SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2011/08/31

KW 122: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-122 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Khalid berkata pada pasukan andalannya yang bernama Jaisyuz-Zachf (جيش الزحف): “Peperangan ini luar biasa.”
Khalid berdoa, “Ya Allah, tolonglah pasukan Muslimiin” Lalu berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia, ternyata para pasukan yang datang kemari membawa gada itu, disatukan dengan rantai.”
Abu Ubaidah menjawab, “Yang bisa mengalahkan mereka hanyalah orang yang tabah” Lalu bertanya pada Khalid, “Bagaimana sebaiknya hai Ayah Sulaiman?.”

Dari lautan pasukan Romawi itu, Mahan memilih 100.000 lelaki yang gagah berani agar menyerang di bagian depan. 
Khalid segera sadar dengan keadaan. Dia berkata pada Abu Ubaidah, “Sebaiknya yang mulia menempati yang ditempati oleh Said bin Zaid di belakang bersama 200 hingga 300 sahabat Rasulillah SAW. Agar orang di sana sungkan pada Allah dan pada yang mulia, sehingga tidak kabur.”
Saat itu nama Said bin Zaid sangat masyhur hampir seperti Abu Ubaidah, karena dia juga tergolong dari sepuluh orang yang dipastikan akan masuk surga berdasarkan sabda Rasulillah SAW.
Said dipanggil agar menempati tempat Abu Ubaidah; Abu Ubaidah mundur menempati tempat Said. Abu Ubaidah memilih 200 hingga 300 pasukan berkuda dari Yaman. Di antara mereka ada beberapa orang Muhajiriin dan Anshar. Mereka lah yang mendampingi Abu Ubaidah yang tempatnya bersebelahan dengan Said bin Zaid.[1]

Menurut pengakuan Waraqah bin Muhalhil Attanukhi (ورقة بن مهلهل التنوخي) pembawa panji Abu Ubaidah di dalam Perang Yarmuk:
Awalnya pasukan Islam yang memulai menyerang adalah pemuda dari Al-Azd yang cerdas. Dia berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia! Saya ingin mengobati luka hati saya dengan cara memerangi musuh saya dan musuh Islam. Dalam berjuang ini saya ingin meraih pahala mati syahid. Bolehkah? Jika yang mulia ingin menyampaikan pesan untuk Rasulallah, akan saya sampaikan pada beliau.”

Abu Ubaidah menangis terharu dan berkata, “Sampaikan salam saya pada baginda SAW, dan katakan ‘kami telah menjumpai janji Tuhan untuk kami, benar.”
Abu Ubaidah menyerahkan kuda agar dikendarai oleh pemuda itu.
Pemuda itu memacu kudanya untuk persiapan menyerang lawan. Kedatangannya disambut oleh lelaki Romawi berkuda.
Pemuda itu mendekati musuh sambil melantunkan syair:
Tak lama lagi kita akan berperang
Dengan pedang telanjang
Semoga saya berhasil meraih keberuntungan
Di dalam Firdaus yang menawan

Pemuda itu bertempur melawan musuhnya, dan pedangnya menembus hingga musuhnya roboh dan sakarat. Pemuda itu merampas harta dan kuda musuh yang telah tewas untuk diserahkan pada lelaki dari kaumnya. Lalu bergerak ke tengah medan untuk menantang perang.
Seorang datang untuk melayani perkelahian, namun beberapa jurus kemudian gugur oleh tebasan pedang.
Musuh yang ketiga dan keempat bernasib sama, gugur oleh tebasan pedangnya.
Musuh yang kelima lah yang mampu mengalahkan pemuda itu.
Kaum dari suku pemuda itu marah karena jagoan mereka tewas. Mereka bergerak untuk menyerang kaum Romawi untuk membalaskan kematian saudara sekakek mereka.
Arak-arakan pasukan Romawi yang berdatangan jauh lebih banyak, bagaikan kawanan belalang yang takterhitung. Yang mereka dekati pasukan Muslimiin yang berada di sayap kanan.

Dengan penuh semangat, Abu Ubaidah berkata, “Hai! Musuh-musuh Allah telah mendekat! Bersiaplah! Ketahuilah bahwa Allah bersama kalian! Tabahlah dalam menghadapi serangan untuk menyambut pertolongan Allah.”
Abu Ubaidah memandang langit lalu berdoa, “Ya Allah, hanya kepadaMu kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan. Hanya kepadaMu kami meyakini sebagai satu-satunya Tuhan, dan meyakini bahwa tidak ada yang menyamaiMu. Sementara musuh-musuhMu ini mengkufuriMu dan ayat-ayatMu.[2] Dan mereka menganggap Kau berputra. Ya Allah buatlah mereka kabur dan hati mereka kacau-balau ketakutan. Dan turunkanlah ketenangan pada kami. Tetapkanlah kami pada kalimat taqwa. Amankanlah kami dari adzabMu wahai yang takkan menyelisihi janji. Ya Allah tolonglah kami mengalahkan mereka. Wahai yang telah berfirman di dalam KitabNya dan berpeganglah pada Allah! Dia lah pelindung kalian. Sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik penolong’.” [Qs Al-Chajj 78/الحج: 78].

Tiba-tiba pasukan Romawi menyerang sayap kanan pasukan Muslimiin dengan sengit. Yang menyambut serangan mereka kaum Al-Azd, kaum Madzchaj, kaum Chadhramaut, dan kaum Khaulan.
Serangan pasukan Romawi yang menggila dilawan dengan garang. Tiba-tiba bala bantuan pasukan Romawi berdatangan banyak sekali. Namun pasukan Muslimiin tidak mundur.
Ketika bala bantuan Romawi yang ketiga yang berjumlah sangat banyak datang untuk menyerang; pasukan Muslimiin terdesak dan surut ke belakang.
Pimpinan pasukan Muslimiin di bagian itu bernama Amer bin Madikarib yang sangat dihormati, yang telah berumur 120 tahun. Dia berteriak, “Hai kaum Zubaid! Hai kaum Zubaid! Kenapa mundur takut musuh? Apakah kalian senang namanya tercoreng dan hina? Jangan takut terhadap serangan anjing-anjing ini! Apa kalian tak tahu bahwa Allah mengamati kalian yang berjihad dengan tabah? Jika Allah telah tahu kalian tabah, akan segera menurunkan pertolonganNya! Apa kalian akan berlari meninggalkan surga menuju neraka dan kemurkaan yang Maha Kuasa?!.”
Kaum Zubaid berjumlah sekitar 500 orang berkuda; yang lain berjalan kaki itu tidak jadi berlari karena pengaruh nasehat pimpinan mereka. Lalu kembali lagi untuk mengerumuni pimpinan dan menyerang pasukan Romawi dengan serangan paling ganas.

