Harta kekayaan yang menjadi jarahan banyak sekali; barang-barang pasar tiban yang ditinggalkan oleh pemiliknya juga disita.
Malam itu pasukan Muslimiin senang sekali karena mendapatkan barang-barang berharga dan bermacam-macam makanan. Pengantin wanita cantik diiringi 40 dayang-dayang berpakain mewah gemerlapan, disuruh keluar dari perumahan itu. Harta kekayaan yang di dalam rumah dikumpulkan dimuatkan pada kuda-kuda jantan, keledai, dan himar.
Yang paling penting untuk dicatat dalam penaklukan kota Abul-Quds adalah:
1. Abdullah bin Ja’far sebagai panglima perang.
2. Abdullah bin Unais sebagai penghubung antara pasukan tempur dengan Abu Ubaidah.
3. Khalid bin Al-Walid sebagai komandan dari bala bantuan yang menentukan kemenangan.
Dalam keadaan luka parah Khalid mendekat untuk memanggil rahib di atas rumahnya: “Hai rahib!.”
Dua kali dipanggil oleh Khalid, namun rahib tak mau nongol, sehingga Khalid memukul-mukul rumahnya. Wajah rahib muncul dari cendela untuk berkata, “Kau mau apa? Demi kebenaran Al-Masih, Penguasa langit biru pasti akan menuntutmu mengenai darah orang-orang yang telah kalian bunuh itu.”
Khalid menggertak, “Bagaimana mungkin Allah akan menuntut kami padahal telah perintah agar kami memerangi kalian dan menjanjikan pahala? Demi Allah kalau Rasulillah SAW tidak melarang kami, pasti tempat peribadatanmu telah kurusak dan kau telah kubunuh dengan cara yang paling kejam.”
Rahib diam tidak menjawab.
Khalid, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Unais dan pasukan Muslimiin pulang membawa kekayaan menuju Damaskus. Meski mereka sangat lelah dan merasakan perih, tetapi sangat berbahagia. Tawanan yang paling menarik dalam arak-arakan panjang itu adalah putri bathriq Tharabulus yang baru saja menjadi pengantin.
[1] Al-Waqidi menulis: ثم وثب ضرار وملك جواد عدو الله واستوى في سرجه وكان على الجواد كثيرا من الذهب والفضة والفصوص التي تساوي ثمنا كثيرا.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar