SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2012/02/28

BA 3: Bedah Al-Qur’an



Tsalabah sahabat nabi SAW yang tadinya sangat miskin, lalu menjadi kaya karena doa nabi SAW. Hanya akhirnya menjadi orang munafiq. Ayat-Ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang itu:
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آَتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ فَلَمَّا آَتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ [التوبة/75-77].

Artinya:
Sebagian dari mereka ada yang berjanji pada Allah: “Niscaya jika Dia (Allah) telah memberikan sebagian KefadolanNya pada kami, niscaya kami akan bersodaqoh sungguh, dan niscaya kami sungguh akan tergolong kaum shalih.”
Namun ketika Dia (Allah) telah memberikan sebagian KefadolanNya pada mereka, mereka bakhil mengenainya, dan berpaling dengan mengabaikan. Dia (Allah) pun mengecap Munafiq di dalam hati mereka, hingga hari mereka bertemu Dia (Allah), karena telah menyelisihi Allah mengenai yang telah mereka janjikan, dan  karena mereka telah berbohong. [Qs At-Taubah 75-77].

Tengah, Dila, dan Anti bertanya: “Kenapa ‘wa (وَ)’ di dalam kalimat ‘waminhum (وَمِنْهُمْ)’ tidak diartikan?.”
liti dan Elan menjawab, “Karena hanya berguna menjelaskan ‘kalimat sebelumnya sudah berhenti’.”
Dengan serempak, Tengah, Dila, Anti dan lainnya, bertanya: “Namanya apa?”
Sastro dan Bento menjawab, “Namanya ‘ibtida’ atau ‘istinaf’.
Muha berkata, “Kalimat pengartian ‘niscaya kami akan bersodaqoh sungguh’ kurang benar, karena penyangatannya diulang. Mestinya kalimat pengartian itu cukup ‘niscaya kami akan bersodaqoh’. Lafal sungguh dihilangkan saja! Agar tidak berlebihan!.”
Enam muballighat dan Iti, menambah pertanyaan: “Kalimat ‘niscaya kami sungguh akan tergolong’ di atas juga berlebihan. Yang satu harus dihilangkan agar tidak bertele-tele?.”

Iti, Liti, Tengan dan Yusane, berkata, “Mungkin Muha, Iti, dan para muballighat, benar, karena mendasari kaidah bahasa Indonesia. Tetapi karena ini menerjemahkan bahasa Arab, maka harus apa adanya, asal jangan terlalu jauh dari kaidah bahasa Indonesia. Awalan ‘la (لَ)’ artinya niscaya, akhiran ‘nna (نَّ)’ dalam kalimat ‘lanasshaddaqanna (لَنَصَّدَّقَنَّ)’ artinya ‘sungguh’. Begitu pula ‘la (لَ)’ awalan kalimat ‘lanakuunanna (لَنَكُونَنَّ)’ dan ‘nna (نَّ)’ akhirannya.
Penyangatan yang diulang ini, melukiskan sumpah itu diucapkan dengan serius.”
Beberapa muballighat cantik bertanya: “Kenapa ‘fa (فَ)’ di awal kalimat ‘falammaa aataahum (فَلَمَّا آَتَاهُمْ)’ tidak diartikan ‘maka?’, tetapi diartikan ‘namun?’.”
Yusane dan Elan menjawab, “Karena berguna menjelaskan bahwa kalimatnya masih berhubungan dengan kalimat sebelumnya, namanya ‘athaf’.”
Tujuh orang bertanya, “Kenapa ‘fa (فَ)’ dalam awalan kalimat ‘faaqahum (فَأَعْقَبَهُمْ)’ diartikan ‘Dia (Allah) pun?’.”
Bento, Dila, dan Muha, menjawab, “Karena berguna menjelaskan bahwa kalimatnya masih berhubungan dengan kalimat sebelumnya, namanya ‘athaf’.”
Beberapa orang bertanya, “Kenapa ‘wa (وَ)’ dalam lafal ‘wahum (وَهُمْ)’ tidak diartikan ‘dan?’.”
Tengah dan Iti menjawab, “Karena untuk menjelaskan keadaan (chaliyyah).
Faishal dan Dias bertanya, “Kenapa dua lafal ‘bimaa (بِمَا)’ diartikan sebab?.”
Titi dan Iti menjawab, “Karena ‘bi (بِ)’nya untuk menyatakan sebab (sababiyyah) dan ‘maa (مَا)’nya untuk menyangatkan (takid).”
Joko dan teman-temannya bertanya, “Kenapa ‘yakdzibuun (يَكْذِبُونَ)’ diartikan ‘mereka telah bohong?’ Padahal kata kerja ‘sedang’ atau ‘akan’ (mudhari)?.”