Kaum Chimyar, Chadhramaut, dan Khaulan, berdatangan untuk membantu menyerang. Pasukan Romawi tersapu ke belakang dan berguguran. Apalagi ketika kaum Daus di bawah pimpinan Abu Hurairah berdatangan untuk membantu menyerang. Abu Hurairah lah yang membawa panji untuk menggerakkan pasukanya agar menyerang, “Hai semuanya! Berperang ini adalah upaya agar kita bisa memeluk para bidadari bermata indah di sisi Tuhan seluruh alam. Tidak ada tempat yang lebih menyenangkan Allah untuk kita dari pada medan perang ini. Ketahuilah bahwa orang-orang yang tabah lebih diutamakan oleh Allah mengalahkan lainnya yang tidak berjihad dan tabah!.”
Ucapan Abu Hurairah sangat berpengaruh pada kaum Daus. Mereka mengerumuni Abu Hurairah RA untuk bersama-sama melancarkan serangan mematikan atas pasukan Romawi. Peperangan berkecamuk dengan sengit.
Tetapi titik serbuan yang diutamakan oleh pasukan Romawi adalah bagian sayap kanan dari pasukan Muslimiiin.
Pasukan sayap kanan mundur bersama kuda mereka, karena serangan pasukan Romawi terlalu ganas dan bertubi-tubi. Para wanita Muslimaat berteriak, “Hai para wanita Arab! Ayo kita turun untuk memberi semangat pasukan agar kembali lagi menghadapi lawan!.”

Ufairah bintu Ghoffar berpakaian menyerupai pria karena akan ikut berperang. Dia berteriak, “Hai wanita Arab! Ayo kita beri semangat pasukan kita! Angkatlah anak-anak kalian! Untuk menyuruh pasukan kita bertempur dan berjihad!.”

Sejumlah wanita melemparkan batu pada pasukan Muslimiin yang lari ke belakang. Anak perempuan Ash bin Munabbih berteriak, “Allah akan menghina lelaki yang tidak berjuang membela istrinya!.”

Beberapa wanita berkata pada para suami yang lari, “Kalian bukan suami kami yang hebat! Jika tidak melindungi kami dari serangan orang-orang kafir ini!.”
Khaulah bintil-Azwar, Khaulah bintu Tsalabah, Kaub binti Malik (كعوب ابنة مالك), Salma bintu Hasyim, Nakm bintu Fayadh (ونعم ابنة فياض), Hind bintu Utbah, Lubna bintu Jarir, menggerakkan para wanita Muslimaat agar ikut berjihad.
Khaulah melantunkan syair pemacu semangat jihad:
Hai yang berlari dari berjuang melindungi istri yang jelita
Tegakah kalian menyerahkan kami pada lawan yang buta
Dari petunjuk yang Maha Cinta

Pengaruh syair yang dilantunkan itu luar biasa. Pasukan Muslimiin yang telah berlari, berbalik maju lagi untuk menyerang. Bahkan serangan mereka ganas sekali hingga pasukan Romawi kocar-kacir dan berguguran.
Hind bintu Utbah muncul membawa tongkat, diikuti para wanita Muhajiraat. Hind membaca syair pemacu semangat jihad:
Kamilah anak-anak perempuan Thariq
Yang berjalan membawa namariq[3]
Bagai burung Qutha yang aduhai
Barang siapa enggan berpisah dengan kami
Taklukkan musuh untuk kami
Jika kalian berlari kalah
Sebaiknya kita berpisah
Lelaki perkasa adalah
Pelindung para Muslimah[4]


[1] Said bin Zaid RA lah sahabat nabi SAW yang menganggap dosa sangat besar pada pembunuhan Utsman bin Affan RA, ketika Islam telah berjaya. Bukhari meriwayatkan tentang itu: صحيح البخاري - (ج 12 / ص 246)
3578 - حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ يَقُولُ لِلْقَوْمِ لَوْ رَأَيْتُنِي مُوثِقِي عُمَرُ عَلَى الْإِسْلَامِ أَنَا وَأُخْتُهُ وَمَا أَسْلَمَ وَلَوْ أَنَّ أُحُدًا انْقَضَّ لِمَا صَنَعْتُمْ بِعُثْمَانَ لَكَانَ مَحْقُوقًا أَنْ يَنْقَضَّ.
Arti (selain isnad)nya:
Qais berkata, “Saya pernah mendengar Said bin Zaid berkata pada kaum ‘kalau saya melihatku saat diikat oleh Umar karena saya dan sudara perempuannya beragama Islam. Kalau gunung Uhud telah diqadar remuk-redam karena perlakuan kalian pada Utsman, niscaya saat itu benar-benar remuk-redam.
[2] Dalam Futuchus-Syam dijelaskan mengenai itu: فتوح الشام - (ج 1 / ص 158)
ثم رمق إلى السماء بطرفه وقال: اللهم إياك نعبد وإياك نستعين ولك نوحد ولا نشرك بك شيئاً وأن هؤلاء أعداؤك يكفرون بك وبآياتك ويتخذون لك ولداً: اللهم زلزل أقدامهم وارجف قلوبهم وأنزل علينا السكينة وألزمنا كلمة التقوى وآمنا عذابك يا من لا تخلف الميعاد، اللهم انصرنا عليهم يا من قال في كتابة العزيز: " واعتصموا بالله هو مولاكم فنعم المولى ونعم النصير.
[3] Namariq: Bantal untuk duduk atau tidur suaminya.
[4] Bagi yang memiliki Maktabatus-Syamilah, kisah ini bisa disimak di: فتوح الشام - (ج 1 / ص 159).

