Di pagi yang mencekam bagi penduduk Damaskus, serangan kaum Muslimiin lebih ganas lagi. Khalid telah perintah pada tiap-tiap komandan agar melancarkan serangan dari tempat mereka.
Abu Ubaidah menaiki kudanya untuk memulai serangan. Perang yang berkecamuk dahsyat membuat penduduk Damaskus makin ketakutan. Pasukan Damaskus yang tewah sudah terlalu banyak. Penduduk Damaskus minta pada Khalid, “Tunggu sebentar!.” Namun Khalid bersikeras melancarkan serangan dari luar benteng. Jantung penduduk Damaskus berdebar-debar karena takut. Pengepungan yang berlangsung lama membuat penduduk Damaskus makin cemas dan susah. Mereka menunggu datangnya surat jawaban dari raja.
Di dalam kota, penduduk Damaskus berkumpul banyak sekali bagaikan lautan. Tak ada seorang pun yang berwajah cerah. Bahkan bayi-bayi yang menyusu pun kelihatan tau keadaan: mereka sama menangis. Anak-anak kecil yang bermain-main bersuka-ria pun sudah tak ada lagi. Para tokoh mereka berbicara, “Kita sudah tidak mampu menahan kesabaran yang terlalu lama. Kalau kita lawan, pasti kita juga akan kalah. Tapi kalau mereka kita biarkan, kita juga akan kesulitan karena dikepung terus. Sebaiknya kita berdamai dengan mereka saja, meskipun harus menuruti permintaan mereka.”
Itu merupakan bukti bahwa yang tadinya berjaya, akhirnya akan tumbang. Penduduk Damaskus tadinya terlalu percaya diri karena pertahanan mereka memang benar-benar kuat sekali. Bahkan sepanjang sejarah belum pernah ada raja yang bisa memasuki untuk menyerang kota Damaskus.
Lelaki tua-renta yang rajin membaca kitab kuno berbicara, “Hai kaumku, saya tahu pasti bahwa meskipun Raja Hiraqla datang kemari membawa pasukan elit dan lainnya, tetap juga kita akan kalah. Karena saya telah membaca kitab:
Nabi mereka bernama Muhammad SAW adalah terakhirnya para rasul. Agama dia akan mengalahkan semua agama.
Ikuti saja kemauan mereka dan berilah apa yang diminta!. Itu justru akan lebih baik.”
Mereka mengerumuni untuk mendengarkan perkataan lelaki tua itu, karena tahu bahwa dia memang orang alim yang mengetahui apa saja bahkan tahu mengenai Malchamah[1]. Beberapa orang bertanya, “Lalu sebaiknya bagaimana?. Terus terang bahwa komandan mereka yang berada di dekat pintu gerbang timur sangat kejam tak mengenal ampun.”
Dia menjawab, “Yang lebih tepat kalian berembuk dengan komandan yang di dekat pintu gerbang Jabiyah. Perintahlah lelaki yang bisa berbahasa Arab agar mendatangi mereka dan berteriak sekeras-kerasnya ‘hai bangsa Arab, kita damai, saya ingin bertemu kalian. Saya ingin berbicara dengan pimpinan kalian’.”
Menurut Abu Hurairah, “Saat itu Abu Ubaidah telah perintah sejumlah lelaki agar berjaga di dekat pintu gerbang, karena khawatir akan diserang seperti sebelumnya. Jadwal giliran jaga malam itu adalah Bani Daus di bawah pimpinan Amir bin Thufail Ad-Dausi. Pada waktu kami sedang duduk berjaga; beberapa orang berteriak. Kami segera melaporkan kejadian itu pada Abi Ubaidah komandan kami yang kedudukannya lebih inggi dari pada Amir bin Thufail Ad-Dausi, mengenai seorang Romawi yang ingin bertemu Abi Ubaidah untuk perundingan damai. Abu Ubaidah berbahagaia dan berpesan: ‘kabulkanlah permintaannya!. Katakan permohonan damai kalian dikabulkan!’.”
Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, “Rombongan pasukan Romawi saya datangi dan saya beri tahu ‘permohonan damai kalian dikabulkan’.”
Mereka bertanya, “Kau siapa?. Dan apa kira-kira kalian takkan berkhianat yang justru akan membahayakan kami?.”
“Saya Abu Hurairah sahabat Rasulillah SAW. Di waktu kami masih jahiliyyah dulu, kalau menyatakan damai, maka takkan berkhianat. Bagaimana mungkin kami akan berkhianat padahal Allah telah memberi kami hidayah agama Islam?.”
Rombongan pasukan Romawi turun dari kuda untuk membuka pintu gerbang. Ternyata di dalamnya ada 100 orang yang terdiri dari pejabat tinggi dan ulama Nashrani. Mereka keluar dan mendekati laskar Abi Ubaidah yang telah mengabulkan permohonan damai mereka; Abu Ubaidah juga mendekati mereka. Mereka menyingkirkan Salib-salib yang mereka bawa dan berkumpul menuju tenda Abu Ubaidah. Abu Ubaidah memberi ucapan selamat dan mempersilahkan duduk pada mereka. Lalu berkata, “Sungguh Muhammad Nabi kami SAW pernah bersabda ‘jika tokoh kaum datang padamu maka muliakanlah, dan berbicaralah mengenai perdamaian.”
Mereka berkata, “Kami mohon biarkanlah Gereja-gereja kami. Jangan ada satu pun Gereja yang dihancurkan di dalam kota Damaskus.”
Abu Ubaidah menjawab, “Takkan ada perintah menghancurkan Gereja.”
Di kota Damaskus ada Gereja berjumlah cukup banyak: Gereja Maria, Gereja China (كنيسة حنا), Gereja pasar-malam (كنيسة سوق الليل), Gereja Andar yang kemudian sebelahnya ditempati oleh Abdur Rohman.
Abu Ubaidah menulis surat perjanjian damai permintaan mereka, namun tidak menyebutkan namanya, dan tidak menunjuk saksi. Karena dia bukan Amirul mu’miniin.
[1] Peperangan besar yang akan menghancurkan atau membuat agama merosot.
masih setia menunggu... kelanjutannya... :D
BalasHapussemoga istri cah bagoes nanti juga setia sabar dan kreatif seperti yu Sane. Kata penyair:
BalasHapusYu Sane kaget dipeliti bojone
Di lan Ti disingkirke Tengahe bojone didekake
Pancena kreatif tenan yu Sane
Pancen sabar temenan yu Sane dst.