Iti dan Liti menjawab, “Karena ada lafal ‘kaanuu (كَانُوا)’ sebelum itu.”


2012/02/21

Allah Terkuat

Image result for lokasi perang badar



Perang Badar terdiri dua kubu. Kaum Muslimiin dipimpin oleh Rasulallah SAW didukung oleh Allah yang Terkuat dan para MalaikatNya. Kaum Musyrik dipimpin oleh Abu Jahl, didukung oleh Syaitan dan pasukannya.

Sebetulnya perang itu telah direncanakan oleh kaum Musyrik. Abu Sufyan telah menarik saham dari seluruh kaum Musyrik Makkah untuk modal dagang ke Syam, yang labanya dipergunakan sebagai bekal memerangi kaum Muslimiin.

Nabi SAW tahu bahwa Abu Sufyan dan kafilahnya dari Syam akan lewat, sehingga bersabda pada para sahabatnya, “Saya mendapatkan laporan bahwa kafilah Abu Sufyan akan lewat. Bukankah kalian mau ? Saya ajak menghadang mereka ? Dengan harapan semoga Allah memberikan Rampasan dari mereka untuk kita ?.”

Nabi SAW dan para sahabat berbondong-bondong, menyongsong kafilah Abu Sufyan.
Ternyata Abu Sufyan tahu kalau rombongannya akan dihalang-halangi, karena laporan dari mata-mata. Abu Sufyan berbelok untuk menyusuri jalan pantai, menghindari serangan nabi SAW dan para sahabatnya.

Melalui teriakan seorang utusan, Abu Jahl dan pasukannya tahu bahwa sahabat mereka yakni Abu Sufyan dan rombongannya, yang membawa harta berjumlah banyak, dihalang-halangi oleh Muslimiin.

Abu Jahl segera memberangkatkan pasukan untuk melindungi kafilah Abu Sufyan dari serangan Muslimiin.
Di tengah perjalanan Abu Jahl tahu bahwa kafilah Abu Sufyan telah selamat dan telah kabur melalui pantai. Namun dia bersikeras memberangkatkan pasukannya menuju Badr. Dia berkata, “Tidak ! Saya takkan pulang sebelum datang ke mata-air Badr ! Untuk berpesta daging unta dan arak ! Sambil menikmati nyanyian biduanita kita.”
Lalu mengarak pasukannya dengan menabuh genderang perang, dengan congkak dan sombong. Dan yakin bahwa mereka pasti akan menjadi pemenang.


Ketika tahu bahwa Abu Sufyan dan rombongan telah kabur, dan bahwa Abu Jahl yang tidak diperhitungkan ternyata justru telah datang, kaum Muslimiin berdebar-debar ketakutan bahkan yakin bahwa diri mereka akan segera mati oleh keganasan serangan Abu Jahl dan pasukannya.

Perang yang mendebarkan itu berakhir dengan Kemenangan Muslimiin atas kaum Musyrik. Kemenangan akbar itu diketahui telah direncanakan oleh Allah, karena setelah itu Allah berfirman:
وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ [الأنفال/7، 8].