2011/08/27

KW 121: Perang Yarmuk (اليرموك)



 (Bagian ke-121 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Seorang Muslim berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia, semoga Allah berbuat baik pada tuan. Semalam saya juga bermimpi.”
Abu Ubaidah berkata, “Berarti in syaa Allah, kita akan bernasib baik. Semoga Allah menyayangmu! Mimpi bagaimana?.”
Dia menjawab, “Saya bermimpi, kita pergi ke arah musuh, untuk berperang. Sejumlah burung bersayap hijau berkuku tajam, dari langit sama turun. Dengan kuku setajam kuku macan, kawanan burung itu menyerbu bagai burung garuda. Musuh yang diserang itu, tewas berserakan.”

Setelah mendengarkan penuturan mimpi Abu Ubaidah dan lelaki Muslim itu, pasukan Muslimiin berbahagia. Sebagian mereka berkata pada yang lain, “Berbahagialah! Allah akan menyelamatkan dan menolong kita, dengan mengerahkan para Malaikat-Nya, seperti pada zaman Perang Badar.”

Abu Ubaidah bahagia dan berkata, “Ini mimpi baik yang artinya, kita akan segera mendapat pertolongan. Pemenang final akan direbut oleh orang-orang Taqwa.”

Seorang Muslim berdiri dan berkata, “Yang mulia, kenapa kita tidak segera menyerang mereka? Padahal mereka mengulur waktu hanya bersiasat mencari kelengahan kita?.”
Abu Ubaidah berkata, “Qadar baik lebih cepat bergerak daripada persangkaanmu.”

Tiba-tiba suara gaduh menggemuruh menyeruak. Beberapa orang dari mereka yang datang itu memekikkan, “Serang!” 
Ternyata pasukan Romawi telah berdatangan untuk menggempur pasukan Muslimiin.

Abu Ubaidah khawatir jika sebagian Muslimiin ada yang telah terluka. Dia bergerak untuk meneliti keadaan. Tiba-tiba Said bin Zaid dan Amer bin Nufail muncul dari tempat penjagaan, untuk laporan.
Mereka berdua membawa tahanan lelaki Nashrani yang menyatakan Islam, untuk dihadapkan pada Abu Ubaidah. Seorang dari mereka berdua berkata, “Yang mulia, ternyata Raja Mahan telah melancarkan siasat perang atas kita, dengan cara mengulur waktu. Sekarang dia datang mendadak menuju kemari dengan membawa pasukan, untuk menyerang kita. Mereka tahu kita sedang lengah. Lelaki Nashrani yang kami tangkap ini telah menyatakan Islam dan melaporkan semua itu karena membela kita. Dia melaporkan bahwa Mahan telah mengutus seorang bathriq pilihannya, agar memimpin serangan atas kita. Raja-raja Romawi telah bersepakat akan menyerang kita dengan pasukan mereka masing-masing. Ini berarti kita akan kesulitan mengatasi mereka.”

Pasukan Muslimiin mengulurkan wajah dan terkejut saat melihat sejumlah panji berkibar-kibar dan Salib-salib gemerlapan, dibawa oleh lautan pasukan Romawi yang berdatangan makin mendekat. Derap kaki kuda mereka membahana dan debu-debu beterbangan.
Dengan hati berdebar, Abu Ubaidah membaca, “Laa chaula wa laa quwwata illaa bi Allah Al-Aliyy Al-Adlim.”
Lalu bertanya, “Di mana ayah Sulaiman, Khalid bin Al-Walid?!.”
Khalid menjawab, “Ya, saya datang.”
Abu Ubaidah perintah, “Siapkan pasukan Muslimiin untuk melindungi para wanita! Aturlah agar semua pasukan siaga sepenuhnya!.”
Khalid menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan sebaik-baiknya.”
Khalid berteriak, “Mana Zubair bin Al-Awwam!? Abdur Rohman bin Abi Bakr?! Fadhl bin Abbas?! Yazid bin Abi Sufyan?! Rabiah bin Amir?! Maisarah bin Masruq?! Maisarah bin Qais?! Abdullah bin Unais?! Shakhr bin Charb?! Umarah Addausi?! Abdullah bin Sallam?! Ghanim Al-Ghanawi?! Miqdad bin Al-Aswad?! Abu Dzarr Al-Ghifari?! Amer bin Madikarib?! Amar bin Yasir?! Dhirar bin Al-Azwar?! Amir bin At-Thufail?! Aban bin Utsman bin Affan?!.”
Mereka yang dipanggil oleh Khalid lah yang bergerak cepat untuk menyambut datangnya pasukan Romawi yang melaut. Dengan gagah-berani mereka bersiap melayani serangan lawan yang jumlahnya banyak sekali.
Abu Ubaidah mempersiapkan pasukan Muslimiin yang lain.
Abu Sufyan datang pada Abu Ubaidah untuk berkata, “Yang mulia, perintahlah wanita-wanita kita agar mendaki gunung ini.”
Abu Ubaidah menjawab, “Usulanmu akan saya laksanakan.”
Abu Ubaidah perintah para wanita agar mendaki gunung untuk berlindung dan melindungi anak-anak mereka. Abu Ubaidah berpesan pada para wanita itu, “Membawalah tongkat dan kumpulkanlah batu-batu untuk melempar! Berilah semangat para pasukan Muslimiin! Jika ada yang lari pukullah dengan tongkat dan lemparlah dengan batu! Angkatlah anak kalian sambil berkata ‘belalah anak istri dan agama kalian ini!’.”
Para wanita Muslimaat menjawab, “Yang mulia, berbahagialah! Kau akan segera mendapat kemenangan.”

Setelah Abu Ubaidah selesai memberi pengarahan pada wanita Muslimaat agar naik ke atas gunung, perintah agar pasukan Muslimiin mempersiapkan perlawanan.
Pasukan Muslimiin sebelah kiri, sebelah kanan, dan tengah, telah siap sepenuhnya. Kebanyakan panji-panji yang dibawa oleh pasukan Muhajirin berwarna kuning; ada yang berwarna putih, hijau, dan hitam.
Panji-panji yang dibawa oleh kabilah-kabilah (selain pasukan Muhajirin) berkibar-kibar dengan warna berbeda-beda. Pasukan yang bertempat pada barisan paling tengah adalah kaum Muhajirin dan Anshar.
Secara keseluruhan pasukan Muslimiin dibagi menjadi tiga:
·        Pasukan berpanah terdiri dari kaum Yaman.
·        Pasukan berkuda.
·        Pasukan berunta.
Pasukan berkuda dibagi tiga. Sebagian dipimpin oleh Ghiyats bin Charmalah Al-Amiri (غياث بن حرملة العامري).
Sebagian lagi dipimpin oleh Maslamah bin Saif Al-Yarbui (مسلمة بن سيف اليربوعي).
Yang lainnya dipimpin oleh Qaqa bin Amer Attaimi (القعقاع بن عمرو التميمي).
Di belakang panji-panji berkibar itulah pasukan Muslimiin berbaris-baris. Panji yang paling dibanggakan oleh pasukan Muslimiin adalah yang dibawa oleh Abu Ubaidah. Panji itulah pemberian dari Abu Bakr Assiddiq Al-Marhum ketika Abu Ubaidah diperintah agar pergi ke Syam untuk berdakwah dengan pedang. Bahkan panji kuning itu pula yang dulu pernah dibawa oleh Rasulillah SAW di dalam Perang Khaibar tahun tujuh Hijriyah. Panji yang menarik setelah itu panji Khalid bernama Al-Iqab berwarna hitam.
Yang ditunjuk memimpin pasukan berjalan kaki, Syurachbil bin Chasanah.
Yang memimpin pasukan sayap kanan, Yazid bin Abi Sufyan.
Yang memimpin pasukan sayap kiri Qais bin Hubairah.
Dan yang diserahi memimpin semuanya adalah Khalid, di bawah kendali Abu Ubaidah.
Cukup banyak pasukan Muslimiin yang menitikkan dan mengalirkan air mata karena melihat kebesaran Allah yang tampak dibalik kenyataan yang ada. Banyak juga yang berdoa sambil menangis karena ingin diperhatikan oleh Allah Subhanah.  

Seluruh barisan telah disiapkan; Abu Ubaidah memasuki celah-celah barisan untuk memeriksa keadaan. Dan mengarahkan agar mereka bersemangat di dalam berperang, “In tanshuruu Allaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum.”
Artinya: Jika kalian menolong Allah, Allah akan menolong dan menetapkan tumit-tumit kalian.  [1]
Abu Ubaidah berkata pada mereka, “Tabahlah dalam berperang! Agar kalian segera lepas dari kesusahan ini dan dirodhoi oleh Tuhan! Selain itu! Tabah lah ‘yang akan mengalahkan musuh’! Maka jangan meninggalkan barisan kalian! Jangan turun semangat! Selain itu kalian supaya selalu menyebut Nama Allah! Biarkan mereka memulai serangan! Tetapi panah dan perisai agar selalu siap di tangan! Jangan banyak bicara! Kecuali untuk menyebut Nama Allah! Jangan coba-coba melakukan yang membahayakan! Laporkan padaku sebelum melakukannya!.”

Abu Ubaidah kembali lagi pada tempatnya. Muadz bin Jabal muncul untuk mengelilingi pasukan dan menyampaikan pengarahan, “Hai umat Islam penegak Al-Huda dan kebenaran! Ketahuilah bahwa rahmat Allah takkan kalian raih kecuali dengan beramal! Tidak mungkin bisa diraih hanya dengan berangan-angan! Surga juga tak mungkin bisa dimasuki kecuali dengan beramal dan rahmat Allah! Dan orang-orang yang tabah lah yang akan diberi rahmat dan ampunan luas oleh Allah! Bukankah kalian sering mendengar Firman Allah ‘Allah telah menjanjikan pada sebagian orang-orang yang beriman dari kalian:
·        Niscaya Dia akan menjadikan mereka sebagai khalifah di dalam bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah pada orang-orang sebelum mereka.
·        Niscaya Dia akan memberi tempat sungguh pada agama mereka yang Dia ridhoi demi mereka.
·        Niscaya Dia akan memberi ganti rasa aman dari setelah ketakutan mereka. Mereka akan menyembahKu tidak mensyirikkanKu pada sesuatu. Namun barang siapa kufur setelah itu, berarti mereka itu orang-orang fasiq?’. [2]
Sungkanlah pada Allah agar kalian tidak lari dari perang! Kita ini di dalam genggaman Allah! Jalan selamat kita justru berlindung pada Allah!.”
Muadz mengulang-ulang nasehatnya pada pasukan Muslimiin lalu kembali lagi pada tempatnya.
Sahl bin Amer muncul dan berjalan dengan kudanya di hadapan barisan dengan membawa pedang terhunus. Dia menyampaikan nasehat yang hampir sama dengan nasehat Muadz.
Abu Sufyan muncul berkendaraan kuda membawa pedang dan tombak, untuk berkata, “Hai orang-orang Arab yang hebat! Di wilayah kaum kafir ini demi Allah! Yang bisa menyelamatkan kalian hanyalah menyerang dan membelah kepala mereka! Dengan itulah kalian akan dekat pada Tuhan dan mendapatkan kebahaigaan! Ketahuilah bahwa ketabahan kalian dalam perang ini lah yang akan dipergunakan sebagai alasan oleh Allah, untuk memberi pertolongan pada kalian! Semangatlah dalam berjihad ini! Pertolongan akan turun jika kalian telah terbukti tabah! Bahkan jika kalian tabah, negri-negri dan kota-kota mereka akan kalian rebut! Anak lelaki dan anak perempuan mereka akan menjadi pelayan kalian! Kalau kalian lari justru akan sengsara! Karena harus menyusuri jalan sangat panjang yang tak mungkin bisa dilalui kecuali dengan perbekalan yang memadai! Dan itu berarti kalian justru takkan mungkin bisa merebut lagi rumah-rumah mewah dan istana-istana megah yang tadinya telah kalian kuasai! Lawanlah mereka dengan pedang untuk berjihad yang maksimal! Dan jangan sekali-kali mati kecuali dalam keadaan Islam!.”