Artinya:
Ketika itu Allah menjanjikan ‘satunya dua golongan’ untuk kalian: “Sungguh itu untuk kalian.” Namun kalian senang bahwa sungguh selain yang bersenjata (kafilah Abu Sufyan) yang untuk kalian. Padahal Allah ingin menghakkan kebenaran dengan KalimatNya, dan menumpas Akar Kaum Kafir. Untuk menghakkan Kebenaran dan membatalkan Kebatilan, walaupun kaum Berdosa benci. [Qs Al-Anfal 7-8].


Maksud penulis sederhana: “Di balik kehidupan nyata ini, ada kehidupan yang tidak tampak: Allah yang Terkuat, para Malaikat, dan para Syaitan. Allah Terkuat yang selalu disembah oleh para Malaikat, selalu mendukung para HambaNya yang taat. Sedangkan Syaitan selalu menggoda agar Hamba-Hamba Allah menetang Allah dan Rasulallah SAW.”

Asal Kita Sederhana





Ditinjau dari asalnya, hidup adalah anugrah. Segala sesuatu berasal dari kecil, termasuk manusia. Ketika nuthfah (sperma) kecil membuahi sel telor (ovum) kecil, maka Allah memproses dengan kecepatan luar biasa, hingga menjadi janin. Hanya dalam waktu 6 hingga 9 bulan 10 hari atau lebih, nuthfah (sperma)  menjadi besar (bayi) yang siap dilahirkan.
Bukti bahwa semua itu terjadi karena Anugrah:

“Di zaman modern ini nuthfah (sperma) belum dan takkan bisa diproses oleh manusia agar menjadi bayi yang sesuai dengan kehendak mereka.”
Dalam proses menjadi bayi, ada waktu yang disebut spesialisasi, karena beberapa titik sel berubah menjadi sempurna. Saat itu ada yang lalu menjadi kaki, usus, tangan, mata, kepala, dan lain sebagainya. 

Kalau manusia bisa mengambil alih kekuasaan dalam memproses nuthfah (sperma), niscaya akan ditemukan cara agar :
1.     Wanita hamil hanya tiga bulan.
2.     Agar ketampanan atau kecantikan bayinya, sempurna.
3. Cara mempersiapkan bayi-bayi yang nantinya menjadi kaum hebat.
Yang terjadi di lapangan adalah, sesuai Firman Tuhan yang artinya: “Hakikinya Perintah Dia ketika menghendaki sesuatu, hanya berfirman ‘jadi!’ maka menjadi. Maka Maha Suci Zat yang di TanganNya 'kekuasaan segala sesuatu'. Dan kalian akan dikembalikan padaNya.” [Qs Yasin 82-83].
Dalam kenyataan, ada suami tampan dan istri cantik yang duanya dokter senior. Ternyata bayi mereka berkepala sangat besar, tidak seperti dua orang tuanya. Ada lagi dokter senior tampan yang anak gadisnya idiot. Bahkan dulu di zaman Musa AS, pernah ada sepasang suami istri yang putra mereka berjumlah sepuluh, cacat semuanya. Ada yang buta, ada yang lumpuh, ada yang bisu, ada yang tuli, ada yang terserang penyakit panas seumur hidupnya, ada yang terserang lepra, ada yang bertestis sangat besar sebelah, ada yang gila, ada yang buta sebelah, ada yang pincang.
Maksud penulis sederhana:

“Mengenai proses nuthfah (sperma) menjadi bayi hingga kematiannya, bahkan apa saja yang terjadi di bumi ini, bukti nyata bahwa Allah yang mengkodar segala-galanya. Dan kita hidup dengan keadaan apapun, Anugrah dari yang Maha Murah. Oleh karena itu bersyukur, dan menyembahlah, pada Allah! Yang telah menghidupkan dan akan mematikan kita semuanya.”