Tidak semua pasukan Muslimiin ketakutan ketika menyadari harus berhadapan dengan lautan pasukan Romawi yang sangat ganas. Bahkan di antara mereka banyak yang justru menangis bahagia karena bisa berdekatan pada Allah dan bisa menumpahkan segala rasa syukur dan berdoa.
Abu Sufyan meninggalkan barisan untuk naik gunung. Pada para wanita Muhajiraat dan para anak perempuan Anshar, Abu Sufyan nasehat, “Sungguh Rasulullah SAW bersabda ‘sesungguhnya akal dan agama para wanita kurang’. Oleh karena itu kalian harus menjaga agama kalian, dan tekat kalian agar diteguhkan! Berilah semangat suami-suami kalian untuk berjihad! Jika ada seorang suami yang lari, lemparlah dengan batu! Pukullah kaki kudanya dengan tongkat! Angkatlah anak-anak kalian agar dia sadar harus kembali berperang untuk melindungi anak-istri!.”
Walau hati berdebar, para wanita Muslimaat menyenandungkan syair pemacu semangat jihad; Abu Sufyan kembali ke barisan untuk mengucapkan, “Hai Muslimiin semuanya! Kalian telah menyaksikan lawan mendekat! Berjihad inilah jalan agar kita bisa berdekatan dengan Rasulallah SAW! Surga di depan kita! Syaitan dan neraka di belakang kita.”

Perkiraan Mahan dalam pertempuran itu, pasukan Muslimiin akan lari ketakutan, meleset. Bahkan banyak pasukan Romawi yang berlarian ke belakang, ketika Khalid dan 500 pasukan berkudanya mengamuk memulai serangaran paling ganas.
Mahan menggertak, “Serbu!,” pada pasukannya yang diam tidak segera melancarkan serangan.
Tak lama kemudian lautan pasukan Romawi melancarkan serangan bertubi-tubi. Dalam peperangan akbar itu Mahan telah memilih 30.000 orang penting untuk ditempatkan pada lobang-lobang yang baru saja digali berderet memanjang ke belakang, di sebelah kanan barisan pasukan.
Tiap 10 orang dari mereka disatukan dengan rantai agar tidak bisa berlari meninggalkan tempat. Mereka ditugaskan melindungi pasukan dari sebelah kanan. Orang-orang itu telah disumpah, “Demi Isa bin Maryam! Demi Salib! Demi para ulama Nashrani! Demi para rahib Nashrani! Demi empat Gereja: mereka takkan lari meskipun semua pasukan Romawi tewas.”

Khalid berkata, “Sepertinya peperangan ini akan menjadi akbar,” lalu berdoa, “Ya Allah, bantulah kaum Muslimiin dengan pertolongan.”


[1] إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ  [محمد/7].
[2] وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [النور/55.

2011/08/25

Makam Nabi Dzul-Kifl (ذُو الْكِفْلِ) AS


1), Menurut kamus Al-Muhith: القاموس المحيط - (ج 2 / ص 139)
شُوشَةُ ع بأرضِ بابِلَ، بِقُرْبِها قَبْرُ ذِي الكِفْلِ، عليه السلامُ.

Artinya: Syusyah nama tempat di Babilon. Di dekat tempat itu ada makam Nabi Dzul-Kifl AS.

2), Menurut tarikh Al-Kamil karya Ibnul-Atsir: الكامل في التاريخ - (ج 1 / ص 44)
وذكر أن عمر أيوب كان ثلاثاً وتسعين سنة، وأنه أوصى عند موته الى ابنه حومل، وأنّ الله بعد بعده ابنه بشر بن أيوب نبيّاً وسمّى ذا الكفل، وكان مقيماً بالشام حتى مات، وكان عمره خمساً وسبعين سنة، فأوصي إلى ابنه عيدان، وأنّ الله بعث بعده شعيب بن ضيعون بن عنقا بن ثابت بن مدين بن إبراهيم، عليه السلام.

Artinya: Dia juga menjelaskan bahwa sungguh umur Nabi Ayub AS 93 tahun. Sebelum wafat, Ayub berwasiat (pesan) pada Chaumal putranya, dan memberi tahu bahwa Allah akan mengutus putra Ayub bernama Bisyr bin Ayub, sebagai nabi yang nama lainnya Dzul-Kifl. Bertempat tinggal di Syam hingga wafat dalam umur 95 tahun. Sebelumnya, Nabi Dzul-Kifl telah berwasiat (pesan) pada putranya bernama Idan. Dan memberitahukan bahwa sungguh Allah akan mengutus setelahnya, pada Syuaib bin Dhoiun bin Unqa bin Tsabit bin Madyan bin Ibrahim sebagai nabi AS.


Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Slwman Jogjakarta Indonesia

KW 120: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-120 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Bathriq Memperkosa

Mahan kembali menuju lautan pasukannya yang telah bertambah lebih dari sejuta pria. Dalam dewan perang itu sejumlah pejabat tinggi militer, para bathriq, para rahib, dan para ulama Nasrani berkumpul untuk menemani Mahan makan-makan.
Di pesta yang dihadiri oleh pejabat tinggi itu Mahan tak menyentuh makanan sama sekali. Hatinya gundah karena mimpi yang dialami dan disampaikan dengan berbisik oleh bathriq itu terus hadir dalam benaknya. Sebetulnya sejak awal, Mahan lebih senang jika tidak ditunjuk sebagai Panglima Besar, yang harus memimpin perang lebih dari sejuta pasukan berkuda itu. Dia lebih senang berdamai dengan kaum Arab meskipun harus membayar pajak dan hina. Tetapi hampir semua petinggi militer memohon agar peperangan melawan kaum Arab dilaksanakan.
Sejumlah petinggi militer dan tokoh besar agama memberanikan diri mendekati untuk bertanya pada Raja Mahan, “Apa yang membuat yang mulia tidak berselera makan?. Kalau karena tewasnya pasukan tuan yang berjumlah banyak, besok kita akan mengamuk agar menang. Memang terkadang perang dimulai kalah duluan. Kalau pasukan kita telah menyerbu mereka dengan serempak pasti mereka akan mati semuanya.”
Perkataan Mahan sangat berwibawa, “Saya juga yakin kalian bisa menang. Karena di antara kalian ada yang tidak memurnikan agama dan berbuat aniaya lah sehingga pasukan Arab bisa mengalahkan pasukan kita.”
Dengan marah dan menangis, lelaki bertangan buntung menyela mengejutkan, “Yang mulia! Saya telah hidup lama, beragama seperti tuan. Saya pemilik 100 ekor kambing yang digembala oleh anak laki-laki saya. Seorang bathriq bawahan tuan telah memukulkan tiang dari pagar rumahnya pada seekor kambing saya untuk dirampas, untuk memenuhi kebutuhannya. Pasukan bathriq itu menyerang sisa-sisa kawanan kambing saya yang sedang merumput. Istri saya melaporkan pada anak laki-laki saya, bahwa semua kambing saya dirampas oleh pasukan bathriq. Bathriq aniaya itu marah dan menangkap istri saya untuk dipaksa dimasukkan ke rumahnya. Karena lama tidak keluar, anak laki-laki saya mendekati rumah itu. Ternyata  bathriq itu memperkosa istri saya. Anak saya berteriak minta tolong, namun justru dihajar untuk dibunuh. Saya datang untuk menyelamatkan anak dan istri, namun saya justu ditebas pedang. Tangan saya putus ketika menangkis pedang itu. Lihat ini potongan tangan saya.”
Lelaki itu menunjukkan potongan tangannya pada Raja Mahan.
Kemarahan Mahan meledak menakutkan hadirin. Pada lelaki dari kaum taklukan yang telah beragama Nashrani itu, Mahan bertanya, “Kau tahu bathriq yang mana yang telah menganiayamu?.”  
Lelaki itu berkata, “Ini orangnya,” sambil menunjuk seorang.
Mata Mahan melotot mengamati bathriq dengan marah. Si Bathriq marah karena dilaporkan pada atasannya; sejumlah bathriq juga marah karena membela pimpinan mereka dan karena juga dilaporkan. Lelaki malang bertangan buntung  itu dihajar oleh kawanan bathriq. Meskipun telah terkulai dan bermandi darah, lelaki itu ditebas pedang bahkan dipotong-potong oleh kawanan bahriq yang kesetanan itu.  
Mahan menyaksikan kekejaman itu dengan matanya. Kemarahan Mahan memuncak dan meledak-ledak, “Kalian hina! Demi kebenaran Al-Masih, kalian akan rusak! Kalian ingin mengalahkan pasukan Arab! Namun perbuatan kalian memalukan! Tak takutkah kalian jika besok di hari kiamat kalian akan dikisos?. Allah juga akan menindak dan mengambil kebaikan kalian untuk diberikan pada kaum yang memerintahkan kebaikan dan menghalang-halangi kemungkaran? Demi Allah derajat kalian di hadapanku seperti anjing-anjinag! Kalian akan merasakan akibat penganiayaan kalian ini semuanya, hingga kalian akan mendapatkan kehinaan!.”
Mahan berpaling dari mereka dengan wajah dan mata merah.

Majlis itu telah sepi. Tinggal seorang bathriq yang mendekat dan berbicara pada Mahan, “Yang mulia, demi Allah pasukan ini akan bernasib seperti yang tuan katakan. Kita akan kalah. Sungguh semalam saya telah bermimpi melihat sejumlah lelaki turun dari langit berkendaraan kuda kelabu. Mereka mengelilingi pasukan Arab dengan membawa pedang istimewa yang terhunus; kita berada di dekat mereka. Pasukan kita yang keluar dari barisan ditebas pedang oleh mereka, hingga kebanyakan pasukan kita tewas.”
Mahan terperangah karena sebelumnya juga ada bahriq yang bermimpi seperti itu. Mulai dari sejak itu hingga malam kelam, Mahan kesulitan tidur karena berpikir keras mengenai yang harus dilakukan pada pasukan Muslimiin.

Di pagi yang gelap itu barisan pasukan Muslimiin telah rapi. Mereka melihat pasukan Romawi bimbang dan grogi. Membuat keyakinan mereka akan menang semakin besar menguat. Walau begitu Abu Ubaidah mengingatkan, “Biarkan, jangan diserang. Menyerang orang lemah kelakuan orang rendah.”

Empat raja bawahan Raja Mahan berkumpul: 1), Raja Qanathir. 2), Raja Jarjir. 3), Raja Dirjan. 4), Raja Qurin.
Empat raja itulah yang diperintah oleh Raja Mahan agar memimpin pasukan berjumlah lebih sejuta. Mereka berempat menunggu kehadiran Raja Mahan yang akan diminta agar memberi idzin mereka memulai menyerang pasukan Arab. Jawaban Mahan mengejutkan, “Bagaimana mungkin saya akan menyerang kaum dengan pasukan yang aniaya?. Jika kalian hebat! Seranglah mereka untuk membela kerajaan dan menyelamatkan wanita kalian!.”
Mereka menjawab, “Hari ini kami bertekat akan menyerang mereka. Demi kebenaran Al-Masih, mereka semua akan kami sapu dari kota Syam, meskipun untuk itu kami harus mati. Sumpah dan utuslah kami sekarang juga agar menyerang mereka. Jika tuan ingin melihat kami berempat yang lebih lihai dalam memimpin perang; utuslah kami bergantian, agar bisa dinilai. Jika pasukan Arab kalah, harta mereka akan kami rampas untuk dikembalikan lagi pada tempat semula. Hanya saja untuk sementara peperangan diistirahatkan biar pasukan Arab sengsara dulu.”  
Mahan berkata, “Ya, usulan kalian saya terima. Sekarang istirahatlah hingga saya kirim surat pada Raja Hiraqla mengenai rencana ini.”

Mahan menulis surat:
Amma ba’du: Yang mulia, saya berdoa semoga Allah menolong dan memberi kejayaan tuan. Tuan telah mengutus saya memimpin pasukan yang jumlah mereka tidak bisa dihitung. Saya telah bergerak menuju halaman pasukan Arab untuk memberi makanan, namun mereka tidak mau menerima. Saya telah minta damai, namun mereka tidak mau. Saya telah menyuap agar mereka pergi, namun mereka bersikeras. Sungguh pasukan Raja grogi sekali melihat mereka. Saya takut jika rasa grogi ini akan berkembang, karena pasukan kami telah melakukan sejumlah penganiayaan. Saya telah mengumpulkan orang-orang pandai demi abadinya kerajaan tuan, untuk menyatukan tekat bulat. Akhirnya kami sepakat: 1), Akan menyerbu mereka dengan serempak, dengan serbuan yang bertubi-tubi selama sehari penuh. 2), Kami tidak boleh lari meskipun harus mati menerima keputusan Allah. Jika Allah nanti membuat musuh mengalahkan kami, maka terimalah keputusan Allah itu. Sadarilah bahwa dunia pasti akan menjauhi tuan. Jangan menyesali yang lepas dari kekuasaan tuan. Jangan merasa memiliki pada yang tuan kuasai. Sekarang silahkan tuan mengungsi ke kastil dan negri tuan yang di Qusthanthiniyyah (القسطنطينية). Lindungilah rakyat tuan dengan baik, niscaya Allah berbuat baik pada tuan. Sayangilah rakyat tuan, niscaya Allah menyayang tuan. Merendahlah karena Allah, niscaya Allah mengangkat tuan. Allah tidak senang orang-orang yang sombong. Sebetulnya pimpinan Arab bernama Khalid telah saya panggil untuk dibunuh, tapi akhirnya saya menyadari bahwa pelaku kecurangan justru akan celaka. Akhirnya saya menyadari bahwa pasukan Arab menang karena menegakkan keadilan dan kebenaran.
والسلام

Surat dilipat, lalu diberikan pada sejumlah orang, agar diantarkan pada Raja Hiraqla.

Telah seminggu peperangan istirahat. Abu Ubaidah menyuruh sejumlah mata-mata agar mempelajari penyebab pasukan Romawi tidak melancarkan serangan. Selama sehari semalam mata-matanya pergi ke kubu Romawi.

Mata-mata melaporkan, “Karena Raja Mahan telah kirim surat pada Raja Hirqla, dan sedang menunggu jawabannya.”
Khalid berkata, “Itu berarti Mahan takut kita, sekarang mari kita serbu!.”
Pasukan Muslimiin menyaksikan Abu Ubaidah menjawab, “Jangan tergesa-gesa. Tergesa-gesa karena pengaruh syaitan.”
Sejak dulu Abu Ubaidah memang sangat penyabar dan mementingkan kesopanan.

Setelah istirahat perang telah delapan hari, Mahan memanggil lelaki dari Lakhm (لَخْم) untuk diperintah, “Menyusuplah pada kaum Arab itu untuk mengumpulkan berita penting yang harus kau laporkan padaku!.”
Mata-mata telah masuk ke pertengahan pasukan Muslimiin untuk mengumpulkan berita, selama sehari semalam. Tugas bisa dilakukan dengan baik karena tidak ada yang mencurigai padanya. Ternyata Jamaah itu mementingkan kedamaian. Yang mereka amalkan: shalat, membaca Al-Qur’an, dan bertasbih. Tidak ada orang bertikai maupun penganiayaan.
Dia memberanikan diri mendekati Abu Ubaidah RA. Ternyata panglima perang itu justru kelihatan lemah. Terkadang Abu Ubaidah duduk, terkadang berbaring. Jika waktu shalat tiba, Abu Ubaidah berwudhu; para muadzin mengumandangkan adzan. Abu Ubaidah mengimami shalat pada mereka.
Mata-mata heran ketika melihat gerakan shalat Abu Ubaidah diikuti oleh jamaah semuanya. Lalu berkata dalam hati, “Ini ketaatan baik yang akan berdampak kemenangan.”

Mata-mata kembali menghadap Mahan untuk melaporkan semua yang disaksikan: “Yang mulia, ternyata mereka berpuasa di siang hari, shalat di malam hari, memerintahkan kebaikan, dan melarang perbuatan mungkar. Kalau malam seperti rahib, kalau siang seperti singa jantan. Mereka menegakkan hukum: Seandainya seorang tokoh mencuri, pasti telah dipotong tangannya. Kalau ada yang zina pasti telah dirajam. Nafsu mereka dipaksa agar mengikuti kebenaran. Panglima mereka justru seperti orang yang tak berdaya, tapi sangat ditaati. Yang menarik perhatian, ketika mereka shalat: Jika pimpinannya berdiri; semua berdiri. Jika duduk; semua duduk. Hobi mereka justru berperang, cita-cita mereka mati syahid. Ternyata mereka tidak menyerbu karena menunggu serangan kita.”
Mahan berkata, “Mereka ada kemungkinan menang. Namun saya akan melancarkan tipu muslihat atas mereka.”
Mata-mata bertanya, “Apa rencana tuan?.”
Mahan menjawab, “Bukankah kau sendiri yang telah berkata ‘mereka takkan mendahului menyerang kita?’. Agar kita berbuat aniaya?.”
Mata-mata menjawab, “Betul.”
Mahan berkata, “Saya takkan menyerang mereka untuk mengulur waktu, agar mereka lengah. Saat itulah kami akan meyerang mendadak.”

Mahan mengumpulkan para pejabat tinggi untuk membagikan panji-panji dan Salib-salib.
Membagi panji berjumlah banyak, dan Salib sejumlah 120 memakan waktu yang lama. Tiap orang yang diberi Salib, memimpin 10.000 pasukannya yang berderet memanjang ke belakang.
Qanathir raja yang pangkatnya sama dengan Raja Mahan, menerima Salib pertama kali. Dia ditugaskan memimpin pasukan sebelah kanan.
Salib kedua diberikan pada Raja Dirjan yang diperintah agar memimpin kaum Armenia, Najed, Nubia, Rusia, dan Shaqaliqah.
Salib ketiga diberikan pada putra saudara perempuan Mahan yang diperintah memimpin kaum Perancis, Hiraqliyah, Qayashirah, Yarful, Dauqas.
Kepada Raja Jablah yang memimpin kaum Nashrani dari Lakhm, Judzam, Ghassan, dan Dhabbah, Raja Mahan memberi panji dan Salib, dan perintah jika terjadi peperangan ‘agar yang menyerang pertama kali’.
Pada Jabalah, Mahan berpesan, “Kalian kaum Arab; musuh kita kaum Arab. Yang mematahkan besi, besi yang lebih kuat.”
Lalu Mahan membagi panji-panji pada masing-masing barisan.

Ketika fajar telah menyingsing, dan ufuk timur memerah, tugas Mahan telah selesai. Selanjutnya Mahan perintah agar dibuatkan bangunan darurat yang diletakkan di atas gunung, untuk mengawasi pasukan Muslimiin dan pasukan Mahan sendiri.
Tempat itu dijaga oleh 1.000 pasukan berkuda di kanannya, yang memanggul pedang terhunus. Di sebelah kiri tempat itu juga dijaga pasukan berkuda, yang berjumlah sama dengan yang sebelah kanan, juga berpedang terhunus. Hanya saja pasukan berkuda yang di sebelah kiri bangunan itu para pejabat militer yang duduk di atas kursi.  

Mahan berkata, “Pasti pasukan Arab, benci melihat kehebatan kita ini. Persiapan kita lengkap, sedangkan mereka tak memiliki yang patut dibanggakan. Jika kalian melihat mereka lengah, seranglah dengan serempak dari segala penjuru. Jumlah mereka sangat sedikit dibanding jumlah pasukan kita!.”

Pagi indah datang lagi; ufuk timur disinari oleh sang fajar. Seorang lelaki menyerukan iqamat. Abu Ubaidah yang tak tahu bahwa keamanannya terancam itu mengimami shalat subuh. Orang yang selalu menyerahkan urusannya pada Allah itu setelah membaca Al-Fatichah, membaca surat Al-Fajr. Dalam surat Al-Fajr yang agung itu Allah menanyakan pada nabi SAW mengenai: 1), Apakah beliau pernah mengerti kisah kaum Ad (Iram) yang (saat itu) kekuatannya mutlak tak ada manusia yang membandingi. 2), Kaum Tsamud yang mampu memotong batu besar di jurang. 3), Kaum Firaun yang memiliki pasak-pasak penyiksa. Kejahatan tiga kaum itu telah membuat menderita pada sejumlah penduduk negara. Akhirnya Tuhan nabi menuangkan cambuk siksaan atas mereka.
Lalu Allah menjelaskan, “Sungguh Tuhanmu niscaya dalam keadaan waspada.”
Dan seterusnya.

Bacaan yang indah menggetarkan itu aneh sekali. Dalam kekhusukan Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin yang penuh itu, mereka terkejut oleh suara, “Kalian akan menaklukkan lawan! Demi Tuhan kejayaan! Siasat yang mereka lancarkan takkan bermanfaat sedikikitpun! Allah memberi kabar gembira ‘kalian akan menang’ melalui surat yang dibaca oleh Imam kalian ini!.”
Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin menjalankan shalat dengan merinding dan kekhusukan maksimal.
Di rakaat kedua Abu Ubaidah membaca Al-Fatichah dan surat As-Syams. Pembacaan yang dilantunkan dengan memukau itu menggetarkan semua Jamaah shalat subuh. Surat As-Syams berisi sumpah Allah:
Demi matahari dan terangnya
Demi bulan ketika mendekatinya.
Demi siang apabila menampakkannya
Demi malam ketika menutupinya
Demi langit dan pembangunnya.
Demi bumi dan yang menyempurnakannya
Demi jiwa dan yang menyempurnakannya
Lalu memberikan ilham jelek dan dan ketaqwaannya
Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya
Dan sungguh rugi orang yang membuat dirinya durhaka
Kaum Tsamut telah mendustakan karena kedurhakaan mereka
Ketika itu lebih celakanya mereka berbuat aniaya
Rasulullah pun berkata pada mereka
Perhatiknlah Unta Allah ini dan minumannya
Namun mereka mendustakan dia dan menyembelih unta
Akhirnya Tuhan mereka menghancurkan meratakan pada mereka
Dan tak mengkhawatirkan akibat mereka.

Lagi-lagi Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin yang sedang bergetar khusuk di dalam shalat subuh terkejut oleh suara, “Kalimat harapan itu sempurna! Dan tindakan akan segera terwujud! Ini sebagai pertanda yang pasti!.”

Seusai shalat subuh pasukan Muslimiin riuh. Abu Ubaidah bertanya, “Apakah kalian mendengar kalimat tadi?.”
Mereka menjawab, “Mendengar!,” dengan serempak.
Ada yang berkata, “Kami mendengar perkataan dalam dua rekaat (‘begini begini’).”
Abu Ubaidah berkata, “Ini bisikan kemenangan! Berbahagialah menyambut petolongan Allah! Demi Allah, Allah akan menolong kalian dengan mengujankan cambuk adzab pada mereka, sebagaimana dulu Allah pernah mengadzab bangsa kuno yang durhaka.”
Pasukan Muslimiin memperhatikan Abu Ubaidah berkata, “Semalam saya bermimpi yang saya takwilkan bahwa; perang ini akan kita menangkan, karena kita akan dibantu para mlaikat.”
Muslimiin sama bertanya, “Mimpi itu bagaimana? Semoga Allah berbuat baik pada tuan.”
Abu Ubaidah berkata, “Dalam mimpi itu saya melihat kita di dekat musuh. Tiba-tiba kita dikerumuni sejumlah pasukan berwajah tampan berbusana putih. Busana mereka membiaskan cahaya yang menyilaukan mata. Mereka bersurban hijau, membawa panji-panji berwarna kuning, berkuda kelabu. Mereka berkata ‘kalian mampu mengalahkan mereka. Allah akan menolong kalian’.
Sejumlah pasukan kita dipanggil untuk diberi minum dari gelas yang mereka bawa. Begitu pasukan kita menggempur; pasukan Romawi porak-poranda dan berlarian.”